Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menhan Bakal Produksi Obat Lokal, Pengamat Sebut Kurang Pas

Baca di App
Lihat Foto
canva.com
ilustrasi obat.
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika

 KOMPAS.com - Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin mengumumkan akan membangun pabrik obat-obatan lokal dengan memanfaatkan laboratorium farmasi milik TNI.

Dilansir dari Kompas.com, Rabu (30/4/2025), Sjafrie menyatakan bahwa laboratorium farmasi tersebut telah direvitalisasi sehingga dapat digunakan untuk proses produksi obat-obatan dalam negeri.

Rencana ini salah satunya dilatarbelakangi oleh tingginya harga obat-obatan di Indonesia apabila dibandingkan dengan negara tetangga, seperti yang sudah disampaikan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi.

"Ini kita sudah coba, dan kita sudah mulai berkomunikasi dengan negara-negara sahabat mengenai farmasi karena kita tahu harga obat di Indonesia tinggi sekali," ujar Sjafrie.

Dia mengatakan bahwa inisiatif ini akan dikerjakan bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan obat-obatan lokal nantinya dapat disalurkan melalui Koperasi Desa Merah Putih.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebelumnya, diketahui bahwa Presiden Prabowo berencana akan membentuk 80.000 Koperasi Desa Merah Putih di seluruh Indonesia.

Lantas, bagaimana pengamat menanggapi rencana Menhan tersebut?

Baca juga: Deddy Corbuzier Jadi Stafsus Menhan, Berikut Hal-hal yang Perlu Anda Ketahui

Pengamat sebut rencana Menhan kurang pas dan perlu persiapan matang

Direktur Eksekutif Center of Economic Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpendapat bahwa rencana pembangunan pabrik obat-obatan lokal dinilai kurang tepat.

"Kurang pas, ya, kalau Menhan atau TNI yang masuk ke bisnis obat lokal," ujar Bhima saat dihubungi Kompas.com, Kamis (1/5/2025).

Sebab, menurut dia, rencana tersebut dapat mengambil alih lapangan kerja UMKM dan pelaku usaha lokal yang sudah berjalan.

Selain itu, inisiatif yang dilakukan oleh Menhan juga sudah berada di luar tugas utama TNI.

"Ini sudah offside dari tugas dan fungsi utama TNI. Soal TNI membantu distribusi obat-obatan saat terjadi bencana atau perang masih wajar, tapi kalau jadi pengusaha obat kurang tepat," terangnya.

Bhima menambahkan bahwa bisnis obat lokal di Indonesia sebenarnya sudah berkembang, walaupun tidak secepat obat-obatan impor dan farmasi skala besar.

Sebab, bisnis tersebut memiliki permasalahan utama, yaitu bunga kredit untuk membeli mesin yang tinggi dan juga terkait paten yang dimonopoli perusahaan farmasi raksasa.

Hal ini mengakibatkan pelaku usaha obat lokal sulit bersaing.

"Kalau pemerintah mau bantu industri farmasi lokal, selesaikan masalah fundamentalnya dulu, bukan gantikan peran pelaku usaha yang sudah ada," lanjut Bhima.

Baca juga: TNI Masuk Kampus, Pengamat: Tumpulkan Daya Kritis

Sementara itu, Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menambahkan bahwa rencana pembangunan pabrik obat lokal oleh Menhan perlu perencanaan yang matang.

"Itu ide bagus, tetapi harus dengan perencanaan yang matang, sehingga efisien," kata Wijayanto saat dihubungi Kompas.com, Kamis (1/5/2025).

Dia mengatakan, bila rencana tersebut berjalan dengan efisien, harga pasar obat-obatan bisa menjadi lebih terjangkau.

Mengapa harga obat-obatan di Indonesia mahal?

Wijayanto melanjutkan bahwa penyebab utama dari mahalnya harga obat di Indonesia adalah ketergantungan terhadap bahan baku impor, jalur distribusi yang panjang dan tidak efisien, serta biaya pemasaran yang tinggi.

"Proses importasi bahan baku perlu disederhanakan, dan jika perlu diberikan insentif pajak," ujar Wijayanto.

Selain itu, dia mengatakan bahwa biaya pemasaran obat yang mahal juga perlu ditekan dengan memperbanyak produk generik, dimulai dari RS Pemerintah dan program BPJS.

"Biaya distribusi perlu ditekan dengan transparansi melalui pendekatan teknologi dari mulai purchasing hingga penyimpanan obat," tambah dia.

Baca juga: Bolehkah Minum Obat dengan Teh Herbal? Ini Kata Dokter…

Senada dengan Wijayanto, Ekonom Universitas Gadjah Mada, Eddy Jurnasin, juga mengatakan bahwa tingginya harga obat di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh impor bahan baku.

"Obat dan alat kesehatan itu kan specialty products. Untuk bisa menciptakan dan memproduksi obat dan alat kesehatan, dibutuhkan individu dan perusahaan dengan skills tinggi di bidang farmasi, kimia, biologi, dan kedokteran, " terang Eddy saat dihubungi Kompas.com, Kamis (1/5/2025).

Dengan begitu, dia mengatakan bahwa pemerintah perlu mendukung peran universitas dan research institutes melalui dana penelitian, pelatihan, uji coba, uji produksi, peredaran, dan lain sebagainya.

"Kalau Indonesia punya banyak ahli di bidang-bidang tersebut serta perusahaan-perusahaan farmasi dan medis, Indonesia akan mampu membuat obat dan alat kesehatan lokal," lanjutnya.

Dengan begitu, harga obat-obatan bisa menjadi terjangkau.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi