KOMPAS.com - Belakangan ini, kasus kolaps sedang marak diberitakan menyerang figur publik hingga masyarakat umum.
Beberapa pekan lalu, Seringai melalui media sosial resminya mengabarkan bahwa Ricky Siahaan meninggal dunia setelah mengalami kolaps usai manggung di Tokyo pada Sabtu (19/4/2025).
Baca juga: Paru-paru Seorang Pria Kolaps Setelah Push Up dan Lompat Tali untuk Turunkan Berat Badan
Sebelum meninggal, gitaris Seringai itu menunjukkan tanda-tanda kelelahan.
Kemudian baru-baru ini, seorang WNI berusia 23 tahun bernama Leonard Darmawan tiba-tiba kolaps setelah mengikuti ajang lari 2XU Compression Run.
Dikutip dari Kompas.com, Kamis (1/5/2025), setelah mendapatkan CPR (resusitasi jantung dan paru), Leonard tidak lagi tertolong dan meninggal dunia pada Minggu (27/4/2025).
Lantas, apa itu kolaps dan bagaimana cara menghindarinya?
Mengenal kolaps dan gejalanya
Melansir HSQC, kolaps merupakan keadaan saat seseorang tiba-tiba kehilangan kesadaran.
Ketika berada dalam keadaan seperti itu, seseorang tidak sadarkan diri untuk sementara waktu. Ia juga tak bisa merespons suara atau pun guncangan, sebagaimana orang pingsan.
Kolaps terjadi ketika otak tidak mendapatkan pasokan oksigen yang cukup. Kondisi ini bisa disebabkan oleh beberapa hal dan dipicu berberapa penyakit.
Adapun penyakit yang menyebabkan kolaps antara lain kejang epilepsi, hipglikemia, hipoksia, keracunan, dehidrasi dan lain sebagainya.
Selain penyakit, konsumsi obat-obatan juga meyebabkan kolaps. Jenis obat yang memicu keadaan ini yakni obat tekanan darah tinggi, alergi, hingga konsumsi anti-depresan.
Baca juga: Dialami Ricky Siahaan Sebelum Meninggal Dunia, Mengapa Seseorang Bisa Tiba-tiba Kolaps?
Pada situasi lain, kolaps terjadi saat seseorang melakukan aktivitas fisik secara intens di suhu panas, berdiri terlalu lama atau bahkan berdiri terlalu cepat.
Biasanya dokter akan melakukan pemeriksaan EKG untuk menemukan dan memastikan penyebab seseorang kolaps. Setelah memantau aktivitas jantung, penyebab kolaps pun dapat dicari tahu.
Sebelum rubuh, biasanya seseorang akan mengalami gejala kolaps seperti mual dan muntah, sakit perut, berkeringat berlebihan, lemas, pucat, hingga penglihatan kabur.
Seseorang dengan riwayat diabetes, penyakit jantung, aterosklerosis, aritmia, stroke, serangan panik, dan pemiliki penyakit paru kronis semakin berpotensi mengalami kolaps.
Persiapan fisik untuk mencegah kolaps
Dalam beberapa kasus seperti Leonardo, kolaps dialami seseorang saat melakukan aktivitas olahraga yaitu lari.
Sedangkan Ricky Siahaan mengalaminya setelah berpartisipasi dalam konser.
Keduanya merupakan aktivitas fisik berat yang membutuhkan banyak energi. Maka dari itu, persiapam sebelum berolahraga atau melakukan aktivitas fisik perlu diperhatikan guna menghindari kolaps.
Yang perlu diperhatikan dalam persiapan sebelum olahraga atau aktivitas fisik berat
Dilansir dari Kompas.com, Kamis (27/2/2035), dokter spesialis kedokteran olahraga dr. Inarota Laily, Sp. K.O. mengungkap ada beberapa cara mempersiapkan diri agar terhindar dari kolaps.
Sebelum mekakukan aktivitas berat seperti olahraga, pastikan untuk mempersiapkan fisik dengan memperhatikan hal-hal berikut.
1. Pemanasan cukupLaily memaparkan bahwa pemanasan selama 10 menit sebelum olahraga sangat dianjurkan.
"Paling tidak lakukan peregangan ringan atau lari ringan. Persiapan ini sering dilupakan," ujar Laily.
Aktivitas ini berfungsi untuk meningkatkan suhu tubuh, membuat aliran darah ke otot semakin lancar, dan mengurangi risiko cedera.
2. Coba tangkap sinyal tubuh ketika pemanasanSaat melakukan pemanasan, tubuh bisa memberikan sinyal-sinyal yang menunjukkan apakah seseorang cukup prima untuk aktivitas fisik selanjutnya.
Sebagai contoh, tanda-tanda seperti pusing, mual, atau napas terasa berat yang dirasakan saat pemanasan bisa jadi isyarat bahwa tubuh sedang tidak prima.
"Pada saat pemanasan, kita juga bisa melihat tanda-tanda awal kalau ada gangguan dari tubuh kita. Jadi pahami tanda-tanda yang diberikan tubuh," terang Laily.
Saat mengalami tanda-tanda tidak enak badan, maka segera urungkan niat untuk olahraga atau melakukan aktivitas berat.
3. Jaga cairan tubuhMemastikan agar tubuh tetap terhidrasi dengan baik sangat penting dilakukan. Mencukupi ciaran tubuh dapat membantu menjaga fungsi organ dan mencegah dehidrasi.
Untuk menjaga asupan cairan, Laily menyarankan minum air putih jika olahraga kurang dari satu jam.
Namun apabila aktivitas fisiknya lebih dari satu jam, ia menyarankan minuman isotonik.
Baca juga: Bocah 12 Tahun Divonis Paru-paru Kolaps dan Koma Selama 4 Hari akibat Kecanduan Vape
4. Pilih pakaian yang nyamanKenyamanan saat bergerak dipengaruhi jenis pakaian apa yang seseorang pakai. Selain itu pakaian juga membantu menjaga sirkulasi tubuh.
Saat berolahraga atau aktivitas fisik berat, Laily menyarankan pakaian berbahan ringan dan menyerap keringat.
Hal ini dilakukan agar suhu tubuh tetap stabil. Apabila suhu tubuh tidak terkendali, seseorang makin tinggi risiko mengalami overheating atau iritasi kulit.
Selain bahan pakaian, sepatu yang tepat juga bisa mencegah seseorang mengalami cedera.
5. Pastikan tubuh dalam kondisi primaMengenai anggapan bahwa olahraga saat sakit akan membuat tubuh lebih sehat, Laily membantahnya.
Ia menjelaskan alih-alih olahraga, tubuh perlu istirahat saat sedang sakit.
Apabila seseorang memaksakan diri berolahraga saat sakit, maka dikhawatirkan bahwa keadaan akan semakin parah. Selain itu, risiko komplikasi kesehatan juga akan semakin meningkat.
Baca juga: Seberapa Parah Kondisi Covid-19 di Jakarta? RS Diambang Kolaps hingga Klaim Terkendali
6. Istirahat yang cukupPastikan tubuh sudah mendapat istriahat cukup dan tidur terlebih dahulu sebelum memulai aktivitas fisik atau olahraga.
Apabila dipaksakan, kurang tidur atau istirahat akan meningkatkan risiko cedera. Selain itu, efektivitas latihan juga akan berkurang.
Laily mewanti-wanti agar tubuh yang lelah jangan sampai diajak melakukan olahraga dengan aktivitas tinggi.
7. Pilih jenis olahraga yang cocok dengan kondisi tubuhBerdasarkan tips dari Laily di atas, menyesuaikan intensitas aktivitas yang akan dilakukan dengan kondisi tubuh bisa mengurangi risiko-risiko yang ada.
Misalnya ketika seseorang sedang sangat sibuk dan kurang istirahat sehingga tidak mungkin olahraga berat, maka gerakan fisik dapat digantikan dengan aktivitas lain yang lebih ringan.
Menurut John Hopkins Medicine, beberapa olahraga ringan tetap dapat dilakukan untuk menjaga jantung tetap sehat.
Salah satunya adalah berjalan cepat, bersepeda, hingga lompat tali. Dengan melakukan aktivitas fisik ringan itu selama 150 menit selama seminggu bisa meningkatkan kesehatan jantung.
(Sumber: Kompas.com/Danur Lambang Pristiandaru, Devi Pattricia | Editor: Danur Lambang Prsitiandaru, Nabilla Tashandra)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.