Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

1 Siswa Kabur Saat Dikirim ke Barak TNI, Pengamat: Berisiko untuk Psikologis Anak

Baca di App
Lihat Foto
Tangkapan layar Instagram Dedi Mulyadi
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi meninjau langsung kegiatan pendidikan disiplin yang dilaksanakan di barak militer Resimen Armed 1, Purwakarta, Jawa Barat.
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika

KOMPAS.com - Program pendidikan di barak militer pada hari kedua telah terlaksana di Purwakarta pada Jumat (2/5/2025).

Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, mulai menerapkan rencana yang dicanangkan Gurbernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, yaitu dengan mengirimkan 39 siswa bermasalah ke Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Artileri Medan 9 TNI AD.

Dilansir dari Kompas TV, Kamis (2/5/2025), disebutkan bahwa nantinya anak-anak tersebut akan digembleng selama 14 hari dan menjalani pembinaan karakter oleh TNI, serta mengikuti tes kesehatan dan psikologi.

Walaupun begitu, Bupati Purwakarta Saepul Bahri Binzein mengatakan bahwa terdapat seorang anak yang kabur karena pada awalnya ada 40 siswa yang seharusnya mengikuti pendidikan.

"Awalnya kita mau 40 (siswa), tapi yang satu orangtuanya datang, tetapi siswanya tidak datang, malah lagi dicari sama orangtuanya. Jadi yang kita terima 39 (siswa)," terang Zein.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Zein menambahkan bahwa anak-anak yang mengikuti pendidikan adalah siswa yang terlibat kenakalan remaja, sesperti tawuran, pengguna narkoba, dan sering bolos sekolah.

Terkait adanya seorang siswa yang kabur dalam pendidikan barak militer tersebut, beberapa pengamat sebenarnya sudah mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap program ini.

Lantas, di mana letak ketidaksetujuan pengamat mengenai program ini?

Baca juga: Kebijakan Siswa Nakal Dimasukkan ke Barak Militer, Apa Saja yang Perlu Diketahui?

Perlu dicari tahu akar "kenakalan" terlebih dahulu

Dilansir dari Kompas.com, Kamis (2/5/2025), Psikolog Anak, Remaja, dan Keluarga, Farraas Afiefah Muhdiar, menjelaskan mengenai akar penyebab kenakalan remaja terlebih dahulu.

Baginya, pemberian label "nakal" dan pemberian hukuman perlu dilakukan setelah mengetahui akar masalah di balik perilaku siswa tersebut.

"Definisi nakal sangat subyektif. Menurut saya, penggunaan istilah ‘nakal’ bukan istilah yang konstruktif, kalau di psikologi bisa disebut perilaku maladaptif,” terang Farraas kepada Kompas.com, Kamis (1/5/2025).

Dirinya melanjutkan bahwa setidaknya ada empat penyebab kenakalan pada remaja.

Penyebab pertama adalah karena meniru atau dipengaruhi oleh teman sebaya sehingga mereka merasa bahwa perilaku negatif bersifat "keren".

Penyebab selanjutnya yaitu oleh luka emosional atau trauma yang ditimbulkan dari hubungan dengan keluarga.

Farraas mengatakan bahwa anak-anak dengan latar ini dapat melakukan kenakalan untuk mencari validasi atau pengakuan dari pihak luar.

Selain itu, anak-anak yang melakukan kenakalan juga bisa disebabkan oleh pemahaman yang kurang mengenai aturan yang dilanggar.

Baca juga: Apa Kriteria Anak yang Akan Dikirim ke Barak Militer?

Karena itu, anak-anak tersebut hanya mengikuti yang dilakukan orang lain saja dan tidak benar-benar tahu bahwa yang mereka lakukan salah.

Terakhir, Farraas mengungkapkan bahwa beberapa anak yang melakukan kenakalan dimungkinkan memiliki masalah psikologis yang serius sehingga memerlukan penanganan klinis.

Dengan mengetahui penyebab dari perilaku maladaptif pada anak, dia mengatakan bahwa pendekatan militeristik seperti pendidikan di barak TNI dapat menjadi kontra-produktif dan malah memperburuk kondisi psikologi anak.

Pendidikan militer berisiko untuk psikologis anak

Dilansir dari Kompas.com (1/5/2025), hal senada dikatakan oleh pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi.

Dia mengatakan bahwa pendidikan di barak militer sangat berisiko secara psikologis sebab yang dibutuhkan siswa bermasalah bukanlah pendekatan militer, melainkan pendekatan yang disesuaikan oleh masalah masing-masing anak.

"Yang dibutuhkan siswa bukan barak, tapi ruang belajar yang memulihkan. Kalau yang bermasalah adalah sikap, maka pendekatannya harus bersifat pedagogis dan reflektif, bukan koersif,” jelas Fahmi saat dihubungi Kompas.com, Rabu (30/4/2025).

Selain itu, dia menilai bahwa kenakalan remaja, seperti tawuran, kecanduan gim, dan mabuk dapat ditangani dengan pendekatan sipil yang berbasis pendampingan, bukan penertiban.

Fami menambahkan bahwa pendisiplinan anak-anak merupakan hal yang penting untuk membentuk karakter generasi muda.

Walaupun begitu, dia mengatakan bahwa pendisiplinan yang sejati lahir dari kesadaran dan bukan ketakutan.

(Sumber: Kompas.com/Devi Pattricia | Editor: Bestari Kumala Dewi, Noviani Setuningsih)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi