KOMPAS.com - Organisasai masyarakat (ormas) Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya sedang menjadi sorotan.
Belakangan, GRIB Jaya dibicarakan warganet pengguna media sosial X karena menghadapi penolakan di berbagai daerah.
Baca juga: Dinilai Lakukan Pemerasan-Premanisme, Bisakah Ormas Dibubarkan?
"Grib makin meresahkan, sebuah perusahaan disegel oleh grib karena sengketa dengan seorang warga, udah kayak aparat penegak hukum aja nih? pengadilan saja belum ada putusan. Gimana investor pada mau masuk kalo ada ormas modelan gini?" tulis pemilik akun @V3****3L.
Tak ketinggalan akun tersebut mengunggah video berupa respons kepolisian tentang penyegelan pabrik di Kalimantan Tengah (Kalteng).
"HTI dan FPI 'dibubarkan' karena dianggap mengancam NKRI... Bagaimana dengan grib dan ormas preman?" ujar akun @ka****no.
"Pecalang tegas tolak GRIB masuk Bali. Mantap Pecalang! Terus semangat jaga kedamaian Pulau Dewata," komentar @ka*****23.
Berdasarkan unggahan-unggahan pengguna X, ekspansi GRIB Jaya di Bali dan Kalimantan Tengah (Kalteng) yang tengah menjadi sorotan.
Berbagai lapisan masyarakat mulai dari pemerintah, aparatur negara hingga masyarakat rupanya menolak kehadiran ormas yang dianggap melakukan praktik premanisme ini.
Lantas, apa yang sebenarnya terjadi di Bali dan Kalteng yang menolak kehadiran GRIB Jaya?
Kenapa GRIB Jaya hadapi penolakan di Bali?
Penolakan GRIB Jaya di Bali berasal dari berbagai pihak mulai dari pemimpin daerah hingga para pecalang.
Untuk diketahui, Pulau Dewata selama ini mempunyai petugas keamanan adat yang bernama pecalang. Mereka lah yang menjaga ketertiban dan keamanan di sana.
Wakil Gubernur Bali, I Nyoman Giri Prasta telah menyatakan penolakannya terhadap GRIB Jaya karena wilayah tersebut sudah memiliki dewan keamanan berbasis kearifan lokal.
"Jadi prinsipnya kami melihat bahwa di Bali ini kita sudah memiliki aparatur negara, baik itu TNI maupun Polri, yang bertalian dengan keamanan dan ketertiban masyarakat itu satu," ujar Giri Prasta di Kantor Gubernur pada Senin (5/5/2025), dikutip dari Kompas.com.
"Yang kedua, dari 1.400 lebih desa adat, itu sudah memiliki pecalang desa adat. Nah, pecalang desa adat ini mempunyai peran untuk menjaga estetika wilayah adat itu sendiri," paparnya.
Ketua Pecalang Bali menolak tapi tak ingin provokasi wargaSenada dengan Giri Prasta, Ketua Pecalang Bali Made Mudra juga mendukung penolakan Pemerintah Provinsi Bali terhadap ormas tersebut.
Menurutnya, Bali sudah memiliki sistem keamanan berlapis dari mulai pemerintah hingga pemangku adat. Ia pun khawatir jika ada ormas dari luar akan memicu gesekan di antara masyarakat.
Meskipun demikian, Mudra sebagai Ketua Pecalang Bali menyerahkan keputusan kepada pihak yang lebih berwenang seperti Pemprov dan Kapolda.
"Itu penolakan-penolakan itu relatif ya. Saya tidak mengkoordinasi harus apa yang vulgar disampaikan karena yang berhak menolak gubernur, wali kota, dan polisi," kata Mudra.
Baca juga: THR Ormas dan Beban Tersembunyi Dunia Usaha
"Kalau kami melaksanakan sesuai instruksi dari Gubernur Bali, jaga keamanan, urusan lain biar pejabat yang di atas yang menentukan sikap. Sikap itu disampaikan Pak Gubernur, bahwa Ormas yang viral di Bali itu sangat tidak bisa diterima," tambahnya.
Menurut penuturan Mudra, sudah ada 20.000 lebih anggota pecalang yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban di Bali. Mereka berasal dari 1.500 desa adat yang tersebar di pulau tersebut.
Penolakan dari sisi warga dan pemangku adat BaliDi sisi lain, dari pihak warga juga menyuarakan penolakannya melalui pemimpin adat Kelihan Adat Tainsiat Pande Nyoman Artawibawa.
"Terkait itu, saya kira serupa pendapatnya dengan Bendesa Kesiman yang sudah lebih dulu bersuara, bahwa Desa Adat di Bali sebetulnya sudah memiliki lembaga yang ditugasi untuk menjaga keamanan di wilayah setempat, bernama Pecalang," ujar Pande, pada Senin (5/5/2025), dilansir dari Kompas.com.
Ia berpendapat bahwa peran pecalang sudah mampu bersinergi dengan lembaga keamanan tingkat nasional, seperti polisi.
Pande pun tegas menyatakan jika ada orang Bali yang ikut memberi ruang untuk pihak luar mengusik tatanan kearifan lokal, maka sama saja dengan merusak warisan leluhur.
Salah seorang warga bernama Putu Juniati dari Kabupaten Klungkung juga sepenuhnya mendukung peran pecalang alih-alih ormas lain.
"Pecalang Bali saja sudah cukup untuk mempererat adat istiadat," ujar Putu.
Baca juga: Dinilai Lakukan Pemerasan-Premanisme, Bisakah Ormas Dibubarkan?
Apa kasus Ormas GRIB Jaya di Kalteng?
Selain Bali, manuver GRIB Jaya di Kalteng juga turut menyita atensi publik hingga pemangku kebijakan setempat.
Pasalnya, ormas tersebut menyegel pabrik PT Bumi Asri Pasaman (BAP) di Kabupaten Barito Selatan.
Gubernur Kalteng Agustiar Sabran dan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Kalteng Iwan Kurniawan telah menyuarakan kecaman mereka terhadap keberadaan ormas ini.
"Kedudukan ormas di daerah manapun tidak boleh berada di atas negara. Ormas harus tunduk dan patuh terhadap keputusan negara, terutama menyangkut investasi daerah," komentar Agustiar pada Sabtu (3/5/2025), seperti dikutip dari Kompas.com.
Apabila ada pelanggaran, Agustiar menegaskan bahwa penertiban seharusnya dilakukan melalui aparat penegak hukum.
"Ya itu akan kami tertibkan, kan kita ada parat hukum. Ini bukan negara ormas, ya, negara itu ada konstitusi," ujarnya.
Lebih lanjut, Agustiar menjelaskan pihaknya bekerja sama dengan Polda untuk menyelidiki kasus penyegelan ini.
Senada dengan Gubernur, Iwan juga beranggapan bahwa persoalan bisa diselesaikan dengan hukum alih-alih ormas.
"Ketika ada persoalan apapun di masyarakat, harus diselesaikan secara hukum," terang Iwan.
Baca juga: Mengapa Ada Banyak Ormas di Indonesia dan Apa Pentingnya?
Selanjutnya, ia menekankan bahwa tindakan ormas telah menyimpang dari aturan humum yang ada. Untuk itu, kepolisian akan memproses kegiatan yang melanggar hukum.
"Sekali lagi, negara kita adalah negara hukum. Permasalahan apapun yang dihadapi oleh masyarakat, saya minta untuk proses secara hukum," tandas Iwan.
Akankah GRIB Jaya Kalteng dibubarkan?Selain itu, Wakil Gubernur Kalteng Edi Pratowo juga memberikan respons terkait penyegelan pabrik oleh GRIB Jaya.
Terkait kemungkinan pembubaran ormas tersebut, Edi juga memberikan jawaban.
"Kan masih dievaluasi semua, ya, (kemungkinan itu) masih dilakukan evaluasi," ujar Edy di Kantor DPRP Kalteng, Palangka Raya, pada Senin (5/5/2025), seperti yang dikutip dari Kompas.com.
Sementara itu, kontroversi GRIB Jaya di Kalteng bermula dari aksi penyegelan pabrik PT BAP.
Ormas tersebut telah menyegel pabrik sebagai penerima kuasa penuh dari seorang warga bernama Sukarto bin Parson sejak 14 April 2024.
Menurut surat kuasa tersebut, PT BAP diminta membayar pemberi kuasa uang tunai lebih dari Rp1,4 miliar.
Sementara itu, GRIB Jaya baru berdiri di Kalteng pada 28 Februari 2025 berdasarkan Surat Keputusan (SK) dari DPP GRIB Jaya Pusat.
Adapun susunan organisasnya terdiri dari Robetson ditunjuk sebagai Ketua DPD GRIB Jaya Kalteng, Erko Mojra sebagai Sekretaris, dan Yanto Eko Saputra sebagai Bendahara.
(Sumber: Kompas.com/Yohanes Valdi Seriang Ginta, Ni Ketut Sudiani, Akhmad Dani| Editor: Andi Hartik, Ferril Dennys, Krisiandi, Gloria Setyvani Putri)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.