Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoroti Angka PHK yang Mencapai Lebih dari 24.000 hingga April 2025...

Baca di App
Lihat Foto
Ilustrasi pemutusan hubungan kerja (PHK).
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengumumkan total pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 24.036 pada periode Januari hingga April 2025.

Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli mengatakan, angka ini disebut lebih tinggi daripada jumlah PHK periode yang sama tahun lalu.

Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, mengungkapkan bahwa angka PHK pada periode yang sama tahun lalu (year to year) yaitu sebanyak 77.965 orang sepanjang 2024.

"Saat ini ada data sekitar 24.000 (24.036 orang). Jadi sudah sepertiga lebih dari tahun 2024. Jadi kalau ada yang bertanya PHK year to year saat ini dibanding tahun lalu, itu meningkat," terang Yassierli dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI.

Yassierli menambahkan, tiga provinsi paling terdampak PHK, yaitu di Jawa Tengah sebanyak 10.692 pekerja, Jakarta sebanyak 4.649 orang, dan di Riau sejumlah 3.546 pekerja.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: 5 Dampak Serius bagi Indonesia Usai Trump Terapkan Tarif 32 Persen, Potensi PHK-IHSG Melemah


Penjelasan ekonom

Menanggapi hal itu, ekonom Universitas Gadjah Mada, Eddy Jurnasin mengatakan, statistik tersebut tidak menunjukkan adanya masalah pada perekonomian Indonesia.

"Saya jelaskan, jumlah pekerja meningkat sebanyak 3,59 juta pada Februari 2025 dibandingkan Februari 2024," kata Eddy saat dihubungi Kompas.com, Selasa (6/5/2025).

"Sementara itu, angka pengangguran terbuka bulan Februari 2025 sebanyak 4,76 persen," lanjut dia.

Sebagai perbandingan, Eddy menunjukkan bahwa angka pengangguran di Amerika Serikat pada bulan April 2025 sebesar 4,2 persen.

Karenanya, meskipun ada PHK selama 2025, secara statistik tidak ada tanda perekonomian Indonesia sedang distressed, jika mengacu pada lapangan kerja dan pengangguran.

"Pemerintah perlu terus membantu perluasan lapangan kerja, mengomunikasikannya dengan baik, dan menghibur rakyat yang masih fase menganggur," jelas dia.

Baca juga: Hong Kong Akan PHK 10.000 PNS demi Menghemat Anggaran

Tren PHK kemungkinan berlanjut

Sementara itu, Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin berpendapat, kemungkinan tren PHK akan terus berlanjut dan sudah diperkirakan banyak pihak.

"Penurunan daya beli dan perlambatan ekonomi belum berhasil dihentikan, bahkan terus berlanjut. Kemungkinan tren PHK akan berlanjut juga," ujar Wijayanto saat dihubungi secara terpisah, Selasa (6/5/2025).

Dia menjelaskan, kondisi bisnis yang semakin tidak kondusif menyebabkan pelaku usaha menahan diri untuk memperluas dan melakukan rasionalisasi usaha.

Berbagai kondisi saat ini justru semakin memperburuk situasi.

"Kenaikan UMP lalu yang dianggap tidak realistis, premanisme ormas yang makin marak, pernyataan penghapusan kuota dan TKDN, serta komentar penghapusan outsourcing, adalah faktor yang ikut memperberat para pengusaha," terangnya.

"Trade war ikut memperburuk situasi," lanjut dia.

Baca juga: Babak Baru Kebangkrutan Sritex, Proses PHK Karyawan Disebut Ilegal

Wijayanto mengatakan, perlambatan ekonomi dan tingginya angka PHK murni bersifat domestik dan struktural.

Karena itu, pemerintah harus mencari solusi, tanpa menyalahkan dan mengambinghitamkan Trade War.

Wijayanto menambahkan, program pemerintah harus berfokus pada peningkatan daya beli rakyat dan penciptaan lapangan kerja.

"Data PHK yang sesungguhnya bisa 3-4 kali lebih tinggi karena banyak PHK yang tidak terpantau. Banyak PHK yang dinarasikan sebagai pengunduran diri dan banyak pekerja kontrak yang tidak diperpanjang," jelas dia.

Baca juga: Ramai soal Iuran BPJS Kesehatan Tetap Berjalan Usai Pekerja Kena PHK, Bagaimana Aturannya?

Angka PHK yang sebenarnya jauh lebih tinggi

Senada, Direktur Eksekutif Center of Economic Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengamini bahwa data PHK kemungkinan 3 kali lebih banyak dari data pemerintah.

"Angka PHK yang disampaikan pemerintah sebenarnya masih underestimate karena angka PHK di sektor outsourcing, pegawai kontrak yang tidak berlanjut masa kerjanya, serta pekerja sektor informal tidak terdata oleh dinas ketenagakerjaan," terang Bhima saat dihubungi, Selasa (6/5/2025).

Ia menambahkan, masifnya PHK menunjukkan tanda bahwa ekonomi sedang memburuk.

Karena itu, dia memperkirakan akan terjadi resesi teknikal pada kuartal kedua 2025, yaitu ketika pertumbuhan ekonomi secara quarter to quarter akan kontraksi. 

Apalagi, data impor bahan baku sepanjang Januari hingga Maret 2025 hanya tumbuh 2 persen. Bahkan, angka itu menurun pada Maret 2025.

"Impor bahan baku  yang turun menandakan perusahaan sedang tahan peningkatan kapasitas produksinya dan bersiap lakukan berbagai efisiensi," kata dia.

Karena itu, Bhima mengimbau masyarakat untuk bersiap dengan skenario resesi teknikal.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi