KOMPAS.com - Kode STBLD yang termuat di akta kelahiran Warga Negara Indonesia (WNI) tengah menuai sorotan warganet di media sosial Thread dan X.
Di Thread, warganet menyebut bahwa kode STBLD merupakan warisan dari Belanda saat menduduki Hindia Belanda (kini Indonesia). Kode ini disebut bertujuan untuk membedakan hak WNI berdasarkan kasta dan etnis mereka.
"Stbld itu kode peninggalan Belanda untuk memecah belah warga indonesia seperti kasta berdasarkan etnis
Stbld. 1920, muslim pribumi, Stbld 1933 Nasrani pribumi, Stbld 1917 warga keturunan Cina, Arab, India dan lainnya dari lainnya dari timur, Stbld 1849 warga negara Indonesia keturunan Eropa atau warga negara asing. Kasta tertinggi 1849, dibawahnya 1917, di bawahnya lagi 1933. Paling rendah 1920 <- ga boleh sekolah, susah dpt kerja, dll kaum marginal. Ini akar dari kebencian 1920 ke 1917," tulis akun @li****** * (10/3/2025).
Di media sosial X, kode STBLD disebut membuat orang Indonesia tidak mendapat hak selayaknya etnis-etnis lainnya.
"Pantesan rata-rata orang Indonesia ga dapet privilege, ternyata stbldnya 1920. Coba kalian cek stbld kalian masing-masing, apakah ada yang stbldnya europanen (kasta tertinggi)," tulis @som********, Sabtu (3/5/2025).
Lantas, apa itu kode STBLD?
Baca juga: Meralat Salah Tulis dalam Akta Kelahiran, Apa Saja Dokumen yang Dibutuhkan?
Arti kode STBLD di akta kelahiran
Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Dukcapil Handayani Ningrum menjelaskan, kode STBLD di akta kelahiran merupakan kependekan dari kata "Staatsblad".
Staatsblad adalah istilah dalam bahasa Belanda yang berarti lembaran negara atau berita negara.
Staatsblad berisi informasi tentang peraturan perundang-undangan kolonial Hindia Belanda yang berlaku di Hindia Belanda (sekarang Indonesia).
"Dengan demikian, STBLD merupakan kode peninggalan Belanda, mengenai peraturan pencatatan sipil yang membagi penduduk berdasarkan penggolongan penduduk (suku, keturunan)," kata kepada Kompas.com, Selasa (6/5/2025).
Lebih lanjut, berikut ini arti kode STBLD di akta kelahiran:
1. Golongan Eropa (Reglement op het Holden der Registers van den Burgerlijken Stand voor Europeanen)
- Kode STBLD 1849:25 sebagaimana telah diubah terakhir dengan STBLD 1946:136);
2. Golongan China (Bepalingen voor Geheel Indonesie Betreffende het Burgerlijken Handelsrecht van de Chinezean)
- Kode STBLD 1917:129 jo. STBLD 1939:288 sebagimana diubah terakhir dengan STBLD 1946:136)
3. Golongan Indonesia (Reglement op het Holden van de Registers van den Burgerlijeken Stand voor Eenigle Groepen v.d nit tot de Onderhoringer van een Zelfbestuur, behoorende Ind. Bevolking van Java en Madura)
- Kode STBLD 1920:751 jo. STBLD 1927:564.
4. Golongan Kristen Indonesia (Huwelijksordonantie voor Christenen Indonesiers Java, Minahasa en Amboiena)
- Kode STBLD 1933:74 jo. STBLD 1936:607 sebagaimana diubah terakhir dengan STBLD 1939:288).
Baca juga: Cara Lihat Akta Kelahiran Online 2025 Pakai Aplikasi di HP
Benarkah kode STBLD diberikan untuk memecah WNI?
Seperti yang sudah dijelaskan, kode STBLD adalah kode warisan Belanda mengenai peraturan pencatatan sipil yang membagi penduduk berdasarkan golongan suku dan etnis.
WNI yang memiliki kode STBLD di akta kelahiran adalah mereka yang dokumen akta kelahirannya diterbitkan pada masa sebelum Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2006 tentang Adminduk berlaku di mana Kutipan Akta Kelahiran menggunakan kode STBLD dengan kertas sekuriti mengacu pada Kepmendagri Nomor 94 Tahun 2003 tentang Spesifikasi, Pengadaan, dan Pengendalian Blangko Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk, Buku Register Akta dan Kutipan Akta Catatan Sipil.
Sayang, saat ditanya maksud dan tujuan Pemerintahan Belanda menggunakan kode tersebut, Handayani tak mengetahui dengan pasti.
"Kalau di waktu Belanda apa tujuannya saya kurang paham," kata dia.
Handayani hanya memastikan, kode STBLD tersebut sudah tidak berlaku lagi sekarang.
Baca juga: Cara Buat Akta Kelahiran Anak yang Lahir di Luar Kota
Kode STBLD pada akta kelahiran sudah tidak berlaku
Kode STBLD resmi tidak dicantumkan kembali di akta kelahiran sejak UU Nomor 23 Tahun 2006 diterbitkan pada 29 Desember 2006.
UU Nomor 23/2006 itu mencabut ketentuan pasal 4 STBLD Pasal 106 huruf b, c, d dan e.
"Jadi semenjak Indonesia punya UU No 23/2006 tentang Adminduk maka STBLD enggak dipakai lagi," kata Handayani.
"Sehingga secara yuridis kegiatan penyelenggaraan Adminduk dalam memberikan perlindungan hukum dan hak-hak sipil penduduk berpedoman pada kebijakan Adminduk dimaksud tanpa adanya perlakuan diskriminatif," imbuhnya.
Dia menerangkan, aturan tersebut juga merupakan upaya Pemerintah Indonesia untuk memiliki aturan sendiri di mana setiap penduduk mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan, baik di bidang pendaftaran penduduk maupun pencatatan sipil tanpa mendasar pada penggolongan penduduk (suku, keturunan) sebagaimana sebelumnya diatur dalam berbagai peraturan produk kolonial Belanda dimaksud.
Selanjutnya, aturan tersebut diikuti dengan diterbitkannya Permendagri yang intinya tidak mencantumkan istilah STBLD pada akta pencatatan sipil, yaitu Permendagri No 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Peningkatan Cakupan Kepemilikan Akta Kelahiran (menghapus elemen data STBLD dalam formulasi kalimat dalam akta pencatatan sipil) dan Permendagri No 118 Tahun 2017 tentang Blangko Kartu Keluarga, Register dan Kutipan Akta Pencatatan Sipil (mencabut Kepmendagri Nomor 94 Tahun 2003 dan menghapus elemen data STBLD dalam formulasi kalimat pada akta pencatatan sipil.
Saat ini, Handayani memastikan, akta pencatatan sipil berpedoman pada Permendagri No 109 Tahun 2019 tentang Formulir dan Buku yang Digunakan Dalam Adminduk, yang mengamanatkan sebagai berikut:
Formulasi kalimat pada akta pencatatan sipil, Istilah STBLD tidak dicantumkan/digunakan.
Blangko Akta pencatatan sipil menggunakan kertas putih A4 HVS 80 gram (Pasal 14) dan berlaku sejak tanggal 30 Juni 2020 (Pasal 21).