KOMPAS.com - Japan Air Lines 123 jatuh di wilayah pegunungan Prefektur Gunma, Jepang pada 12 Agustus 1985, menyebabkan 520 dari 524 orang di dalam pesawat meninggal.
Saat itu, Japan Air Lines 123 tengah melayani penerbangan Bandara Haneda, Tokyo menuju Bandara Itami, Osaka, Jepang.
Mengetahui Boeing 747 yang ditumpangi bakal mengalami kecelakaan, sejumlah penumpang menyempatkan untuk menulis surat perpisahan.
Dikutip dari BBC (18/8/2015), Japan Air Lines (atau Japan Airlines) membuka museum yang didedikasikan untuk insiden memilukan tersebut pada bulan April 2006.
Museum ini berisi surat-surat yang ditulis oleh para penumpang kepada orang-orang terkasih, puing-puing pesawat, dan perpustakaan keselamatan penerbangan.
Sebagai bentuk penghormatan dan pengingat terhadap peristiwa itu, semua staf maskapai diwajibkan pernah mengunjungi museum tersebut.
Lantas, bagaimana ceritanya?
Baca juga: Kisah Penerbangan Saudia 163: Saat Pintu Dibuka di Bandara, 301 Penumpang Ditemukan Sudah Tewas
Kronologi tragedi Japan Air Lines 123
Profesor investigasi keselamatan dan kecelakaan di Cranfield University, Graham Braithwaite, pada 2015 lalu menceritakan kronologi tragedi Japan Air Lines 123.
Kronologi bermula ketika Japan Air Lines 123 yang membawa total 524 orang di dalam pesawat lepas landas dari Tokyo.
Namun, ketika terbang dalam perjalannya menuju Osaka, pesawat dengan empat mesin jet itu mengalami permasalahan.
Saat itu, sekat kedap udara antara kabin dan ekor pesawat robek yang memicu perubahan tekanan meniup stabilisator vertikal atau sirip ekor.
Hal tersebut juga menghancurkan sistem hidrolik. Pesawat Boeing 747 itu pun meluncur ke atas dan ke bawah di udara.
Baca juga: Kisah Pesawat Iran Air 655, Ditembak Rudal AS dan Hancur di Angkasa, 290 Orang Tewas
“Awak pesawat dengan gagah berani berjuang selama lebih dari setengah jam,” ucap Braithwaite.
Namun, pada saat pesawat turun ke ketinggian 13.500 kaki, awak pesawat melaporkan telah kehilangan kendali.
Akhirnya, pesawat berbadan lebar itu memulai penurunan ketinggian yang curam untuk terakhir kalinya.
“Mereka berada di atas medan yang cukup bergunung-gunung,” ujar Braithwaite.
Sayap pesawat kemudian menabrak punggung bukit. Setelah itu, pesawat menabrak punggung bukit kedua, badannya terbalik dan jatuh dengan posisi telentang.
Sejak terjadinya dekompresi hingga jatuhnya pesawat, total waktu yang berlalu adalah sekitar 32 menit.
Dalam waktu itulah, beberapa penumpang yang menyadari nasib mereka menyempatkan diri menulis surat perpisahan untuk keluarga tercinta, meninggalkan jejak terakhir sebelum semuanya berakhir tragis.
Baca juga: Kisah China Airlines 611, Pesawat Pecah di Angkasa, Seluruh Penumpang dan Awak Jatuh di Perairan
Penyebab kecelakaan Japan Air Lines 123
Para penyelidik menyimpulkan bahwa kecelakaan tersebut disebabkan oleh pekerjaan perbaikan yang salah setelah ekor pesawat menghantam landasan pacu tujuh tahun sebelumnya.
Kerusakan tersebut seharusnya diperbaiki dengan menggunakan satu pelat dan tiga baris paku keling.
Namun para insinyur Boeing menggunakan dua pelat terpisah, satu dengan dua baris paku keling dan satu lagi dengan satu paku keling.
Japan Airlines juga dinyatakan telah gagal mendeteksi kerusakan tersebut hingga akhirnya menyebabkan kecelakaan.
Baca juga: Kisah Malaysia Airlines MH17, Ditembak Rudal Buatan Rusia dan Hancur di Angkasa
Penumpang sempat memfoto momen sebelum tragedi
Satu keluarga yang terdiri dari Satoshi Ogawa dan Masako Ogawa serta salah satu anak mereka, Chisako Ogawa menjadi korban dalam tragedi Japan Air Lines 123 itu.
Keluarga itu dalam perjalanan pulang ke Osaka setelah berlibur di Tokyo Disneyland. Sedangkan seorang anak lainnya dari pasangan itu, Ryoichi Ogawa tidak ikut berlibur.
Dilansir dari The Asahi Shimbun (13/8/2020), tim penyelamat menemukan kamera dan barang-barang pribadi milik keluarga Ogawa tersebut di puing-puing pesawat.
Tim penyelamat diketahui membutuhkan waktu sekitar satu minggu untuk menemukan ketiganya.
“Saya sangat tegang. Sejujurnya, saya tidak merasakan kesedihan,” kata Ryoichi Ogawa, mengenang hari-hari yang dihabiskan untuk menunggu kabar keluarganya usai insiden.
“Saya tidak ingat banyak menangis,” lanjutnya.
Kamera itu menyimpan foto-foto keluarga Ogawa memotret bagian dalam pesawat sebelum insiden terjadi.
Baca juga: Kisah Saudi Arabian Airlines 763, Tabrakan dengan Kazakhstan Airlines 1907 Saat Berada di Udara
Dari dalam gulungan roll film kamera itu, polisi mengungkapkan ada 10 gambar yang dipotret oleh keluarga Ogawa.
Sebagian besar foto diambil ketika Japan Air Lines 123 baru saja lepas landas dari bandara, berupa pemandangan dari jendela pesawat.
Namun kesan dua foto terakhir yang dipotret keluarga Ogawa berubah drastis, ketika pesawat mulai mengalami masalah.
Salah satu foto menampilkan masker oksigen tergantung di langit-langit pesawat. Kemungkinan besar itu adalah momen sesaat setelah sekat penahan tekanan pesawat pecah.
Sebuah foto lainnya menangkap seorang pramugari yang berdiri di lorong. Pramugari itu menginstruksikan para penumpang untuk mengenakan masker.
“Ini adalah satu-satunya foto yang kami temukan yang menangkap apa yang terjadi di dalam pesawat,” kata polisi kepada Ryoichi Ogawa.
Polisi itu meyakini bahwa foto-foto sebelum kecelakaan itu, diporter oleh sang ayah. Kamera itu pun disimpan sementara oleh kepolisian Gunma sebagai bagian dari penyelidikan atas kecelakaan.
Kamera tersebut kemudian dikembalikan kepada Ryoichi Ogawa beberapa tahun berikutnya.
Baca juga: Kisah Helios Airways 522, Terbang Tanpa Pilot, Jatuh di Athena Tewaskan 121 Orang
“Saya ingin foto-foto ini menjadi pencegah kecelakaan,” pikir dia.
Dia kemudian mengadakan konferensi pers dan menunjukkan enam dari 10 foto tersebut kepada media.
Ryoichi Ogawa masih bertanya-tanya, apa yang membuat ayahnya memotret momen kacau di pesawat. Namun dia menyadari bahwa tidak bisa mendapatkan jawabannya.
Pada tahun 2015, Ogawa menyumbangkan sebagian foto-foto tersebut ke museum Japan Airlines, serta untuk pelatihan dan pendidikan keselamatan di Ota Ward, Tokyo.
Ogawa mengetahui bahwa banyak orang yang bekerja di industri transportasi dan medis telah melakukan tur ke fasilitas tersebut.
Dia kemudian berpikir bahwa gambar-gambar itu mungkin membuat dampak positif terhadap mereka yang bertanggung jawab untuk melindungi kehidupan orang, tidak hanya pekerja maskapai penerbangan.
Foto-foto tersebut kini dipajang bersama dengan puing-puing pesawat dan catatan perpisahan yang ditinggalkan para penumpang.
“Semoga foto-foto keluarga saya membuat para pengunjung berpikir tentang keselamatan dan apa yang menyebabkan kecelakaan itu,” kata Ogawa.
Baca juga: Kisah Penerbangan Aloha Airlines 243, Atap Pesawat Robek di Udara, 1 Pramugari Terlempar ke Angkasa
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.