KOMPAS.com - Program mengirim anak-anak nakal ke barak militer oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menuai pro dan kontra dari berbagai pihak.
Diketahui bahwa program ini sudah mulai dijalankan sejak 2 Mei 2025, salah satunya di Purwakarta.
Dilansir dari Kompas.com, Sabtu (3/5/2025), sebanyak 29 pelajar tingkat SMA dan SMK di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, dikirim ke barak militer Rindam III/Siliwangi di Kota Bandung untuk mengikuti program pendidikan karakter.
Bupati Purwakarta Saepul Bahri Binzein mengatakan, di barak militer, siswa dapat mengikuti berbagai materi seperti latihan fisik, pendidikan kebangsaan, penguatan kedisiplinan, serta pembinaan mental dan keagamaan.
Zein menambahkan, anak-anak yang mengikuti pendidikan adalah siswa yang terlibat kenakalan remaja, seperti tawuran, sering bolos sekolah, dan penyalahgunaan narkoba.
Lantas, bagaimana pendapat berbagai tokoh terkait program pendidikan barak militer tersebut?
Baca juga: Kirim Siswa Nakal ke Barak Militer Jadi Program Nasional? Pengamat Pendidikan Beri Catatan Ini
Menteri HAM dukung program pendidikan militer
Dilansir dari Kompas.com, Selasa (13/5/2025), Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai mengungkapkan persetujuan terhadap kebijakan Dedi Mulyadi mengirim anak nakal ke barak militer.
Menurut dia, kebijakan tersebut bukanlah bagian dari corporal punishment, melainkan sebagai cara membentuk karakter, disiplin, dan mental anak.
"Kebijakan gubernur Jawa Barat yang mau bukan mengirim ya mau mendidik anak-anak nakal di barak tentara, dalam perspektif HAM, saya pertegaskan tidak melanggar HAM, karena program itu tidak melakukan yang disebut corporal punishment," ujar Natalius Pigai di kantor KemenHAM, Jakarta, pada 6 Mei 2025.
Pigai menjelaskan bahwa corporal punishment adalah hukuman fisik yang diberikan pendidik terhadap murid dengan cara yang bertentangan dengan prinsip, seperti memukul.
Pendidikan militer oleh Dedi Mulyadi dinilai Pigai tidak melanggar HAM karena program dilaksanakan tanpa perlakuan atau hukuman fisik tersebut.
Karena itu, dia mengatakan hendak mengusulkan skema pendidikan militer kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (mendikdasmen) apabila program di Jawa Barat berhasil.
Komnas HAM: program perlu dievaluasi
Sementara itu, Ketua Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Atnike Nova Sigiro menyatakan bahwa kebijakan pendidikan militer perlu dievaluasi.
Hal ini disebabkan oleh pendidikan untuk kalangan sipil atau masyarakat bukanlah kewenangan dari lembaga militer.
"Sebenarnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan civil education. Mungkin perlu ditinjau kembali rencana itu," terang Atnike di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat pada 2 Mei 2025.
Dia mengatakan, anak-anak nakal tidak masalah bila dibawa ke barak TNI untuk melakukan kegiatan edukasi karier, seperti mengetahui tugas-tugas TNI.
Meski begitu, kata Atnike, tidak tepat bila anak-anak dilatih seperti TNI.
Baca juga: Kebijakan Siswa Nakal Dimasukkan ke Barak Militer, Apa Saja yang Perlu Diketahui?
Dedi Mulyadi sebur akan diskusi dengan Mendikdasmen
Dilansir dari Antara, Dedi Mulyadi sempat menyampaikan rencana unruk berdiskusi dengan Mendikdasmen, Abdul Mu'ti terkait pendidikan karakter bagi siswa bermasalah di barak militer.
Dedi Mulyadi mengungkapkan rencana tersebut setelah berdiskusi dengan Menteri HAM, Natalius Pigai di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Kamis (8/5/2025).
Gubernur Jawa Barat itu mengungkapkan bahwa programnya merupakan solusi terbaik sebab pihak sekolah di jawa Barat tidak bisa menyelesaikan masalah pola hidup disiplin pada siswa.
Dalam dikusinya bersama Pigai, Dedi mengaku bahwa program pendidikan militer tidak melanggar HAM.
Justru, kata dia, pendidikan di barak militer melatih disiplin siswa dalam menerima pelajaran secara baik.
Menteri Pendidikan belum berkomentar
Bulan lalu, Menteri Pendidikan Dasar Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti sempat dimintai pandangan terkait program Dedi Mulyadi tersebut.
Dilansir dari Kompas.com, Selasa (29/4/2025), Abdul Mu'tia tidak banyak berkomentar mengenai pendidikan militer di tingkat SMA/SMK.
"Soal itu (pendidikan militer), tanyakan pada ahli pendidikan saja ya," ujar Mu'ti saat ditemui wartawan dalam acara Konsolidasi Pendidikan Dasar Menengah Tahun 2025 di Depok, Jawa Barat, pada Selasa (29/4/2025).
Dia tidak menanggapi lebih lanjut dan kembali masuk ke dalam gedung tempat penyelenggaraan Konsolidasi Pendidikan Dasar Menengah Tahun 2025.
Catatan pengamat pendidikan
Sementara itu, Pengamat Pendidikan, Ina Liem sempat mengungkapkan persetujuan terhadap program pengiriman siswa nakal ke barak militer, dengan memberikan catatan.
Dia berpandangan bahwa kebijakan tersebut sebagai intervensi yang tepat sasaran, khusunya bagi anak-anak yang selama ini tersisih dari sistem pendidikan konvensional.
Menurutnya, banyak anak dicap nakal bukan karena bermasalah secara moral melainkan kehilangan ruang untuk merasa berhasil, baik di rumah maupun sekolah.
"Ini bukan tentang disiplin semata, tapi soal memberi mereka ‘sense of achievement’,” ujar Ina dikutip dari Kompas.com, Kamis (8/5/2025).
Ina menambakan catatan bahwa narasi kebijakan Dedi Mulyadi juga perlu diperbaiki dengan menekankan bahwa pengiriman siswa ke barak militer tersebut sebagai bentuk pengakuan dan harapan, bukan sebagai hukuman.
Selain itu, perlu dipastikan juga bahwa pendekatan ini tetap menjunjung hak-hak anak dan tidak menggunakan praktik kekerasan.
“Namun sebagai strategi kebijakan pendidikan untuk mengembalikan nilai-nilai kebangsaan yang mulai luntur, inisiatif ini layak dipertimbangkan secara serius,” terang Ina.
(Sumber: Kompas.com/Aditya Priyatna Darmawan | Editor: Irawan Sapto Adhi, Novianti Setuningsih, Wahyu Adityo Prodjo)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.