KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi bahwa musim kemarau tahun ini lebih pendek dari biasanya.
Artinya, musim kemarau 2025 akan berlangsung lebih singkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya di banyak wilayah Indonesia.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto menyampaikan agar tetap mengoptimalkan fungsi infrastruktur sumber daya air.
“Seperti penyiapan kapasitas pada sistem drainase dan tampungan air, untuk mencegah terjadinya banjir dan memanfaatkannya saat musim kemarau,” kata dia kepada Kompas.com, Kamis (15/5/2025).
Baca juga: Kenali Beda Tanda Hujan Deras Berdurasi Singkat dan Gerimis yang Berlangsung Lama
Musim kemarau 2025 sampai bulan apa?
Guswanto menyampaikan bahwa musim kemarau di Indonesia pada tahun ini akan berlangsung sampai Agustus 2025.
“September-November sudah pancaroba lagi,” tuturnya.
Setelah itu pada Desember 2025 sampai dengan Februari 2026, Indonesia akan berada di musim hujan.
Sebagai informasi, musim kemarau di Indonesia tidak berlangsung serentak atau terjadi secara bertahap.
Musim kemarau dimulai dari bagian tenggara, yakni sebagian Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur pada Maret 2025.
Kemudian bergerak ke barat (Jawa bagian tengah dan barat, serta Sumatera) dan utara (Kalimantan dan sebagian Sulawesi).
Setelah itu, musim kemarau akan berakhir di wilayah timur Indonesia, yakni Maluku dan Papua pada Agustus 2025.
Baca juga: Ada Fenomena Cerah, Hujan, Reda, dan Hujan Kembali dalam Waktu Singkat, Apa yang Terjadi?
Apa penyebab musim kemarau lebih pendek?
Guswanto mengatakan, terdapat beberapa hal atau faktor yang menjadi penyebab musim kemarau 2025 di Indonesia lebih pendek.
Salah satu faktor yang mengakibatkan musim kemarau jadi lebih pendek, yaitu kondisi La Nina lemah.
“Diprediksi akan mengalami La Nina lemah, yang dapat meningkatkan curah hujan di beberapa wilayah Indonesia,” ucap Guswanto.
La Nina adalah anomali iklim global yang ditandai dengan keadaan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik tropis bagian tengah dan timur yang lebih dingin dibandingkan suhu normalnya.
Baca juga: Tak Hanya Merusak, Badai Tropis Juga Memberi Manfaat bagi Bumi, Apa Saja?
Kemudian faktor kedua, yakni suhu laut yang mengalami peningkatan dan memengaruhi pola cuaca di Indonesia, termasuk curah hujan.
“Tetapi dalam kasus ini, tidak menyebabkan kemarau panjang karena kondisi ENSO yang netral,” ujar Guswanto.
ENSO atau El Nino-Southern Oscillation adalah anomali pada suhu permukaan laut di Samudra Pasifik di pantai barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi daripada rata-rata normalnya.
Baca juga: Ramai soal Tak Ada Badai yang Melintasi Garis Khatulistiwa, Ini Kata BMKG
“Sehingga musim kemarau tidak terlalu panjang,” ungkap Guswanto.
Dia mengingatkan, curah hujan tersebut berpotensi memicu bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor.
Baca juga: Ramai soal Kemunculan “Rip Current” di Pantai Parangtritis dan Disebut Berbahaya, Apa Itu?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.