Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Sindrom Williams, Orang dengan Kepribadian Terlalu Ramah ke Siapa Saja

Baca di App
Lihat Foto
UNSPLASH/FUU J
Ilustrasi seseorang mengalami Sindrom Williams.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Umumnya, ketika seseorang bertemu dengan orang asing, akan cenderung menjaga jarak atau menghindar.

Namun, hal ini justru tidak berlaku bagi seseorang yang mengalami Sindrom Williams.

Orang dengan Sindrom Williams cenderung memperlakukan orang asing layaknya sahabat baru.

Bayangkan Anda sedang berjalan di jalan, lalu merasakan kasih sayang dan kehangatan yang mendalam terhadap setiap orang yang Anda temui. 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Itulah hal yang biasa dialami oleh orang-orang dengan Sindrom Williams (WS), sebuah kondisi genetik langka yang terjadi pada sekitar 1 dari 7.500 orang.

Lantas, seperti apa orang yang mengalami Sindrom Williams?

Baca juga: Apa Itu AMS, Sindrom Awal yang Diduga Jadi Penyebab Pendaki Puncak Carstensz Meninggal?

Kesulitan menilai orang berniat baik atau jahat

Dilansir dari BBC, Kamis (15/5/2025), orang dengan Sindrom Williams sering disebut sebagai "kebalikan dari autisme".

Orang yang mengalami autisme cenderung sulit berkomunikasi, berhubungan sosial, dan belajar.

Berbeda dengan Sindrom Williams yang memiliki dorongan alami untuk memeluk dan menjalin pertemanan, bahkan dengan orang asing sekali pun. 

Mereka dikenal penuh kasih, empatik, cerewet, dan sangat ramah.  Setiap orang yang mereka temui diperlakukan seperti sahabat baru. 

Baca juga: Wabah Kelumpuhan Sindrom Guillain-Barre Landa India, 5 Orang Dilaporkan Tewas

Orang dengan WS terkadang juga terlalu terbuka dan percaya terhadap orang asing, tidak menyadari saat mereka dalam bahaya, sehingga membuat mereka rentan terhadap pelecehan dan perundungan.

“Orang dengan Sindrom Williams sangat mudah percaya, sehingga mereka rentan dimanfaatkan atau ditipu,” ujar Alysson Muotri, profesor pediatri sekaligus kedokteran seluler dan molekuler di University of California, San Diego (UCSD).

Ia menjelaskan bahwa individu dengan Sindrom Williams cenderung membuka diri sepenuhnya kepada siapa pun tanpa rasa curiga.

Pasalnya, individu dengan Sindrom Williams kesulitan membedakan dan menilai apakah seseorang datang dengan maksud baik atau jahat.

Baca juga: Sindrom Patah Hati, Saat Kehilangan Orang Tersayang Bisa Mematikan

Mudah cemas dan rentan kesepian

Meski dikenal ramah terhadap siapapun, orang dengan Sindrom Williams kesulitan untuk mempertahankan persahabatan dekat dan rentan terhadap kesepian.

Hanya sebagian kecil orang dengan Sindrom Williams yang mampu hidup mandiri saat dewasa.

Sementara banyak di antara mereka justru mengalami kecemasan yang cukup parah. 

Kondisi ini juga sering disertai berbagai masalah kesehatan, seperti gangguan kardiovaskular, keterlambatan perkembangan, serta kesulitan dalam belajar. 

Sebagian besar penderita besar WS juga memiliki IQ di bawah rata-rata.

Baca juga: Apa Itu Sindrom Pascapolio? Berikut Penyebab dan Gejalanya yang Perlu Diwaspadai

Ilmuwan ungkap bagaimana Sindrom Williams terjadi

Dalam sepuluh tahun terakhir, para ilmuwan semakin mendalami kondisi ini, yang membuka wawasan unik tentang bagaimana sifat-sifat khas manusia. 

Sifat-sifat khas manusia tersebut meliputi kebaikan, kepercayaan, dan kasih sayang yang dapat berkembang melalui proses evolusi.

Manusia memiliki 46 kromosom yang tersusun dalam 23 pasang. Saat sperma atau sel telur berkembang, terjadi proses yang disebut rekombinasi, di mana materi genetik saling bertukar antara pasangan kromosom yang cocok. 

Namun, pada Sindrom Williams, proses ini mengalami gangguan sehingga sebagian besar DNA dari salah satu salinan kromosom tujuh hilang secara tidak sengaja. 

Akibatnya, penderita WS kehilangan satu salinan dari 25-27 gen. Gen-gen tersebut menjalankan beragam fungsi penting. 

Baca juga: Kisah Natacha yang Menderita Long Covid dan Mengalami Sindrom Terkunci, Tak Mampu Berjalan dan Menangis

Salah satunya adalah gen ELN, yang memproduksi protein elastin, yaitu protein yang membuat jaringan tubuh tetap lentur dan elastis. 

Ketika elastin ini berkurang, dinding arteri menjadi kaku, sehingga penderita Sindrom Williams berisiko mengalami masalah kardiovaskular sepanjang hidup mereka.

Gen lain, yaitu BAZ1B, berperan dalam pertumbuhan sel-sel yang disebut sel neural-crest. 

Sel-sel ini adalah sel induk yang nantinya membentuk berbagai jaringan, termasuk tulang dan tulang rawan wajah. 

Itulah sebabnya, orang dengan Sindrom Williams memiliki ciri-ciri wajah yang khas, seperti dahi lebar, hidung kecil dengan ujung mancung dan pangkal hidung datar, mulut lebar dengan bibir bawah penuh, gigi kecil dan terpisah-pisah, pipi menonjol, dan mata lebar dengan lipatan kulit tambahan di sudut dalam (epicanthal folds).

Bentuk wajah orang dengan Sindrom Williams sangat khas, dan sering disebut elfin face atau wajah mirip peri.

Baca juga: Kisah Celia, Wanita yang Tidak Makan Selama 4 Tahun akibat Sindrom Langka

Peran Gen Gtf2i pada Sindrom Williams

Beberapa peneliti berpendapat bahwa gen bernama GTF2I mungkin menjadi penyebab Sindrom Williams.

Hal ini diungkap oleh seorang profesor madya di Universitas Tel Aviv di Israel, Boaz Barak dalam sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam Kids Frontiersin berjudul "Williams Syndrome: A Genetic Disorder That Causes People to Be Too Friendly" pada 14 Desember 2020.

Penelitian yang dilakukan oleh Barak dan Ela Bar menunjukkan bahwa hewan yang kekurangan gen ini cenderung lebih ramah dan mudah bergaul dibandingkan dengan rekan-rekan sejenisnya. 

Dalam penelitian yang belum dipublikasikan menemukan bahwa lalat buah tanpa gen tersebut lebih suka berkumpul saat makan. 

Baca juga: Ratu Malaysia Ingin Adopsi Bocah Sindrom Manusia Serigala, Apa Itu?

Tikus yang tidak memiliki GTF2I juga lebih mungkin mendekati tikus asing. 

Pada anjing, varian gen GTF2I yang kurang aktif mungkin menjadi alasan mengapa mereka lebih ramah dan bersahabat dibandingkan dengan serigala. 

Di sisi lain, manusia yang mengalami duplikasi gen ini biasanya mengembangkan bentuk autisme yang ditandai dengan ketakutan sosial atau fobia sosial.

"Dengan secara khusus menghapus gen Gtf2i dari sel saraf tikus, kami menemukan penurunan yang tak terduga pada ekspresi gen terkait mielin, jumlah oligodendrosit, serta konduktivitas saraf," kata Barak dalam kesimpulan akhir penelitian tersebut.

Temuan serupa juga terlihat pada jaringan manusia dengan Sindrom Williams. Data ini menunjukkan bahwa kerusakan mielin memegang peran penting dalam sindrom tersebut. 

Baca juga: Ramai soal Sindrom Nasi Goreng, Apa Itu?

Selain itu, penghapusan Gtf2i dari neuron kemungkinan menjadi penyebabnya. 

"Studi ini menekankan pentingnya ekspresi Gtf2i dalam sel saraf untuk perkembangan oligodendrosit dan pemeliharaan mielin yang sehat, serta bagaimana ketiadaan gen ini dapat berkontribusi pada beberapa gejala Sindrom Williams," jelas Barak.

Ia juga menegaskan, penelitian ini menekankan pentingnya mielin dan perilaku saraf dalam perilaku sosial pada Sindrom Williams. 

Gangguan mielin dapat menghambat komunikasi antar-area otak, sehingga memperbaiki fungsi mielin bisa menjadi pendekatan yang efektif untuk mengatasi gangguan perilaku pada penderita.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi