KOMPAS.com - Wilayah Indonesia diprediksi mengalami musim kemarau singkat hingga Agustus 2025.
Berdasarkan analisis klimatologi terkini, sebanyak 403 zona musim (ZOM) atau sekitar 57,7 persen wilayah Indonesia diperkirakan masuk musim kemarau pada April hingga Juni 2025.
Direktur Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Andri Ramdhani mengatakan, wilayah Nusa Tenggara menjadi yang paling awal mengalami musim kemarau dibandingkan daerah lainnya.
Namun, musim kemarau tahun ini secara keseluruhan diprediksi datang bersamaan atau lebih lambat dari normalnya di 409 ZOM atau sebesar 59 persen.
Baca juga: BMKG Deteksi Bibit Siklon 93P Saat Musim Kemarau, Waspada Cuaca Esktrem
Sementara itu, puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada Agustus 2025 dan berlangsung lebih singkat dari biasanya di 298 ZOM atau sebesar 43 persen.
BMKG juga menemukan beberapa wilayah yang dilanda hujan dengan intensitas sangat lebat dalam beberapa hari terakhir.
Contohnya, Kabupaten Jembrana, Bali pada Jumat (9/5/2025) dengan intensitas 121,4 mm/hari dan Kabupaten Sleman, DIY pada Senin (12/5/2025) dengan intensitas 115,3 mm/hari.
Berkaca pada kondisi tersebut, apakah musim kemarau 2025 lebih kering atau basah?
Baca juga: 14 Wilayah Jawa Tengah yang Masuk Musim Kemarau Pertengahan Mei 2025, Mana Saja?
Apakah musim kemarau 2025 lebih kering atau basah?
Andri menjelaskan, akumulasi curah hujan selama musim kemarau diperkirakan pada kategori normal.
Ia menegaskan tidak ada kecenderungan musim kemarau tahun ini lebih basah atau lebih kering.
Namun, ia menyebutkan bahwa masyarakat merasakan cuaca panas terik pada siang hari dan hujan ketika sore hingga malam hari dalam beberapa pekan terakhir.
Perubahan cuaca dari panas ke hujan dalam satu hari disebabkan oleh ciri khas masa peralihan dari musim hujan ke kemarau.
Baca juga: Ramai soal Pulau Jawa Terasa Panas dan Pengap Tanpa Awan, Berikut Penjelasan BMKG
“Kondisi atmosfer yang labil pada masa transisi ini berpotensi memicu terbentuknya awan konvektif seperti Cumulonimbus (CB) yang dapat menyebabkan cuaca ekstrem, seperti hujan lebat, petir, angin kencang, bahkan hujan es,” jelas Andri kepada Kompas.com, Jumat (16/5/2025.
“Keadaan dinamika atmosfer yang fluktuatif dan dapat berubah secara tiba-tiba pada periode ini,” tambahnya.
Andri menambahkan, karakteristik hujan saat musim kemarau 2025 cenderung tidak merata, berdurasi singkat,dan berintensitas sedang hingga lebat.
Hujan juga dapat disertai kejadian kilat atau petir dan angin kencang.
Baca juga: Warganet Mengeluh Cuaca Saat Pagi-Siang Panas tapi Malam Hujan, Ini Kata BMKG
Cuaca ekstrem tersebut terjadi karena musim pancaroba menyebabkan suhu ketika pagi dan siang hari menjadi kontras.
Peningkatan intensitas radiasi Matahari pada pagi hingga siang hari lalu berkontribusi terhadap penguatan proses konvektif di lapisan atmosfer bawah.
“Sehingga meningkatkan potensi terbentuknya awan konvektif pada sore hingga malam hari,” jelas Andri.
Ia menambahkan, hujan yang terjadi saat musim kemarau 2025 juga dipengaruhi oleh sirkulasi siklonik diprediksi terbentuk di Samudra Hindia barat daya Sumatera, Selat Makassar, perairan utara Maluku Utara, Maluku, dan perairan utara Papua Barat.
Sirkulasi siklonik tersebut membentuk daerah konvergensi memanjang di Samudra Hindia barat daya Sumatera, dari Sumatra Barat hingga perairan barat daya Lampung, dan Jawa Timur hingga perairan barat daya Banten.
Baca juga: BMKG Ungkap Wilayah Paling Panas di Indonesia Saat Kemarau 2025, Suhu Tembus 37 Derajat Celsius
Fenomena tersebut juga terbentuk di Gorontalo hingga Maluku Utara, Laut Banda hingga Laut Seram, Papua Tengah hingga Papua Barat dan dari Laut Arafuru sebelah barat Papua Tengah hingga Papua.
Di sisi lain, kombinasi antara Madden Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, gelombang Rossby Ekuator, dan gelombang Low Frequency pada wilayah dan periode yang sama terpantau aktif di beberapa titik.
Empat fenomena tersebut muncul di Laut Cina Selatan, Samudra Hindia barat Aceh hingga barat Sumatera Barat, Samudera Hindia barat daya Banten hingga Selatan Jawa Tengah, Aceh, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Timur.
Wilayah lainnya adalah Laut Sawu, Samudera Pasifik utara Maluku Utara, dan utara Papua.
“Sehingga berpotensi meningkatkan aktivitas konvektif serta pembentukan pola sirkulasi siklonik di wilayah tersebut,” terang Andri.
Baca juga: Kemarau Bikin Cuaca Panas-Minim Angin seperti Dipanggang, Ini Penjelasan BMKG
Wilayah yang berpotensi cuaca ekstrem pada 16-22 Mei 2025
Lebih lanjut, Andri membeberkan daftar wilayah yang berpotensi dilanda cuaca ekstrem, baik hujan lebat atau angin kencang, pada Jumat (16/5/2025) hingga Kamis (22/5/2025).
Berikut daftarnya:
Periode Jumat (16/6/2025) hingga Minggu (18/5/2025):- Hujan lebat:
- Jawa Barat
- Jawa Tengah
- Jawa Timur
- Bali
- Nusa Tenggara Barat (NTB)
- Kalimantan Timur
- Sulawesi Tengah
- Papua Tengah
- Papua Pegunungan
- Papua Selatan
- Angin kencang:
- Bali
- Nusa Tenggara Barat
- Nusa Tenggara Timur
- Maluku.
Baca juga: Warganet Mengeluh Suhu di Semarang Terasa Sangat Panas-Gerah, Ini Penjelasan BMKG
Periode Senin (19/52025) hingga Kamis (22/5/2025):- Hujan lebat:
- Kalimantan Timur
- Papua Tengah
- Papua Selatan
- Angin kencang:
- Jawa Timur
- Bali
- Nusa Tenggara Barat
- Nusa Tenggara Timur
- Maluku.
Baca juga: Mei 2025 Sudah Musim Kemarau, Kenapa Indonesia Masih Hujan? Ini Kata BMKG
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.