KOMPAS.com - Meskipun di luar sana sudah banyak anjuran "work life balance", pada kenyataannya masih banyak pekerja yang lembur.
Daripada pulang tepat waktu, pekerja memilih lembur untuk memenuhi target hingga menyelesaikan beban kerja yang dilimpahkan untuknya.
Pada beberapa kasus lain, banyak fenomena seorang karyawan mengerjakan lebih dari satu job desk pada posisinya.
Aktivitas lembur juga umum dijumpai di Indonesia, terutama bagi para pekerja di kota-kota besar.
Meskipun panjangnya durasi jam kerja tampak menunjukkan produktivitas seseorang, ternyata hal ini berpengaruh pada kesehatan termasuk kinerja otak.
Baca juga: Apa yang Perlu Dilakukan untuk Mencegah Penyumbatan Pembuluh Darah Otak? Berikut 8 Daftarnya
Terlalu banyak bekerja ubah struktur otak manusia
Berdasarkan jurnal Occupational & Environmental Medicine (2025), tim peneliti dari Korea Selatan menemukan bahwa terlalu banyak bekerja dapat berpengaruh pada struktur otak seseorang.
Mereka menemukan bahwa perubahan signifikan terjadi pada area otak yang terkait dengan kemampuan merencanakan, mengorganisasai, melaksanakan tugas, memori kerja, dan mengelola emosi.
Sebagai catatan, studi ini tidak membedakan sebab dan akibat. Namun, kemungkinan hubungan antara jam kerja panjang dan kesehatan otak menjadi perhatian.
"Meski konsekuensi perilaku dan psikologis dari kerja berlebihan telah banyak didokumentasikan, masih sedikit yang diketahui tentang efek langsungnya terhadap struktur otak," tulis para peneliti seperti yang dikutip dari Science Alert, Kamis (15/5/2025).
"Penelitian sebelumnya telah menyarankan bahwa stres kronis dan pemulihan yang tidak memadai dapat mengubah morfologi otak, tetapi bukti neuroimaging empiris masih terbatas," lanjut mereka.
Untuk diketahui, neurimaging merupakan teknik menghasilkan gambar otak tanpa melibatkan prosedur bedah.
Apa pengaruh durasi kerja dengan struktur otak?
Dalam penelitian tersebut, tim peneliti menganalisis hasil pemindaian otak 110 individu dan dihubungkan dengan kebiasaan kerja mereka.
Profesi sampel tersebut sebagian besar terdiri dari tenaga kesehatan dengan 32 orang punya jam kerja berlebihan setiap minggu (52 jam atau lebih).
Sementara 78 orang dari sampel tersebut bekerja dengan jam kerja standar.
Apabila dibandingkan dengan pekerja dengan jam kerja normal, mereka yang kerap lembur mempunyai "grey matter" atau "materi abu-abu" lebih besar di otak.
Misalnya, ditemukan peningkatan sebesar 19 persen pada volume gyrus frontal tengah, yakni bagian otak yang terlibat dalam fungsi kognitif.
Baca juga: 7 Tanda Penyumbatan Pembuluh Darah di Otak, Kenali Sebelum Terlambat
Menurut para peneliti, materi abu-abu di otak mempunyai arti positif maupun negatif.
Mereka tidak membuat kesimpulan pasti mengenai pengaruh materi abu-abu terhadap kesehatan otak. Akan tetapi, hal ini perlu diselidiki lebih lanjut.
Mengapa perlu studi lebih lanjut?
Ketika menilik pada studi lain, beberapa menghubungkan kerja berlebihan dengan kerusakan otak.
Studi-studi tersebut menunjukkan bahwa perubahan struktural yang diungkapkan dalam penyelidikan terbaru kemungkinan besar berarti kabar buruk daripada baik.
"Temuan ini menunjukkan bahwa jam kerja yang panjang dapat menyebabkan perubahan neuroadaptif yang berpotensi memengaruhi kesehatan kognitif dan emosional," terang para penliti.
Baca juga: 8 Kelompok Orang Paling Berisiko Alami Penyumbatan Pembuluh Darah Otak, Siapa Saja?
Penelitian ini sulit untuk menunjukkan generalisasi karena setiap pekerjaan memberikan pengaruh berbeda bagi otak.
Selain itu, faktor selain pekerjaan juga berpengaruh besar pada kesehatan seseorang.
Namun, kesimpulan umumnya menyebutkan bahwa terlalu bekerja tidak baik untuk kesehatan.
Sejak pandemi COVID-19, hubungan manusia dengan pekerjaan perlu ditinjau kembali.
Selain itu, tengah dilakukan eksperimen empat hari kerja dalam seminggu yang bisa menjadi pengingat pentingnya membatasi pekerjaan.
"Penelitian di masa depan sebaiknya mengeksplorasi implikasi jangka panjang dari perubahan struktur otak ini dan apakah hal tersebut menyebabkan penurunan kognitif atau gangguan kesehatan mental," papar para peneliti.
"Hasil ini menekankan pentingnya menangani kerja berlebihan sebagai isu kesehatan kerja dan menyoroti perlunya kebijakan tempat kerja yang mengurangi jam kerja berlebihan," sambung mereka.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.