Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aktivitas Semburan Matahari Meningkat, Apa Pengaruhnya Pada Bumi?

Baca di App
Lihat Foto
iStockphoto/rasslava
Ilustrasi matahari. Suhu permukaan Matahari sekitar 10.000 derajat Fahrenheit atau sekitar 5.500 derajat celsius.
|
Editor: Intan Maharani

KOMPAS.com - Beberapa hari terakhir, terjadi peningkatan aktivitas Matahari yang tajam. 

Aktivitas tinggi itu ditunjukkan dengan Matahari memuntahkan beberapa semburan surya (solar flare) yang sangat kuat.

Selain itu, semburan material panas juga dilepaskan oleh Matahari ke luar angkasa. 

Baca juga: Fenomena Halo Matahari Disebut Sebabkan Suhu Cuaca Menjadi Lebih Panas, Benarkah?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilansir dari Live Science, Jumat (16/5/2025), pusat tata surya itu memuntahkan beberapa semburan berkekuatan tinggi dalam rentang waktu singkat. 

Sebuah bintik matahari bernama AR4086 meledak dan memicu semburan yang berada di kelas X1.2 pada Selasa (13/5/2025). 

Kemudian pada Rabu (14/5/2025) dini hari, bintik AR4087 melepaskan semburan kelas M5.3 yang disusul semburan kelas X2.7 yang lebih kuat. Beberapa jam kemudian muncul lagi semburan dengan kekuatan kelas M7.7.

Sebagai akibatnya badai matahari itu, beberapa wilayah di Bumi yang menghadap Matahari mengalami pemadaman sinyal radio. 

Daerah-daerah tersebut antara lain, Amerika Utara dan Selatan, Eropa, Afrika, Timur Tengah, dan Asia Tenggara. 

Apa itu semburan surya dan bagaimana mengetahui kekuatannya?

Semburan surya merupakan letusan energi elektromagnetik yang sangat kuat. Fenomena itu berasal dari wilayah permukaan mahari yang punya aktivitas magnetik tinggi.

Umumnya, area di sekitar bintik matahari mempunyai aktivitas magnetik tinggi. 

Untuk diketahui, matahari sendiri mempunyai medan magnet kuat. Terkadang garis-garis medan magnetnya saling terpelintir dan kusut. 

Jika tekanan pada garis medan magnet menjadi terlalu besar, garis yang kusut bisa putus hingga kembali sejajar. 

Momen putusnya garis medan magnet itu melepaskan sejumlah besar energi magnetik yang tersimpan sebagai semburan matahari. 

Baca juga: Mulai Sore Ini Ada Fenomena Solstis Matahari, Apa Dampaknya?

Untuk mengenali kekuatannya, NOAA dari Pusat Prakiraan Cuaca Antariksa (Space Weather Prediction Center) telah membagi semburan surya ke dalam beberapa kategori. 

Mulai dari yang paling lemah hingga kuat, semburan surya ada di kategori A, B, C, M, dan X. 

Setiap kelasnya mewakili peningkatan kekuatan 10 kali lipat daripada sebelumnya. Di antara semua kategori, semburan surya kelas X paling kuat sekaligus paling jarang terjadi. 

Sebagai contoh, semburan M9 artinya sembilan kali lebih kuat daripada semburan M1. 

Paling baru, semburan X1.2 dan X2.7 tercatat menjadi yang terkuat dalam tujuh tahun terakhir setelah X9 pada Oktober 2024 lalu. 

Semburan-semburan surya ini telah mulai tercatat sejak Maret 2025. 

Apa yang terjadi dalam ledakan terbaru?

Pada Rabu lalu, semburan X2.7 terjadi dibarengi dengan ledakan massa korona (coronal mass ejection/CME), letusan besar partikel bermuatan dari Matahari. 

Apabila sinar-X sampai ke Bumi dalam 8 menit, CME memiliki kecepatan berbeda.

Untuk sampai ke Bumi, CME membutuhkan beberapa hari karena mempunyai kecepatan sekitar 250-3.000 km/detik.

Jika mengarah ke Bumi, CME akan memicu badai geomagnetik yang menyebabkan Aurora, gangguan listrik, dan masalah pada satelit serta GPS. 

Sama halnya dengan semburan surya, badai geomagnetik terbagi berdasarkan kekuatannya mulai dari G1 yang terlema hingga terkuat G5. 

Badai geomagnetik G5 yang mencapai atmosfer Bumi dapat menyebabkan aurora dan pemadaman listrik total di beberapa wilayah. 

CME kali ini diprediksi tidak akan mencapai Bumi. Posisi bintik matahari AR4087 yang masih berada di tepi timur laut matahari, membuat badainya tidak mengarah ke Bumi.

Posisi bintik matahari itu justru mengarah ke planet Mars dan menyebabkan aurora di atmosfernya. Berdasarkan model milik NASA, CME mencapai Mars pada Minggu (18/5/2025).

Baca juga: Gravitasi Mars Tarik Bumi Makin Dekat ke Matahari, Apa Dampaknya?

Adakah pengaruhnya pada Bumi?

Menurut perkiraan NOAA, bintik matahari AR4087 akan bergerak perlahan ke arah tengah Matahari pada beberapa ke depan.

Artinya, bintik matahari itu akan menghadap Bumi. Jika bintik itu melepaskan semburan ketika sudah berada di tengah, maka Bumi akan langsung merasakan dampaknya.

Adapun kelas semburan yang diperkirakan bisa terjadi jika AR4087 menyebabkan badai matahari yakni semburan kelas M dan X. 

"Mengingat kompleksitas magnetik Wilayah 4087, ada kemungkinan 65 persen bahwa aktivitas jilatan tingkat Kelas-M akan terjadi hingga 17 Mei dengan kemungkinan 30 persen untuk tingkat Kelas-X selama waktu yang sama," ungkap Pusat Prediksi Cuaca Antariksa dalam diskusi pada Kamis (15/5/2025). 

Baca juga: Air Galon Terpapar Sinar Matahari Langsung, Apakah Aman Dikonsumsi?

Ketika terjadi, semburan surya mengeluarkan sinar X dan sinar ultraviolet yang sangat kuat.

Radiasi yang ditimbulkan semburan ini langsung mengenai atmosfer atas Bumi dan membuat atom-atomnya bermuatan listrik (terionisasi).

Bagian atmosfer yang paling banyak menerima pengaruh aktivitas elektromagnetik ini adalah lapisan D dari ionosfer. 

Umumnya, sinar radio jarak jauh memantul dari ionosfer. Namun jika lapisan D terlalu terionisasi maka sinyal diserap oleh atmosfer alih-alih dipantulkan. 

Sebagai akibatnya, pemadaman sinyal radio terjadi di wilayah yang sedang mengalami siang hari ketika semburan terjadi.

Terganggunya sinyal radio ini memegaruhi komunikasi maritim, penerbangan, dan bahkan sistem navigasi satelit. 

Kapan puncak badai matahari tahun ini?

Berdasarkan situs resmi NOAA, badai matahari yang berlangsung sepanjang tahun 2025 ini merupakan bagian dari Siklus Matahari ke-25. 

Para ahli telah memprediksi, siklus ini akan mencapai puncaknya pada bulan Juli 2025.

Ketika berada di puncak Siklus Matahari ke-25, akan ada sekitar 115 bintik matahari yang terbentuk.

Meskipun demikian, prediksi ini bisa jadi meleset. Sehingga perkiraannya akan muncul 105-125 bintik matahari antara bulan November 2024 hingga Maret 2025. 

Baca juga: Badai Matahari Terkuat sejak 2017 Melanda Bumi, Apa Dampaknya di Indonesia?

Sebagai informasi, hasil prediksi ini merupakan kontribusi dari berbagai pihak yang tergabung dalam panel internasional pada tahun 2019 lalu.

Kala itu, NOAA, NASA, dan International Space Environmental Services (ISES) melakukan pengamatan dan memperkirakan apa saja yang terjadi selama Siklus Matahari ke-25. 

Untuk menentukan prediksinya, mereka menggunakan berbagai metode seperti model fisika, metode prekursor, analisis statistik, pembelajaran mesin (machine learning) dan teknik-teknik lainnya. 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi