KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap fenomena kemarau basah tengah terjadi di beberapa wilayah di Indonesia.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan kemarau basah adalah kondisi ketika musim kemarau yang biasanya kering dan panas tetapi masih mengalami hujan dengan kelembapan yang lebih signifikan.
"Jadi kalau kita lihat itu karakteristiknya masih terjadi hujan di beberapa wilayah. Kemudian kelembapan udara juga cukup tinggi," kata dia, saat dihubungi Kompas.com, Senin (19/5/2025) sore.
Guswanto mengatakan, fenomena kemarau basah ini biasanya terjadi secara musiman, artinya tidak berlangsung dalam satu tahun.
Fenomena kemarau basah juga umumnya terjadi di beberapa wilayah dengan pola hujan monsunal, seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
Menurutnya, kemarau basah bakal berakhir ketika sudah memasuki musim hujan.
Baca juga: Terjadi Kemarau Basah di Sejumlah Wilayah Indonesia, Apa Itu?
Sampai kapan kemarau basah terjadi?
Guswanto menerangkan, musim kemarau di Indonesia biasanya hanya berlangsung sampai dengan Agustus setiap tahunnya.
"Jadi gini pembagiannya, Maret, April, Mei itu masa pancaroba dari hujan ke kemarau. Lalu, Juni, Juli, Agustus itu biasanya musim kemarau. Nanti September, Oktober, November sudah kembali lagi ke musim pancaroba dari kemarau ke hujan," terangnya.
Selanjutnya, pada Desember 2025 sampai dengan Januari dan Februari 2026, Indonesia kembali memasuki musim hujan.
Pengamatan BMKG saat ini menyebut, puncak musim kemarau bakal berlangsung pada Agustus 2025. Dengan begitu, Guswanto memperkirakan kemarau basah bakal berakhir pada Juni.
"Kembali ke definisi tadi di mana musim kemarau tapi masih terjadi hujan. Ini biasanya lebih berdampak pada masa pancaroba. Jadi kemungkinan mungkin bulan Juni, Juli, Agustus itu sudah mulai kemarau benar yang hujannya sudah mulai hilang, sudah mulai masuk ee musim kemarau full," terang dia.
Sebelumnya, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati pernah menyampaikan bahwa musim kemarau 2025 diprediksi akan berlangsung lebih singkat dari biasanya.
Perkiraan itu didasarkan pada pemantauan dan analisis dinamika iklim global dan regional yang dilakukan BMKG hingga pertengahan April 2025.
Selain berlangsung lebih singkat, musim kemarau 2025 di Indonesia juga berlangsung secara bertahap.
“Awal musim kemarau di Indonesia diprediksi tidak terjadi secara serempak," ujar dia, dikutip dari laman BMKG.
Menurut pantauan BMKG, pada awal April 2025, sebanyak 115 Zona Musim (ZOM) akan memasuki musim kemarau. Jumlah tersebut bakal meningkat pada Mei dan Juni seiring meluasnya wilayah yang terdampak, termasuk sebagian besar wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua.
Baca juga: Apakah Musim Kemarau 2025 Lebih Kering atau Basah? Ini Penjelasan BMKG
Penyebab terjadinya kemarau basah
Menurut BMKG, kemarau basah disebabkan oleh beberapa faktor, berikut penjelasannya.
1. Fenomena La NinaLa Nina adalah salah satu fenomena El Nino-Southern Oscillation atau ENSO yang disebabkan karena suhu muka laut di Pasifik Timur lebih rendah daripada normalnya. Akibatnya, terjadi penguatan angin Pasat Timur Laut di sepanjang Samudera Pasifik.
Hal ini menyebabkan suhu muka laut di wilayah Indonesia menjadi lebih hangat dan lebih banyak konveksi yang mengakibatkan banyaknya pertumbuhan awan di wilayah Indonesia.
Fenomena inilah yang meningkatkan curah hujan terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia.
Baca juga: Diprediksi Lebih Pendek, Musim Kemarau 2025 Berlangsung sampai Bulan Apa?
2. Fenomena IODPenyebab kemarau basah selanjutnya adalah Dipole Mode yang sering disebut dengan fenomena Indian Ocean Dipole (IOD).
IOD adalah fenomena interaksi lautan dan atmosfer di samudera Hindia yang mempengaruhi iklim Indonesia dan negara-negara di sekitarnya.
Fenomena ini menyebabkan adanya penyimpangan atau anomali suhu permukaan laut yang berlawanan di Samudera Hindia tropis bagian barat dan di Samudera Hindia tropis bagian timur.
Ketika anomali suhu permukaan laut di Samudera Hindia tropis bagian barat lebih dingin dibandingkan bagian timur atau IOD negatif terjadi, hal ini akan mengakibatkan peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia.
Baca juga: Prakiraan Cuaca BMKG, Berikut Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat pada 19-20 Mei 2025
3. Dinamika atmosferDinamika atmosfer berupa aktivitas gelombang atmosfer seperti Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, dan Rossby juga bisa memengaruhi terjadinya kemarau basah.
4. Perubahan iklimDampak perubahan iklim jangka panjang yang membuat atmosfer lebih lembap dan tidak stabil ikut memengaruhi terjadinya kemarau basah.
Baca juga: Daftar Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 20-21 Mei 2025
Dampak kemarau basah
Dilansir dari Majalah KLIMA BMKG, kemarau basah memberikan dampak positif dan negatif. Berikut penjelasannya:
1. Dampak positif kemarau basah- Meningkatkan produksi padi
- Berlimpahnya air untuk sektor perkebunan, seperti sawit
- Sektor energi dan bendungan tidak kekurangan air.
Bagi petani di sektor pertanian, seperti tembakau, kedelai, jagung, dan tanaman palawija, mereka perlu melakukan pengaturan limpahan air agar tanaman tidak kebanjiran.
2. Dampak negatif kemarau basah- Peningkatan bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan tanah longsor
- Pertumbuhan hama pada tanaman padi
- Gagal panen pada sektor usaha garam.
Itulah dampak yang dirasakan ketika fenomena kemarau basah terjadi di Indonesia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.