KOMPAS.com - Sebelum meletus, gunung berapi umumnya menunjukkan aktivitas vulkanik yang dapat dideteksi.
Selama ini, para ahli menggunakan teknologi seperti seismograf dan seismometer hingga pengamatan visual untuk mengetahui aktivitas vulkanik suatu gunung api.
Baru-baru ini, NASA menemukan cara mendeteksi aktivitas vulkanik melalui satelit yang menunjukkan perubahan vegetasi di sekitar gunung.
Dilansir dari ScienceTechDaily, Selasa (20/5/2025), peneliti NASA dan Smithsonian menemukan hubungan antara daun-daun yang lebih hijau di sekitar gunung dengan aktivitas vulkaniknya.
Baca juga: Warganet Debat soal Gunung Api Purba Nglanggeran Bisa Aktif Lagi, Apa Kata Pakar Vulkanologi?
Sebelum gunung api mulai aktif kembali dari "tidur panjangnya", pohon-pohon di sekitarnya berubah lebih hijau dan subur karena aktivitas magma di bawah tanah.
Peneliti menyimpulkan, gas karbon dioksida yang diserap pohon membuat daunnya tumbuh lebih sehat.
Para peneliti melakukan pengamatan ini dengan bantuan satelit Landsat 8 dan alat pengkukur yang diterbangkan dalam pesawat misi AVUELO.
Lantas, bagaimana peneliti menemukan hubungan aktivitas vulkanik dengan tumbuhnya dedaunan di sekitar gunung?
Bagaimana pohon subur menjadi pertanda aktivitas gunung api?
Gunung api mengirimkan sinyal aktivitas magma dengan karbon dioksida kepada pepohonan di sekitarnya.
Dalam penelitian ini, Gunung Chaiten di Chili Selatan menjadi acuannya. Setelah tidak aktif selama 9.000 tahun, gunung itu meletus pada 2 Mei 2000.
Para peneliti pun mengamati keadaan di sekitar gunung sebelum letusan terjadi. Berdasarkan citra satelit, hutan di sekitar gunung itu tampak lebih hijau sebelum terjadi letusan.
Sebagai penjelasan, aktivitas magma yang naik ke permukaan akan melepaskan karbon dioksida (CO2) dan belerang dioksida (SO2).
Apabila belerang dioksida lebih mudah terdeteksi melalui satelit, karbon dioksida ternyata muncul lebih awal. Begitu muncul, gas ini menjadi sinyal letusan gunung berapi.
Akan tetapi, keberadaan karbon dioksida secara alami saja sudah banyak. Maka sulit membedakan apakah kesuburan hutan di sekitar gunung karena aktivitas vulkanik atau karena menyerap dari alam bebas.
Baca juga: Gunung Api Bawah Laut Berukuran Besar Ditemukan di Samudra Arktik, Apa Dampaknya?
Untuk mengetahuinya, para peneliti menanam alat pengukur karbon dioksida di kanopi hutan dekat gunung berapi yang masih aktif, Rincon de la Vieja di Kosta Rika sebagai acuan.
Sambil memasang alat pengukur itu, para peneliti mempelajari daun pohon yang tumbuh di area dengan kadar karbon dioksida tinggi.
Warna hijau yang semakin pekat dan kesuburannya berbanding lurus dengan kadar karbon dioksida di suatu tempat.
Pengamatan ini melibatkan banyak ahli mulai dari ahli gunung api, ahli iklim, hingga ahli tumbuhan.
Dengan memantau perubahan tumbuhan di sekitarnya, mereka sepakat bahwa metode ini bisa diterapkan untuk memantau aktivitas vulkanik gunung api.
Mengapa studi deteksi gunung api penting?
Menurut para peneliti, peringatan dini sangat penting karena sekitar 10 persen penduduk dunia tinggal di wilayah sekitar gunung api.
Karena letusan gunung api tidak bisa dicegah, manusia hanya bisa menghindar untuk menyelamatkan nyawa. Dengan peringatan dini, masyarakat pun jadi lebih bisa mengantisipasi dampak letusan.
Misalnya yang terjadi di Gunung Mayon, Filipina pada 2018. Sistem pemantauan gas berhasil mendeteksi tanda-tanda letusan gunung api tersebut.
Baca juga: Gunung Lewotobi Laki-laki Meletus, Ketahui Status Gunung Api Indonesia per November 2024
Alhasil, 56.000 penduduk dapat dievakuasi sebelum letusan gunung besar terjadi dan tidak ada korban jiwa.
Meskipun pengamatan melalui pertumbuhan pohon bisa diterapkan, metode ini memiliki batasan.
Pasalnya, tidak semua gunung api memiliki cukup pohon yang dapat diamati melalui satelit.
Tak sampai di sana saja, faktor lain seperti cuaca, kebakaran hutan, hingga hama tumbuhan juga dapat memengaruhi hasil analisis.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.