KOMPAS.com - Sebuah studi dari Harvard University, Baylor University, dan lembaga survei Gallup menempatkan Indonesia dalam peringkat teratas sebagai negara paling sejahtera.
Menurut laporan Global Flourishing Study (GFS) atau Studi Kemakmuran Global, Indonesia bahkan mampu mengalahkan Amerika Serikat (AS).
Sebagaimana diberitakan Harvard Edu (1/5/2025), riset ini menelusuri lebih dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, tidak hanya sekadar mengukur kepuasan mereka terhadap hidup mereka.
Peneliti Harvard mewawancarai lebih dari 200.000 responden di 22 negara yang tersebar di enam benua berpenghuni, mencakup sekitar 64 persen dari total populasi dunia.
Baca juga: Trump Larang Harvard Terima Mahasiswa Asing, Apa Alasannya?
Indonesia jadi negara paling sejahtara, kalahkan AS
Indonesia menduduki puncak daftar, diikuti oleh Israel, Filipina, Meksiko, dan Polandia, menurut temuan peneliti Harvard yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Mental Health.
Berikut rincian daftarnya:
- Indonesia
- Israel
- Filipina
- Meksiko
- Polandia
- Nigeria
- Mesir
- Kenya
- Tanzania
- Argentina
Meskipun termasuk salah satu negara terkaya dalam daftar, Amerika Serikat justru menempati peringkat cukup rendah, yaitu di posisi ke-12, tepat di bawah Hong Kong.
Sementara itu, Inggris berada lebih bawah lagi, yakni di urutan ke-20.
Baca juga: Trump Giliran Ancam Harvard Tak Boleh Terima Mahasiswa Asing
Apa parameter kebahagiaan menurut peneliti?
Dilansir dari Fortune (1/5/2025), para peneliti menggambarkan kesejahteraan sebagai aspek kehidupan seseorang berjalan dengan baik. Ini menunjukkan bahwa hidup yang baik tidak hanya soal sehat dan bahagia.
Untuk mengukur hal ini, mereka mempertimbangkan sejumlah faktor tambahan, seperti kebahagiaan dan kepuasan hidup, kondisi mental dan fisik, makna dan tujuan hidup, karakter dan nilai-nilai moral, hubungan sosial yang kuat, serta kestabilan finansial dan materi.
Meskipun Indonesia bukan negara kaya, negara ini meraih skor tinggi dalam hal hubungan sosial dan sifat-sifat pro-sosial yang mendukung kehidupan bermasyarakat dan kebersamaan.
Sebaliknya, Jepang justru menempati posisi terbawah sebagai negara dengan tingkat kesejahteraan penduduk paling rendah.
Padahal, sebagai negara maju dengan tingkat harapan hidup yang tinggi, warga Jepang dikenal hidup cukup sejahtera secara ekonomi. Namun, banyak di antara mereka yang tidak memiliki teman dekat.
Salah satu penulis studi, Brendan Case menegaskan, temuan ini bukan berarti kekayaan, umur panjang, demokrasi, pertumbuhan ekonomi, atau kesehatan masyarakat tidak penting.
"Namun, menarik untuk dipikirkan bahwa Studi Kemakmuran Global menimbulkan beberapa pertanyaan penting tentang kemungkinan adanya hal-hal yang harus dikorbankan dalam proses tersebut," ujarnya.
Baca juga: Trump Juga Bekukan Dana Hibah untuk Harvard dan 6 Kampus Lainnya, Apa Alasanya?
3 temuan penting
Tim riset Harvard mengidentifikasi tiga temuan penting yang berkaitan dengan usia, kesehatan mental, dan hubungan sosial. Tiga faktor tersebut sangat memengaruhi peringkat Amerika Serikat dalam studi ini.
Salah satu temuan utama adalah kaitan antara usia dan kesejahteraan ternyata berbeda-beda di setiap negara.
Selama ini, banyak pihak yang percaya bahwa kepuasan hidup cenderung tinggi pada usia muda, menurun saat paruh baya, lalu kembali meningkat seiring bertambahnya usia.
Namun, hal tersebut tidak selalu berlaku jika dilihat dari sisi kemakmuran, terutama di Amerika Serikat dan negara-negara berpendapatan tinggi lainnya.
Di AS, tingkat kemakmuran justru cenderung meningkat secara konsisten seiring bertambahnya usia.
Selain itu, kesehatan mental juga menjadi faktor penting. Meski kondisi fisik relatif stabil seiring waktu, banyak anak muda khususnya di AS terhambat oleh masalah kesehatan mental yang buruk.
Penelitian ini juga menemukan bahwa keterlibatan rutin dalam kegiatan kelompok, terutama kegiatan keagamaan seperti menghadiri gereja setiap minggu, umumnya membantu seseorang untuk lebih berkembang dalam hidupnya.
Baca juga: Universitas Harvard Tolak Tuntutan Trump soal Dugaan Anti-Semitisme, Pendanaan Dibekukan
Kekayaan bukan jaminan kebahagiaan
Ada dua negara berpendapatan tinggi yang berhasil masuk ke dalam 5 daftar teratas, yakni Israel dan Polandia.
Sebagian besar penduduk di negara maju melaporkan bahwa hubungan sosial dan rasa komunitas mereka kurang bermakna, kurang memuaskan, serta jarang merasakan emosi positif dibandingkan dengan mereka yang tinggal di negara berkembang.
Sebaliknya, orang-orang di negara-negara berkembang mungkin tidak memiliki penghasilan tinggi, tapi mereka justru menikmati hubungan persahabatan, pernikahan yang kuat, dan keterlibatan aktif dalam masyarakat, terutama dalam komunitas keagamaan.
"Kita perlu mencari cara untuk mendorong pembangunan ekonomi tanpa mengorbankan makna, tujuan, dan hubungan," tulis peneliti tersebut, dikutip dari New York Times.
Mereka juga menyatakan, penelitian ini memberi kita kesempatan untuk merenungkan bagaimana banyak negara maju mungkin telah kehilangan arah, serta membuka peluang untuk mencari jalan yang bisa membawa kita kembali menuju kehidupan yang lebih bahagia.
Baca juga: Kisah Mahasiswa Indonesia Tulis Buku Anti-Bullying yang Jadi Bahan Ajar di Harvard
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.