Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Berat Badan Turun Bisa Kurangi Risiko Penyakit Kronis?

Baca di App
Lihat Foto
Pexels/KETUT SUBIYANTO
Menambah berat badan secara alami dan tanpa suplemen.
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika

KOMPAS.com - Sebagian besar orang yang memiliki berat badan berlebih, ingin menurunkan berat badannya demi berbagai alasan.

Berat badan seringkali dikaitkan dengan tubuh yang ideal, kecantikan, kepercayaan diri, dan tampil menarik.

Namun, dikutip dari BBC, Selasa (27/5/2025), orang yang menurunkan berat badan sebelum usia 50 tahun tanpa obat diet atau operasi, terbukti dapat menurunkan berbagai risiko penyakit dan memperpanjang umur.

Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai penelitian tersebut, serta tips menurunkan berat badan tanpa bantuan medis.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Lingkar Pinggang VS BMI, Mana yang Lebih Akurat Deteksi Kanker?


Penurunan risiko penyakit kronis hingga 57 persen

Berdasarkan penelitian dari JAMA Network Open tahun 2025 membuktikan bahwa mereka yang berhasil menurunkan berat badan di usia sekitar 40-50 tahun memiliki risiko lebih rendah terhadap berbagai penyakit.

Penyakit tersebut antara lain serangan jantung, stroke, kanker, asma, serta penyakit paru obstruktif yang menahun pada usia lanjut.

Penelitian ini menganalisis data dari 23.149 orang dewasa, dengan memantau tiga kelompok dari periode waktu yang berbeda, yakni dari tahun 1985 hingga 1988, tahun 1964 hingga 1973, dan tahun 2000 hingga 2013.

Hasil penelitian menunjukkan peserta yang berhasil menurunkan berat badan mengalami penurunan risiko terkena penyakit kronis sebesar 48 hingga 57 persen dibandingkan dengan yang tetap memiliki berat badan berlebih.

Selain itu, hasil temuan juga menunjukkan bahwa penurunan berat badan menurunkan risiko kematian sebesar 19 persen.

Dikutip dari BBC, Selasa (27/5/2025) peneliti klinis di Rutgers Robert Wood Johnson Medical School, New Jersey, Dr. Aayush Visaria yang tidak terlibat dalam penelitian ini mengatakan bahwa penelitian ini berhasil membuktikan hubungan berat badan dengan penyakit kardiovaskular.

“Penelitian ini penting karena membuktikan hubungan antara penurunan berat badan dan penyakit kardiovaskular serta kematian, yang belum cukup diteliti,” kata Visaria.

Baca juga: 7 Tips Mencegah Berat Badan Naik Saat Lebaran, Apa Saja?

Mungkin tidak relevan bagi seluruh pihak

Namun, Visaria juga mengingatkan bahwa terdapat keterbatasan dalam penelitian ini. Indeks massa tubuh (BMI) yang digunakan dalam penelitian bisa bervariasi tergantung pada ras dan etnis manusianya.

Profesor kedokteran geriatri di Universitas Helsinki, Finlandia, Dr. Timo Strandberg yang juga merupakan penulis dari penelitian ini mengatakan bahwa penelitian ini sulit untuk digeneralisasikan ke populasi lainnya.

“Penelitian ini dilakukan terhadap orang Eropa kulit putih, yang berarti sulit untuk menggeneralisasikan hasilnya ke populasi yang berbeda,” kata Strandberg, dikutip dari BBC.

Selain itu, para ahli menyarankan untuk tetap berhati-hati dalam menafsirkan data. Penelitian ini bersifat observasional sehingga hanya menunjukkan hubungan, bukan sebab-akibat.

Faktor lain seperti usia, pola makan, dan aktivitas fisik juga bisa berperan besar dalam menurunkan risiko penyakit, bukan hanya berat badan itu sendiri.

Baca juga: 12 Manfaat Air Kelapa, Turunkan Berat Badan dan Sehatkan Ginjal

Pola makan dan aktivitas fisik menjadi kunci

Dikutip dari BBC, mayoritas peserta dalam penelitian ini menurunkan berat badan tanpa intervensi medis, melainkan melalui perubahan gaya hidup seperti pola makan dan olahraga.

Hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan harian sangat berperan dalam membentuk masa depan kesehatan seseorang.

“Gaya hidup selalu penting dalam hal kesehatan yang baik. Bahkan, jika Anda menggunakan obat penurun berat badan, pola makan sehat dan aktivitas fisik tetap harus menjadi prioritas,” jelas Visaria.

Salah satu pola makan yang terbukti efektif adalah diet mediterania. Diet mediterania mengandalkan konsumsi sayuran, buah-buahan, minyak zaitun, biji-bijian, dan kacang-kacangan.

Pola makan ini berhubungan dengan peningkatan kepadatan pada tulang, pencegahan penyakit jantung, dan pengurangan risiko beberapa jenis kanker.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menganjurkan aktivitas fisik aerobik dengan intensitas sedang selama 150 menit per minggu, atau aerobik intensitas tinggi selama 75 menit, serta latihan kekuatan otot dua kali seminggu.

Namun, Strandberg juga menekankan bahwa obesitas adalah masalah struktural.

“Makanan sehat dan kesempatan untuk aktivitas fisik perlu lebih mudah diakses di masyarakat modern untuk membantu mengekang dampak kesehatan terkait dengan obesitas,” tegasnya.

Baca juga: 5 Minuman Penurun Berat Badan yang Cocok Dikonsumsi di Pagi Hari

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: CNN, JAMA Network
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi