Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Monsun Australia Bikin Musim Kemarau 2025 di Indonesia Belum Merata, Fenomena Apa Itu?

Baca di App
Lihat Foto
Dok DKPP Nunukan
Ilustrasi kemarau. BMKG menyebutkan, musim kemarau 2025 di Indonesia belum merata.
|
Editor: Yefta Christopherus Asia Sanjaya

KOMPAS.com - Wilayah Indonesia belum mengalami musim kemarau secara merata pada pertengahan 2025 karena lemahnya angin Monsun Australia.

Hal tersebut diungkap Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam prospek cuaca mingguan untuk periode Selasa (3/6/2025) hingga Senin (9/6/2025).

Menurut BMKG, lemahnya angin Monsun Australia menyebabkan pembentukan daerah perlambatan angin atau konvergensi.

Angin Monsun Australia yang lemah juga memicu pembentukan daerah pertemuan angin atau konfluensi di sekitar ekuator.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Gangguan Atmosfer Bawa Fase Basah ke Indonesia Saat Kemarau, Ini Kata BMKG

Dua fenomena tersebut mendorong pertumbuhan awan-awan konvektif di wilayah yang dilaluinya.

“Lemahnya angin monsun Australia terutama di wilayah selatan Indonesia, memberikan pengaruh terhadap musim kemarau yang belum merata terjadi di wilayah Indonesia,” tulis BMKG dikutip dari laman resminya, Senin (2/6/2025).

“Hal ini terlihat dari indeks Monsun Australia yang berada di bawah nilai klimatologisnya serta tertahannya massa udara kering di wilayah Samudera Hindia selatan Jawa hingga Nusa Tenggara Timur,” tambahnya.

Lalu, apa itu angin Monsun Asia yang memengaruhi musim kemarau di Indonesia?

Baca juga: 23 Wilayah jawa Tengah yang Masuk Kemarau Awal Juni 2025, Mana Saja?

Apa itu angin Monsun Australia?

Merujuk laman resmi BMKG, monsun merupakan salah satu jenis angin yang paling berpengaruh di dunia.

Angin monsun dapat dianalogikan sebagai konduktor yang mengatur cuaca di banyak negara, termasuk Indonesia.

Terkait hal itu, angin monsun dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan pengaruhnya terhadap musim, yakni Australia dan Asia.

Monsun Australia yang sedang terjadi di Indonesia merupakan angin yang bertiup dari arah timur menuju barat.

Angin tersebut bergerak dari benua Australia bertekanan tinggi menuju benua Asia bertekanan rendah yang biasanya terjadi saat musim kemarau.

Baca juga: Muncul 2 Pusaran Angin di Gunungkidul Saat Musim Kemarau, Ini Penjelasan BMKG

Berbeda dengan Monsun Australia, Monsun Asia merupakan angin yang bertiup dari arah barat menuju timur, tepatnya dari benua Asia bertekanan tinggi ke benua Australia bertekanan rendah.

Angin Monsun Asia biasanya bertiup ketika saat musim hujan sehingga membawa uap air dalam jumlah yang banyak.

Pakar iklim Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Emilya Nurjani mengatakan, datangnya angin Monsun Australia menjadi penentu wilayah Indonesia masuk musim kemarau.

Meski begitu, kedatangan angin Monsun Australia di setiap wilayah tidak terjadi secara bersamaan.

“Kadang-kadang tidak selalu bersamaan. Biasanya jika datang kita bisa mulai menentukan Kapan musim itu mulainya musim hujan maupun musim kemarau,” jelas Emilya dikutip dari laman resmi UGM, Kamis (24/4/2025).

Baca juga: Sumatera Alami 2 Kali Musim Kemarau dalam Setahun, Ini Penjelasan BMKG

Bagaimana prediksi angin Monsun Australia ke depan?

Meski angin Monsun Australia masih lemah pada awal Juni 2025, BMKG memprediksi bahwa fenomena ini akan menguat.

Hal tersebut mengindikasikan aliran udara kering mulai memasuki wilayah Indonesia bagian selatan.

Dengan masuknya angin Monsun Australia, fenomena ini akan memicu penurunan curah hujan di wilayah Indonesia bagian selatan.

“Hal ini mengindikasikan juga terjadi perluasan wilayah yang memasuki musim kemarau pada pekan kedua bulan Juni,” tulis BMKG di laman resminya, Senin (2/6/2025).

Sementara itu, kombinasi gelombang atmosfer, yakni Low Frequency, Gelombang Kelvin, dan Rossby Ekuatorial dalam sepekan ke depan diprediksi cukup konsisten.

Baca juga: Mei Sudah Awal Kemarau, Kenapa Malam Hari Masih Hujan? Ini Penjelasan BMKG

Kombinasi ketiga fenomena tersebut berpotensi memicu peningkatan hujan akibat awan-awan konvektif berskala lokal di sejumlah wilayah Indonesia.

Pembentukan awan konvektif akibat propagasi aktivitas gelombang atmosfer diprediksikan meningkat dalam sepekan ke depan, khususnya pada siang hingga petang di sebagian Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara, dan Papua bagian utara.

Di sisi lain, MJO diprediksi aktif pada sepekan ke depan di wilayah Indonesia (fase 4 dan 5) walaupun cenderung akan menurun meski masih berpengaruh dalam meningkatkan ketersediaan uap air di beberapa wilayah di Indonesia.

“Kondisi ini memberikan potensi dalam pembentukan awan-awan konvektif penyebab hujan signifikan pada siang hingga sore hari, khususnya di sebagian besar wilayah Sumatra Bagian selatan, Kalimantan, sebagian besar Sulawesi, sebagian Maluku, Maluku Utara, serta Papua,” pungkas BMKG.

Baca juga: 6 Wilayah Indonesia yang Masuk Puncak Musim Kemarau Juni 2025, Mana Saja?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi