Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Tambang Nikel di Raja Ampat, Apa Saja Diketahui Sejauh Ini?

Baca di App
Lihat Foto
Kompas.com/Nabilla Ramadhian
Pemerintah pusat mulai menanggapi sorotan publik soal tambang nikel di Raja Ampat. Menteri LHK dan Menteri ESDM siap evaluasi izin dan tinjau langsung lokasi tambang. Apa dampaknya bagi kawasan konservasi dunia itu?
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika

KOMPAS.com - Ketika berbicara mengenai Raja Ampat, kita mungkin membayangkan bentang alamnya yang indah.

Namun, jika menyebut wilayah yang dikenal dengan wisata bahari tersebut beberapa hari belakangan, kita mungkin akan langsung memikirkan polemik tambang nikel.

Ya, baru-baru ini masyarakat dibuat resah dengan temuan tambang nikel yang diperkirakan bisa merusak alam dan ekosistem di Raja Ampat.

Sejauh ini, apa saja yang perlu kita ketahui tentang polemik tambang nikel di Raja Ampat?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Kenapa Raja Ampat Perlu Dikunjungi pada 2025 seperti Rekomendasi National Geographic?

Bagaimana respons masyarakat tentang temuan tambang nikel di Raja Ampat?

Menurut pantauan Kompas.com, media sosial diramaikan dengan narasi Save Raja Ampat. Keramaian ini menunjukkan penolakan terhadap tambang nikel yang berada di surga alam Papua tersebut.

Sebelum meluas ke media sosial, penolakan terhadap tambang ini juga sudah disampaikan oleh masyarakat adat setempat.

Dalam pemberitaan Kompas.com, Jumat (6/6/2025), Menteri Pariwisata WIdiyanti Putri Wardhana menyebut dalam kunjungan ke Raja Ampat Bersama DPR RI masyarakat adat menolak adanya tambang tersebut.

"Dalam kunjungan tersebut, masyarakat menyampaikan penolakan terhadap rencana pemberian izin pertambangan baru. Mereka menegaskan bahwa ekosistem dan identitas Raja Ampat yang harus dijaga sebagai kawasan wisata, bukan wilayah industri ekstraktif," ungkap Widiyanti.

Ada berapa tambang aktif di Raja Ampat?

Setelah polemik tambang nikel di Raja Ampat ini mencuat di media sosial, Menteri Energi dan Sumber Daya MIneral (ESDM) Bahlil Lahadalia membuat keputusan untuk menghentikan sementara izin pertambangan oleh PT Gag di Kawasan Raja Ampat.

Baca juga: Studi Ungkap Manusia Purba Sudah Tinggal di Raja Ampat 55.000 Tahun Lalu

Meski begitu, keputusan ini masih menghadapi kritik dari Juru Kampanye Hutan Greenpeace, Iqbal Damanik.

Kiritik ini bukan semata karena keputusan izin pertambangan yang hanya sementara tapi karena setidaknya ada lima lokasi tambang nikel di Raja Ampat.

"Tak hanya satu, saat ini ada lima izin yang aktif, yang izinnya diterbitkan oleh Kementerian ESDM. Ada Pulau Gag, ada Pulau Kawe, Pulau Manuran, ada Pulau Batang Pele, dan ada di Waigeo Besar," kata Iqbal dalam pemberitaan Kompas.com, Jumat (6/6/2025).

Di sisi lain, Iqbal mengungkapkan deforestasi di Raja Ampat cukup massif bahkan mencapai 500 haktare.

"Ini angka yang besar lho untuk pulau-pulau kecil. Dan 500 hektare ini besar. (Sebanyak) 300 hektare sendiri itu (deforestasi) ada di Pulau Gag," ungkap Iqbal.

Tambang nikel di Raja Ampat, tarik menarik investasi dan lingkungan?

Secara ekonomi, investasi tambang nikel memang menarik perhatian, terutama karena meningkatnya permintaan nikel untuk industri kendaraan listrik.

Di sisi lain, ada lingkungan dan ekosistem yang harus dijaga.

Menanggapi hal ini, dalam laporan Kompas.com, Jumat (6/6/2025), Bahlil menyebut akan melakukan verifikasi atas sejumlah foto tentang dampak rusaknya ekosistem di Raja Ampat yang beredar di media.

"Sekarang dengan kondisinya seperti ini kita harus crosscheck karena di beberapa media yang saya baca ada gambar yang diperlihatkan itu seperti di Pulau Piaynemo," ucap Bahlil.

Baca juga: Raja Ampat Masuk 25 Tempat Terbaik yang Harus Dikunjungi 2025 Versi National Geographic

Untuk diketahui, Pulau Piaynemo merupakan ikon pariwisata di Raja Ampat. Sedangkan, tambang nikel yang menjadi polemik terjadi di sejumlah wilayah lain seperti Pulau Gag.

"Piaynemo itu pulau pariwisatanya Raja Ampat. Saya sering di Raja Ampat. Pulau Piaynemo dengan Pulau Gag itu kurang lebih sekitar 30 km sampai dengan 40 km," ujar Bahlil dalam konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (5/6/2025).

Di sisi lain, Iqbal Damanik dari Greenpeace menyebut sudah terlihat kehancuran terumbu karang di sekitar Pulau Gag.

"Bahkan kami melihat secara langsung, teman-teman scuba diving di sekitar Pulau Gag, itu sudah terlihat kehancuran terumbu karang di sana. Kita tahu bahwa 70 persen biodiversitas terumbu karang di dunia itu ada di Raja Ampat. Dan ini mau kita hancurkan?" kata Iqbal.

Apa saja pelanggaran perusahaan tambang nikel di Raja Ampat?

Menanggapi polemik ini, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyebut telah memberikan sanksi terhadap empat perusahaan nikel di Raja Ampat.

Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, keempat perusahaan terdiri dari PT Gag Nikel, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulia Raymond Perkasa.

Baca juga: Viral, Video Banjir Terjang Kawasan Industri Nikel di Maluku Utara, Ini Update dari BNPB

“Penambangan di pulau kecil adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip keadilan antargenerasi. KLH/BPLH tidak akan ragu mencabut izin jika terbukti merusak ekosistem yang tak tergantikan,” kata Hanif dalam keterangannya kepada Kompas.com, Kamis (5/6/2025).

Hanif memaparkan, hasil pengawasan menunjukkan berbagai pelanggaran serius terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil.

Hanif menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 memperkuat kebijakan pelarangan aktivitas tambang di wilayah pesisir dan pulau kecil.

MK menegaskan, penambangan mineral di wilayah-wilayah tersebut dapat menimbulkan kerusakan yang tidak dapat dipulihkan, melanggar prinsip pencegahan bahaya lingkungan dan keadilan antargenerasi.

(Sumber: Kompas.com/Dian Erika N, Yohana Artha U, Zintan Prihatini| Editor: Sakina Rakhma, Aprilia Ika, Yunanto)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi