KOMPAS.com - Setiap negara mempunyai kekayaan dan sumber daya alam bervariasi, seperti nikel, kobalt, fosfat ataupun minyak.
Jika dapat mengolahnya dengan baik dan bijak, kekayaan alam itu akan memberikan manfaat besar bagi suatu negara.
Namun, beberapa negara yang pernah melakukan penambangan besar-besaran terhadap kekayaan alam, kini harus menghadapi kehancuran.
Dibandingkan membawa kesejahteraan, eksploitasi berlebihan dan tak terkendali justru memicu ketimpangan ekonomi dan krisis sosial untuk sejumlah negara.
Lantas, negara mana saja yang hancur karena tambang?
Baca juga: Tuai Sorotan, PT Gag Nikel Punya Siapa?
5 negara yang hancur karena tambang
Berikut setidaknya lima negara yang hancur karena pertambangan:
1. Republik Demokratik KongoRepublik Demokratik Kongo adalah negara Afrika yang kaya akan kobalt, tembaga, dan berlian.
Penambangan besar-besaran dilakukan demi memenuhi kebutuhan baterai gawai dan kendaraan listrik perusahaan ternama di dunia.
Dikutip dari Al Jazeera (12/9/2023), eksploitasi alam dengan penambangan di sana menyebabkan penggusuran, kerusakan lingkungan, dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Sementara, hasil dari pertambangan justru hanya dinikmati segelintir keluarga kaya, sedangkan jutaan warga lainnya hidup di bawah garis kemiskinan dan menghadapi konflik.
Baca juga: 5 Burung Langka Pulau Gag, Keindahan Raja Ampat yang Perlu Dilindungi
2. VenezuelaVenezuela pernah menjadi salah satu negara terkaya di Amerika Latin berkat cadangan minyak terbesar di dunia.
Tapi, ketergantungan ekstrem pada minyak, ditambah korupsi dan anjloknya harga global, membuat ekonominya runtuh.
Dilansir dari laman Economic Observatory, standar hidup di Venezuela anjlok drastis hingga 72 persen antara 2013-2023.
Negara itu pun menghadapi masalah hiperinflasi serta terjadinya peningkatan angka kemiskinan. Keruntuhan negara ini ditambah dengan besarnya utang luar negeri.
Dikutip dari Le Monde (6/12/2023), pemerintah Venezuela justru memerintahkan eksploitasi wilayah sengketa Essequibo demi pemasukan baru.
Langkah ini memicu ketegangan geopolitik. Alih-alih jadi berkah, minyak berubah jadi kutukan yang memperkuat rezim otoriter.
Baca juga: Apakah Limbah Tambang NIkel Pulau Gag Bisa Cemari Raja Ampat? Ini Kata Pakar
3. NauruNauru pernah menjadi negara dengan pendapatan per kapita tertinggi di dunia pada 1970-an. Kejayaan negara yang berada di Oseania ini berkat ekspor fosfat.
Dilansir dari Britannica, pertambangan fosfat di wilayah Nauru sebenarnya sudah ada sejak 1907.
Namun, tambang itu dioperasikan oleh beberapa negara yang menduduki wilayah tersebut sebelum akhirnya merdeka pada 1968.
Meski demikian, eksploitasi dan ekspor besar-besaran fosfat membuat sebagian besar daratannya rusak dan kini menjadi gurun tandus.
Pemerintahan yang korup dan tidak kompeten pun memperparah kondisi, serta membuat negara bangkrut.
Saat Nauru sedang berada di puncak kejayaan, politisi di sana melakukan penerbangan charter untuk berbelanja dan berlibur ke luar negeri.
Baca juga: Penjelasan Bahlil soal Izin Tambang PT Gag Nikel Tidak Dicabut, tapi Diawasi Ketat
4. AngolaAngola kaya akan berlian dan minyak, tapi kekayaan itu lebih banyak memicu konflik dibandingkan kesejahteraan untuk warganya.
Dilansir dari Macau Business (22/3/2024), sekitar 1,3 juta penambang liar terlibat dalam penambangan ilegal yang merusak lingkungan, merugikan negara, dan memicu kekerasan.
Meski pemerintah mengancam hukuman berat, praktik ini tetap marak karena lemahnya pengawasan.
Kebanyakan dari para penambang ilegal tersebut adalah warga negara asing. Komunitas lokal pun kehilangan tanah, pekerjaan, dan rasa aman di negeri yang sebenarnya kaya.
5. ZimbabweZimbabwe adalah salah satu negara penghasil berlian, tetapi hasilnya tidak banyak dirasakan oleh warganya.
Dikutip dari laman Global Witness, negara di Afrika tersebut mempunyai ladang berlian Marange dan hasilnya telah diekspor secara besar-besaran.
Sejak 2010, negara ini mengekspor berlian lebih dari 2,5 miliar dollar AS, tapi hanya sekitar 300 juta dollar AS yang tercatat masuk ke kas publik.
Sisanya, diduga mengalir ke jaringan rahasia penguasa dan lembaga represif.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.