KOMPAS.com - Sebuah unggahan yang menyebut orang Minang tidak makan kulit ayam, viral di media sosial X pada Minggu (15/6/2025).
Informasi tersebut diunggah oleh akun X, @gastro****.
Dalam unggahannya, ia menjelaskan bahwa saat dirinya mengunjungi resto Minang, biasanya ayam disajikan tanpa kulit.
"Kenapa Orang Minang Gak Makan Kulit Ayam? Ada yang sadar gak, kalo kalian ke resto Minang, biasanya ayam disajikan tanpa kulit. Bahkan ketika kami berkunjung ke Pasar Bawah Bukittinggi bareng, bahkan daging ayamnya 'telanjang'....," tulisnya.
Tak hanya kulit ayam, orang Minang juga disebut tidak mengonsumsi ceker dan kepala ayam.
Hingga Rabu (18/6/2025), twit itu sudah disukai sebanyak 2.000 kali dan ditayangkan lebih dari 322.300 kali oleh pengguna X lainnya.
Baca juga: Bolehkah Penderita Kolesterol Tinggi Makan Daging Ayam? Ini Tips dari Dokter
Lalu, benarkah orang Minang tidak mengonsumsi kepala, ceker, dan kulit ayam?
Penjelasan antropolog
Antropolog Ekologi Universitas Airlangga (Unair), Prof. Dr. Mohammad Adib, M.Si., mengatakan bahwa informasi atau klaim yang menyebutkan orang Minang tidak makan kulit, ceker, dan kepala ayam adalah tidak benar.
"Tidak benar bahwa secara umum orang Minang tidak makan kepala ayam, ceker ayam, dan kulit ayam," ujar Adib saat dihubungi Kompas.com, Rabu (18/6/2025).
Adib mengatakan, tidak ada larangan (atau kebiasaan umum) yang menyatakan bahwa orang Minang tidak makan bagian-bagian ayam tersebut.
Menurut dia, beberapa bagian ayam yang tidak dimakan merupakan preferensi tiap orang yang berbeda saja.
"Sama seperti masyarakat lain, preferensi makan ini bersifat sangat individual dan tidak bisa digeneralisasi sebagai ciri khas (cerminan) suku Minang," lanjut dia.
Adib mengatakan, beberapa bagian ayam tersebut justru dimasak menjadi hidangan favorit masyarakat Minang.
Ia menambahkan, beberapa masakan olahan ceker, kepala, dan kulit ayam yang menjadi hidangan Minang, seperti:
- Kulit ayam yang dimasak menjadi sate Padang atau gorengan
- ceker ayam yang dimasak dalam sup atau soto
- Kepala ayam yang diolah menjadi gulai atau masakan berkuah lainnya.
"Anda akan menemukan banyak orang Minang yang menyukai dan menikmati hidangan berupa kulit ayam, ceker ayam, dan kepala ayam," kata Adib.
Baca juga: Bagian Daging Ayam Apa yang Paling Aman bagi Penderita Kolesterol? Ini Kata Dokter
Bukan disebabkan latar belakang budaya
"Hal itu bukan karena latar belakang (pertimbangan) budaya atau nilai adat secara spesifik," ucap Adib.
Menurut dia, penolakan terhadap bagian tertentu dari tubuh ayam bisa saja didasari oleh faktor-faktor berikut:
- Preferensi pribadi
Adib mengatakan, sejumlah orang mungkin kurang menyukai tekstur atau bentuk dari kepala, ceker, atau kulit ayam.
- Pertimbangan kebersihan atau kesehatan
Ia menyampaikan, sejumlah orang mungkin merasa bagian-bagian ini kurang higienis atau memiliki kandungan lemak yang tinggi (khususnya kulit). Namun, ini adalah pandangan personal, bukan dogma (ajaran/blue print) adat.
- Asosiasi tertentu
Menurut dia, terbuka kemungkinan, meskipun jarang, seseorang mengasosiasikan bagian-bagian tersebut dengan hal-hal yang kurang menyenangkan atau dianggap "rendah" secara personal, tetapi ini bukan pandangan kolektif suku Minang.
Baca juga: 11 Kelompok Orang yang Disarankan Makan Dada Ayam oleh Dokter, Siapa Saja?
Tak berkaitan juga dengan status sosial
Selain itu, Adib mengatakan bahwa tidak ada hubungan langsung antara status sosial, norma makan dalam keluarga, atau pandangan simbolik dalam masyarakat Minang yang secara khusus melarang atau mengaitkan konsumsi kepala, ceker, dan kulit ayam dengan hal-hal negatif.
"Dalam masyarakat Minang, etika makan lebih menekankan pada kesopanan, adab, norma kesantunan, dan menghargai hidangan yang disajikan," kata Adib.
Misalnya, penting untuk makan dengan menggunakan tangan kanan, tidak berbicara saat mulut penuh, dan menghabiskan makanan yang diambil.
"Bagian-bagian ayam ini tidak memiliki simbolisme khusus yang membuatnya dihindari secara kolektif dalam adat Minang," imbuhnya.
Ada perkembangan pandangan seiring waktu
Dari preferensi konsumsi bagian ayam ini, Adib mengatakan, pandangan makan ini bisa saja berkembang sepenuhnya secara individual, bukan karena perubahan budaya Minang secara kolektif.
Ia menyampaikan, generasi muda Minang sama bervariasinya dengan generasi sebelumnya dalam hal preferensi makan. Ada yang suka, ada yang tidak.
Selain itu, perubahan pola konsumsi lebih dipengaruhi oleh globalisasi, tren makanan, informasi kesehatan, dan paparan terhadap berbagai jenis kuliner, daripada oleh nilai-nilai adat spesifik terkait bagian ayam.
Misalnya, semakin banyak orang yang peduli dengan asupan kolesterol, sehingga mungkin memilih untuk mengurangi konsumsi kulit ayam, terlepas dari suku atau latar belakang budaya mereka.
"Singkatnya, pandangan atau mitos bahwa orang Minang tidak makan kepala, ceker, dan kulit ayam ini kemungkinan besar berasal dari kesalahpahaman atau generalisasi dari preferensi individu tertentu," jelas Adib.
Baca juga: Kasus Ayam Goreng Widuran Solo, Apa Saja yang Perlu Diketahui?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.