Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonom UGM Ungkap Cara Menyikapi Pinjol yang Benar dan Aman

Baca di App
Lihat Foto
iStock/hirun
ilustrasi pinjol
|
Editor: Irawan Sapto Adhi

KOMPAS.com - Industri pinjaman online (pinjol) di Indonesia tengah menghadapi tantangan serius. Belakangan ini, tren gagal bayar (galbay) kian meningkat, bahkan dilakukan secara masif dan terorganisir.

Fenomena ini tidak hanya merugikan perusahaan fintech lending sebagai penyedia layanan, tetapi juga memunculkan kekhawatiran akan potensi celah dalam sistem keamanan serta lemahnya kontrol risiko di dalam ekosistem keuangan digital.

Sejumlah pelaku industri melaporkan adanya pola mencurigakan. Di antaranya, lonjakan wanprestasi dari peminjam yang berasal dari wilayah tertentu, atau dari akun-akun yang diduga saling terkait.

Pola ini menunjukkan kemungkinan adanya upaya terstruktur untuk mengeksploitasi kelonggaran sistem verifikasi atau celah dalam regulasi yang berlaku.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kondisi tersebut turut menjadi sorotan para pengamat ekonomi. Mereka mengingatkan bahwa layanan pinjol adalah produk keuangan dengan risiko tinggi.

Kenaikan angka gagal bayar ini bisa menjadi pertanda lemahnya literasi keuangan di tengah masyarakat, sekaligus menjadi sinyal perlunya penguatan pengawasan terhadap penyelenggara layanan pinjaman digital.

Baca juga: Resmi, Daftar Pinjol Legal dan Ilegal dari OJK per 1 Juni 2025

Pinjol adalah instrumen keuangan berisiko tinggi

Kemudahan pinjol seringkali membuat layanan ini terlihat menggiurkan, dengan proses yang cepat, syarat minim, dan pencairan instan. Namun di balik semua kemudahan tersebut, tersimpan risiko yang tidak bisa diabaikan.

Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Eddy Junarsin, menegaskan bahwa pinjol sejatinya adalah instrumen keuangan dengan tingkat risiko yang tinggi.

“Pinjol memang instrumen keuangan dengan risiko tinggi, dan penggunaannya sebaiknya tidak sembarangan,” kata Eddy kepada Kompas.com, Rabu (18/6/2025).

Menurutnya, bunga tinggi, denda keterlambatan yang terus menumpuk, serta potensi tekanan dari penagih utang (debt collector) adalah risiko nyata yang harus disadari sejak awal.

Jika tidak digunakan secara bijak, pinjol justru bisa menjadi jebakan finansial yang menyulitkan, alih-alih membantu.

"Oleh karena itu, penggunaan pinjol seharusnya diposisikan sebagai pilihan terakhir, bukan solusi utama untuk kebutuhan sehari-hari," terang Eddy.

Baca juga: Pinjol Rupiah Cepat Minta Maaf Terkait Kasus Masyarakat Terima Dana padahal Tidak Ajukan Pinjaman

Digunakan hanya untuk situasi mendesak 

Eddy menyarankan agar pinjaman online digunakan hanya dalam kondisi yang benar-benar darurat. Misalnya, untuk kebutuhan medis atau keperluan mendesak lainnya yang tak bisa ditunda.

“Idealnya, pinjol digunakan dalam situasi sangat mendesak. Jangan untuk belanja konsumtif atau gaya hidup,” tegasnya.

Namun dalam praktiknya, banyak masyarakat justru mengakses pinjol untuk keperluan non-esensial, tanpa mempertimbangkan kemampuan finansial jangka panjang.

Akibatnya, ketika gagal bayar terjadi, bukan hanya peminjam yang menanggung beban, tetapi juga lembaga penyedia layanan yang dirugikan.

"Ketika terjadi gagal bayar, risiko tidak hanya ditanggung oleh peminjam yang diburu dan dicari, tetapi juga oleh lembaga pemberi pinjaman yang harus menanggung kerugian," terangnya. 

Baca juga: OJK Panggil Pinjol Rupiah Cepat Buntut Masyarakat Terima Dana padahal Tidak Ajukan Pinjaman

Perlu literasi keuangan yang kuat

Eddy menekankan pentingnya pemahaman yang menyeluruh sebelum memutuskan untuk mengambil pinjaman online.

Setiap calon peminjam, menurutnya, harus benar-benar memahami konsekuensi finansial yang menyertai layanan ini.

“Peningkatan literasi keuangan harus menjadi prioritas. Masyarakat perlu dibekali pengetahuan yang cukup agar tidak terjebak dalam keputusan finansial yang merugikan,” jelasnya.

Ia juga menyebut bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) telah banyak melakukan langkah mitigasi risiko di sektor ini.

Namun, upaya tersebut perlu diimbangi dengan kesadaran dari masyarakat untuk bersikap lebih bijak dalam mengakses layanan keuangan digital.

“Alih-alih mempermudah hidup, pinjol yang disalahgunakan bisa jadi sumber stres, tekanan mental, bahkan konflik sosial,” jelas Eddy.

Baca juga: Daftar Pinjol Legal dan Ilegal Resmi dari OJK per 1 Mei 2025, Cek Sekarang

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi