KOMPAS.com - Untuk ketiga kalinya, Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah eksekutif penundaan larangan atau penjualan TikTok.
Dengan kebijakan ini, TikTok memiliki kesempatan untuk tetap beroperasi di AS selama 90 hari.
“Saya baru saja menandatangani Perintah Eksekutif yang memperpanjang Batas Waktu penutupan TikTok selama 90 hari (sampai 17 September 2025),” kata Trump dalam unggahan di akun media sosial Truth Social.
Diberitakan The Guardian, Rabu (18/6/2025), senator Demokrat dan Wakil Ketua Intelijen Senat, Mark Warner menanggapi perintah eksekutif itu dengan menuduh Trump telah menghindari hukum.
“Sekali lagi, pemerintahan Trump mengabaikan hukum dan temuan keamanan nasionalnya sendiri tentang risiko yang ditimbulkan oleh TikTok yang dikendalikan China,” jelas Warner dalam sebuah pernyataan.
Baca juga: Pemerintahan Trump Kembali Terbitkan Visa Mahasiswa Asing, Apa Syaratnya?
Sebelumnya, Trump sudah mengeluarkan perintah eksekutif sebanyak dua kali, meskipun tidak menggunaan dasar hukum yang jelas terkait alasan perpanjangan berlakunya TikTok tersebut.
Walaupun begitu, belum ada gugatan hukum untuk melawannya sejauh ini.
Trump sendiri telah mengumpulkan lebih dari 15 juta pengikut di TikTok sejak bergabung tahun lalu.
Ia memuji platform tersebut karena berhasil membantunya mendapatkan daya tarik di kalangan pemilih muda.
Baca juga: Warga AS Gelar Aksi No Kings untuk Tentang Trump, Apa Itu?
Komentar pakar
Dilansir dari PBS News, Kamis (19/6/2025), analis dari eMarketer, Jeremy Goldman menanggapi situasi Tiktok di AS sebagai "deadline purgatory" yang berarti api penyucian tenggat waktu.
Dia mengibaratkan seluruh kejadian ini menyerupai drama plafon utang, yaitu pemberian ancaman berulang tanpa penyelesaian nyata.
Pernyataan Goldman dibenarkan oleh survei yang dilakukan Pew Research Center baru-baru ini.
Survei tersebut menemukan bahwa sekitar sepertiga warga AS mendukung pelarangan TikTok.
Angka ini mengalami penurunan yakni dari 50 persen atau seperdua warga yang menyatakan dukungan tersebut pada Maret 2023.
Sementara itu, dalam angka terbaru, sekitar sepertiga warga lainnya menyebut mereka menentang pelarangan TikTok. Sepertiga terakhir menjawab bahwa mereka tidak yakin.
Mereka yang mendukung pelarangan media sosial China tersebut, sekitar 8 dari 10 orang mengungkapkan kekhawatirannya atas risiko keamanan data pengguna.
Baca juga: Netanyahu Singgung Perang Israel-Iran Berakhir jika Khameini Terbunuh, Trump Sempat Veto
Awal gagasan pelarangan TikTok di AS
Gagasan pelarangan TikTok berawal dari Trump yang mengeklaim aplikasi tersebut membahayakan keamanan nasional.
Hal itu dengan cepat menjadi isu bipartisan dan Kongres dengan suara bulat memilih untuk melarang aplikasi TikTok tahun lalu.
Pada awalnya, batas waktu pelarangan TikTok adalah 19 Januari 2025.
Namun, Trump mengubah pendiriannya tentang TikTok setelah bergabung dengan aplikasi tersebut saat berkampanye tahun lalu.
Ia juga sempat menjamu CEO TikTok, Shou Zi Chew, di perkebunan miliknya di Mar-a-Lago, Florida.
Karena itu, Trump mengeluarkan perintah eksekutif pertama untuk penunda pelarangan TikTok, yaitu pada 20 Januari, hari pertama dia menjabat.
Lalu, perintah eksekutif kedua ditandatanganinya pada April saat pejabat Gedung Putih yakin hampir mencapai kesepakatan untuk memisahkan TikTok menjadi perusahaan baru milik AS.
Rencana tersebut gagal setelah China menarik diri menyusul pengumuman tarif Trump.
Beberapa investor AS telah menyatakan minatnya untuk membeli aplikasi media sosial milik ByteDance tersebut dengan harga yang diprediksi mencapai puluhan miliar dollar AS.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.