KOMPAS.com - Di tengah momen pernikahan Al Ghazali dan Alysa Daguise, sosok kakek dari pihak sang ibunda turut menjadi sorotan.
Kakek Al sekaligus ayah Maia Estianty, Harjono Sigit, ternyata punya nama besar di bidangnya.
Sosok Harjono Sigit tertangkap kamera dalam sebuah video di saluran YouTube Maia Estianty, MAIA ALELDUL TV.
Baca juga: Lika-liku Perjalanan Cinta Al Ghazali dan Alyssa Daguise yang Menikah Hari Ini
Rasa ingin tahu publik pun berkembang seiring dengan latar belakang keluarga Al yang ternyaya cukup mentereng.
Berikut 5 fakta soal Harjono Sigit, kakek Al Ghazali sekaligus ayah Maia Estianty yang punya nama besar di dunia arsitektur.
Keturunan pahlawan nasional
Dikutip dari Kompas.com, Jumat (20/6/2025), Harjono Sigit yang lahir di Madiun, 21 September 1939 merupakan cucu dari pahlawan nasional HOS Tjokroaminoto.
Dengan demikian, Harjono merupakan bagian dari keluarga bangsawan Jawa yang berpengaruh.
Diketahui, Raden Haji Oemar Said Tjokroaminoto atau yang lebih dikenal sebagai HOS Tjokroaminoto mempunyai predikat "Bapak Pergerakan Nasional" karena jasa-jasanya.
Menurut laman resmi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendidasmen), HOS Tjokroaminoto telah membuat Sarekat Islam sebagai wadah perjuangan politik dan sosial di bawah kepemimpinannya.
Baca juga: Daftar 10 Tokoh yang Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Ada Gus Dur dan Soeharto
Selain mengembangkan Sarekat Islam, HOS Tjokroaminoto juga membuka jalan bagi para pemuda di masanya untuk mendapat lebih banyak ilmu.
Adapun para pemimpin yang menjadikannya mentor antara lain Soekarno, Semaun, dan Kartosoewiryo.
Semangat HOS Tjokroaminoto dalam mengembangkan pendidikan bangsanya menurun pada Harjono Sigit yang merupakan pelopor Program Studi Arsitektur di ITS (Institut Teknologi Sepuluh Nopember).
Mengembangkan Prodi Arsitektur ITS
Saat mengembangkan pengajaran Prodi Arsitektur ITS, Harjono Sigit ditemani rekan-rekannya yakni Djelantik, Johan Silas, dan Hari Winarno Kwari.
Mereka semua adalah lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) di era 1960-an.
Kemudian, Prodi Arsitektur baru diresmikan ITS pada tahun 1965.
Selama menjadi dosen di ITS, Harjono juga terjun ke lapangan dengan merancang gedung-gedung yang kebanyakan berfungsi untuk fasilitas publik.
Setelah melalui berbagai jabatan, Harjono diangkat sebagai rektor kelima ITS dengan masa jabatan 1982-1986.
Baca juga: 22 Perguruan Tinggi dengan Prodi S1 Arsitektur Terakreditasi Unggul 2025 di Indonesia
Berjasa menjadi "bumper" ITS
Ketika menjadi rektor ITS, perjuangan Harjono pun tidak main-main. Ia bahkan berperan sebagai "bumper" warga kampus saat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dijabat oleh Daud Yusuf.
"Betapa tidak, saat itu Mendikbud-nya Pak Daud Yusuf, orangnya keras, sementara warga kampus yang kita tahu tidak mau diperintah atau diperlakukan dengan keras, maka jadilah rektor waktu itu sebagai bamper," ungkap Harjono, dilansir dari situs resmi ITS.
Tak sampai di sana saja, Harjono juga harus mengatur operasional kampus dengan anggaran minim.
"ITS dengan kampus yang luas waktu itu tidak mempunyai dana yang cukup untuk perawatan, maka jadilah ITS waktu itu ditumbuhi dengan alang-alang yang tinggi. Gedung pun banyak yang rusak tidak terurus," kenangnya.
Begitu tidak lagi menjadi rektor, Harjono kembali mengajar sebagai dosen senior hingga pensiun pada 2005.
Baca juga: Perjalanan Karier Lala Bohang, dari Arsitek hingga Jadi Penulis
Merancang banyak gedung terkenal
Harjono Sigit merupakan seseorang di balik gedung-gedung terkenal di berbagai daerah.
Dikutip dari laman Arsitektur Indonesia, karya pertama Harjono adalah Gedung Pusat Penelitian dan Auditorium Semen Gresik di Jawa Timur.
Ketika diminta merancang gedung tersebut pada tahun 1964, ia masih berstatus sebagai lulusan baru ITB.
Selain itu, ia juga merancang Guest House Perhutani KPH Cepu, Jawa Tengah yang selesai pada tahun 1965.
Adapun karya-karya Harjono Sigit yang terkenal antara lain:
- Penggilingan Padi PT. Mentras Pasuruan (1967)
- Laboratorium Penelitian Kimia di Jalan Jagir Surabaya (1967)
- Gedung Pertemuan Pemangku Kehutanan Randublatung (1968)
- Taman Kanak-Kanak Perhutani Randublatung (1968)
- Kantor Pemangku Kehutanan KPH Jatirogo (1972)
- Guest House Perhutani KPH Jatirogo (1972)
- Balai Kota Samarinda, Kalimantan Timur (1973)
- Gedung DPRD Probolinggo, Jawa Timur (1973)
- Kantor Direksi Perhutani Divisi Regional Jawa Timur (1972)
- Pasar Atum Surabaya (1977-1982)
- Masjid Petrokimia Gresik (1981)
- Gedung Operasi Mata di Rumah Sakit Mata Undaan (2001).
Baca juga: Firma Arsitek Budi Pradono dan Lima Mantra Istana Wakil Presiden
Salah satu karyanya yang paling terkenal hingga kini adalah Pasar Atum, Surabaya.
Saat membangun pasar yang terkenal di Surabaya itu, Harjono mempertimbangan kenyamanan dan keamanan bagi warga pasar.
"Maka saya buatlah konsep untuk membangun kolam renang berukuran 16 x 50 meter dengan kedalaman maksimal 1,5 meter di lantai lima. Tujuannya air pada kolam renang itu bisa digunakan sewaktu-waktu jika terjadi kebakaran. Kalau pun saat kebakaran lalu itu tidak digunakan saya tidak mengerti alasannya," terangnya.
Merasa tidak berbakat jadi arsitek terkenal
Meski namanya berada di balik sejumlah bangunan ikonik, Harjono Sigit tak pernah mengejar ketenaran. Ia memilih untuk tetap berada di balik layar.
Baca juga: Friedrich Silaban, Arsitek Masjid Istiqlal Penganut Kristen Protestan
Harjono merasa tidak bakat menjadi terkenal karena menganggap bangunannya biasa-biasa saja.
"Saya tidak berbakat menjadi arsitek terkenal, karena bangunan yang saya rancang biasa-biasa saja," kata Harjono.
Meskipun demikian, Harjono dikenal dengan karya-karyanya yang sebagian besar menonjolkan struktur sebuah bangunan.
(Sumber: Kompas.com/Melvina Tiornadus | Editor: Mahar Prastiwi)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.