Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapal USS Nimitz Matikan Sinyal Saat Lewati Indonesia, Pengamat: Tidak Melanggar Hukum

Baca di App
Lihat Foto
www.airpac.navy.mil
Kapal induk AS USS Nimitz.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Kapal induk USS Nimitz (CVN-68) milik Amerika Serikat (AS) dilaporkan mematikan sistem pelacakan posisinya ketika melewati wilayah perairan Indonesia baru-baru ini.

Kapal perang bertenaga nuklir itu mematikan transponder dan berhenti mengirimkan data soal lokasinya.

Dilansir dari Antara, Rabu (18/6/2025), lokasi terakhir USS Nimitz terdeteksi berada di perairan antara Indonesia dan Malaysia mengikuti jalur 313 derajat dengan kecepatan 19 knot.

Sinyal dari kapal tersebut terakhir kali terekam pada Selasa (17/6/2025) pukul 02.03 GMT (pukul 09.03 WIB).

Tujuan kapal induk AS tersebut tidak disebutkan dalam sistem Marine Vessel Traffic. Namun dilihat dari arah pergerakannya, kapal induk Nimitz mungkin sedang menuju Teluk Persia.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Spesifikasi Kapal Induk USS Nimitz Milik AS yang Matikan Sinyal Saat Lewati RI

Penjelasan TNI soal USS Nimitz

Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut (Kadispenal), Laksamana Pertama Tunggul menyampaikan, hak lintas damai berlaku bagi USS Nimitz yang hilang sinyal saat melintasi perairan Indonesia.

Dia mengungkapkan, syarat dari hak lintas damai itu adalah kapal tersebut tidak mengancam negara yang dilintasinya.

"Berlaku hak lintas damai yang berlaku untuk siapa pun, dengan syarat tidak mengancam negara pantai," ujar dia dikutip dari Kompas.com, Jumat (20/6/2025).

Tunggul menjelaskan, TNI AL sudah mendeteksi keberadaan kapal induk USS Nimitz tersebut saat lewat Indonesia.

Dia menyebut bahwa kapal induk itu melintasi perairan Laut Natuna Utara hingga Selat Malaka.

"Mendeteksi mulai dari perairan Laut Natuna Utara-Selat Malaka-TSS (Traffic Separation Scheme)," tutur Tunggul.

Baca juga: Mayoritas Warga AS Tolak Keterlibatan Negaranya dalam Konflik Israel-Iran

Sementara, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen), TNI Mayjen Kristomei Sianturi menyebut, USS Nimitz melintas dari Laut China Selatan menuju Selat Singapura.

Kemudian USS Nimitz melewati Selat Malaka dan melanjutkan perjalanannya ke Samudra Hindia. Saat memasuki Selat Malaka, kapal tersebut melintas menggunakan hak lintas transit.

Berdasarkan Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982, kapal asing, termasuk kapal perang, diperbolehkan melintas tanpa harus meminta izin kepada negara pantai.

“Selama tetap mematuhi aturan pelayaran internasional dan tidak membahayakan keamanan wilayah yang dilintasi,” ucap Kristomei, dilansir dari Kompas.com, Sabtu (21/6/2025).

Meski begitu, TNI akan tetap memantau setiap aktivitas pelayaran asing di wilayah yurisdiksi nasional.

Hal tersebut merupakan bagian dari upaya menjaga kedaulatan dan keamanan wilayah laut Indonesia.

Seluruh satuan TNI yang terkait juga tetap siaga dan melakukan koordinasi untuk menjamin stabilitas dan kepentingan nasional di wilayah perairan strategis tersebut.

Baca juga: Tuduh hingga Serang Iran, Israel Sendiri Dilaporkan Punya Senjata Nuklir

Lihat Foto
(US NAVY/NAVY MEDIA CONTENT SERVICE (NMCS))
Salah satu kapal induk milik Amerika Serikat (AS), USS Nimitz
Tanggapan pengamat militer

Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi mengatakan, kapal perang tidak diwajibkan menyalakan sinyal.

“Secara hukum internasional, khususnya mengacu pada Konvensi SOLAS 1974 dan UNCLOS 1982, kapal perang memang tidak diwajibkan untuk menyalakan AIS (Automatic Identification System),” katanya kepada Kompas.com, Sabtu (21/6/2025).

Menurutnya, aturan AIS terutama berlaku bagi kapal niaga atau komersial untuk keselamatan pelayaran.

Sementara kapal perang, kapal negara non-komersial, atau kapal militer lainnya, memiliki diskresi penuh untuk mematikan sistem tersebut.

Hal tersebut dalam rangka menjaga kerahasiaan operasi, keamanan misi, atau alasan taktis lainnya.

“Jadi, ketika kapal perang seperti USS Nimitz mematikan sinyalnya saat berlayar di laut lepas (high seas) atau bahkan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, hal itu sebenarnya tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum,” tutur Khairul.

Baca juga: Kisah Kapal Hantu Ourang Medan, Penyintas Tewas Setelah Menceritakannya

Syarat hak lintas damai

Ketika USS Nimitz melintasi perairan teritorial Indonesia, maka kapal itu harus tunduk pada prinsip lintas damai (innocent passage) sebagaimana diatur dalam UNCLOS.

Melintasnya USS Nimitz di wilayah Indonesia tetap sah serta tidak melanggar kedaulatan, asalkan dilakukan dengan cepat, terus-menerus, dan tanpa berhenti atau berbelok kecuali benar-benar diperlukan (continuous and expeditious passage).

Kemudian USS Nimitz dianggap sah melintasi Indonesia selama tidak mengancam keamanan, tidak melakukan spionase, dan tidak melanggar ketentuan hukum nasional.

“Dengan kata lain, mematikan AIS tidak otomatis membuat kehadiran kapal itu ilegal atau melanggar hukum,” ujar Khairul.

Dia menilai bahwa kapal induk USS Nimitz tersebut melintasi perairan wilayah Indonesia dalam koridor lintas damai.

Dengan begitu, TNI hanya melakukan pemantauan dan identifikasi tanpa perlu tindakan lebih lanjut.

“Artinya, tidak ada alasan untuk membesar-besarkan situasi itu sebagai ancaman,” ucap Kharil.

Sehingga dalam konteks pelintasan, niat atau motif serta perilaku kapal perang tersebut yang menjadi kunci penilaiannya.

Baca juga: Kisah Kapal Selam AS, Tenggelam 100 Tahun Lalu Akhirnya Tertangkap kamera

Indikasi yang ditafsirkan jadi pelanggaran

Dia mengungkapkan, terdapat beberapa hal atau indikasi yang bisa ditafsirkan sebagai sebuah pelanggaran.

“Jika ada indikasi bahwa kapal tersebut melakukan aktivitas intelijen, manuver provokatif, atau tindakan lain yang bertentangan dengan prinsip lintas damai,” tutur Khairul.

Apabila ada kapal perang asing menunjukkan potensi pelanggaran selama melintas, maka terdapat beberapa tindakan yang bisa dilakukan.

Secara langsung, unsur patroli laut atau udara dapat melakukan shadowing (pengawalan), identifikasi visual, hingga komunikasi radio untuk menegaskan status dan maksud kapal tersebut.

Semua langkah ini dapat dilakukan dalam koridor hukum internasional sebagai bentuk perlindungan terhadap yurisdiksi nasional.

“Jika ada dugaan kuat bahwa kapal tersebut melanggar prinsip lintas damai, maka pemerintah Indonesia dapat menempuh jalur diplomatik,” ungkap Khairul.

“Biasanya melalui pengiriman nota diplomatik atau pemanggilan perwakilan kedutaan negara yang bersangkutan untuk meminta klarifikasi atau menyampaikan keberatan resmi,” imbuhnya.

Baca juga: Kisah Kapal Pesiar Aurora, Direstorasi 15 Tahun dan Habiskan Rp 16 M, tapi Kemudian Dihancurkan

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi