KOMPAS.com - Serangan udara Amerika Serikat terhadap tiga fasilitas nuklir Iran yakni Fordow, Natanz, dan Isfahan telah menjadi babak baru dalam eskalasi konflik di Timur Tengah.
Diketahui, Presiden AS Donald Trump mengumumkan langsung telah menyerang tiga fasilitas nuklir pada Minggu (22/6/2025), di tengah eskalasi konflik Iran-Israel.
Padahal, Iran sebelumnya telah memperingatkan AS untuk tidak ikut campur dalam perang dengan Israel.
Ketegangan baru ini memunculkan dua blok kekuatan yang berhadapan langsung, yakni poros Iran dengan jaringan milisi regionalnya dan poros AS-Israel dengan dukungan militer konvensional skala besar.
Lantas, siapa saja sekutu Iran dan AS jika terlibat konflik yang lebih serius?
Baca juga: Dampak Iran Serang Israel Usai Dibom AS: Tel Aviv dan Haifa Rusak Parah, 16 Orang Terluka
Siapa saja sekutu Iran?
Sebagaimana diberitakan ABC, Jumat (20/6/2025), sejak 1970-an, Iran membangun pengaruh di Timur Tengah melalui jaringan sekutu yang dikenal sebagai "Axis of Resistance" (Poros Perlawanan), dengan tujuan menandingi dominasi AS dan Israel.
Selain itu, Iran juga merupakan bagian dari jaringan negara-negara global seperti China, Rusia, dan Korea Utara.
Dalam hal ini, Iran merupakan negara yang memiliki sekutu di level regional maupun global.
Baca juga: Mengenal Isfahan, Kota Bersejarah yang Jadi Target Serangan AS ke Iran
Sekutu regional IranJaringan sekutu yang dikenal sebagai "Axis of Resistance" ini mencakup Hizbullah, Houthi, kelompok milisi di Irak, serta Hamas di Gaza dan Tepi Barat.
Mereka kerap memperingatkan bahwa serangan terhadap Iran atau afiliasinya akan dibalas dengan keras.
Namun, dalam dua tahun terakhir, kekuatan poros ini mulai melemah, seiring dengan bergesernya sejumlah sekutu Iran dari posisi strategis di kawasan.
Pakar keamanan dan dosen di King’s College London, Andreas Krieg menilai, hubungan antara Iran dan jaringan sekutunya kian rapuh.
Ia menggambarkan bahwa aliansi yang dulu dikenal sebagai "poros" kini lebih menyerupai jaringan longgar, di mana masing-masing pihak sibuk mempertahankan eksistensinya sendiri.
Baca juga: Peringatan Irak: Serangan AS ke Iran adalan Ancaman Serius bagi Timur Tengah
Hal senada disampaikan Ian Parmeter, pakar Timur Tengah dari Australia National University (ANU) dan mantan duta besar untuk Lebanon.
Ia menyebut posisi Iran saat ini sebagai yang terlemah dalam lebih dari empat dekade terakhir.
“Tak satu pun sekutunya yang mampu memberikan dukungan seperti dulu,” ujarnya.
Kondisi ini, menjadi alasan mengapa Israel kini merasa cukup percaya diri untuk menyerang langsung Iran.
Ia juga mencatat bahwa dalam dua tahun terakhir, Israel berhasil melumpuhkan kekuatan militer Hamas. Sementara di Suriah, rezim Bashar al-Assad tumbang hanya dua minggu setelah perang dua bulan antara Israel dan Hizbullah berakhir, menandai terputusnya salah satu jalur penting pengaruh Iran di kawasan.
Baca juga: Sebut AS Berkhianat, Iran Berjanji akan Lakukan Perlawanan
Sekutu global IranIran juga tergolong dalam kelompok informal yang dikenal sebagai "CRINK", akronim dari China, Rusia, Iran, dan Korea Utara.
Dalam merespons serangan Israel terhadap Iran, China memilih jalur diplomatik, mengecam serangan tersebut namun menahan diri untuk tidak melangkah lebih jauh.
Korea Utara menyebut serangan itu sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, meski tak memberikan dukungan nyata bagi Iran.
Di antara anggota CRINK, hanya Rusia yang mengambil langkah lebih aktif dengan menawarkan diri sebagai mediator.
Baca juga: Iran Serang Israel dengan 27 Rudal, Tel Aviv dan Haifa Rusak Parah
Presiden Vladimir Putin mengecam keras tindakan militer terhadap Iran dan memperingatkan bahwa intervensi AS dapat memicu eskalasi spiral yang berbahaya.
Ian Parmeter menilai hubungan Iran dan Rusia saat ini sangat erat, terutama karena Teheran memasok drone untuk perang Ukraina.
Namun, ia juga mencatat bahwa Putin memiliki hubungan pribadi yang cukup baik dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, membuat posisi Rusia tidak sepenuhnya berpihak.
Ia juga menambahkan bahwa negara-negara Arab seperti Mesir, Yordania, dan Uni Emirat Arab kemungkinan besar tak akan berpihak pada Iran, karena hubungan mereka tak cukup dekat dan mereka ingin menghindari konflik yang lebih luas.
Baca juga: AS Serang Iran, Hizbullah Klaim Tak Akan Ikut Bertempur
Negara mana saja yang menjadi sekutu AS?
Israel didukung penuh oleh Amerika Serikat, sekutu dekat yang kuat secara militer dan politik.
Ian Parmeter menyatakan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memiliki hubungan yang sangat erat dengan Presiden AS Donald Trump.
"Netanyahu tak akan mengambil langkah besar tanpa lebih dulu mendapatkan lampu hijau dari Trump," ujarnya.
Selain itu, AS juga dipandang sebagai sekutu utama di banyak negara.
Di Timur Tengah, negara-negara Teluk diketahui selama ini memiliki hubungan dekat dengan AS.
Hal ini dibuktikan dengan keberadaan sejumlah pangkalan militer di negara Teluk.
Beberapa negara Teluk yang dekat dengan AS adalah Qatar, Uni Emirat Arab, Oman, Bahrain dan Arab Saudi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.