KOMPAS.com - Amerika Serikat (AS) melakukan serangan bom terhadap fasilitas nuklir Iran pada Sabtu (21/6/2025) waktu setempat.
Hal itu dikonfirmasi oleh Presiden AS Donald Trump yang mengatakan sejumlah muatan bom telah dijatuhkan di situs nuklir Iran, Fordow.
Selain Fordow, kota Isfahan dan Natanz juga turut menjadi target serangan bom Amerika Serikat terhadap Iran.
Baca juga: Letaknya di Dalam Gunung, Seberapa Kuat Fordo Milik Iran Tahan Serangan AS?
Menanggapi peristiwa tersebut, Rusia tampaknya tidak ingin ikut campur secara militer dalam konflik AS dan Iran.
Menurut laporan Aljazeera (23/6/2025), Kremlin, Rusia telah mengonfirmasi pertemuan antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan menteri luar negeri Iran pada Senin (23/6) waktu setempat.
Hal ini terjadi karena para analis mengatakan bahwa Iran kemungkinan besar akan menawarkan Trump sebuah kompromi, dan ingin Putin terlibat sebagai mediator.
Namun, Kremlin belum mengomentari secara resmi serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran, tetapi Kementerian Luar Negeri Rusia dikabarkan mengutuk keras serangan tersebut.
Baca juga: AS Serang 3 Fasilitas Nuklir Iran: Cara yang Terungkap, Dampak, dan Skenario Balasan Iran
Presiden Putin sebelumnya mengatakan bahwa Rusia tidak akan terlibat dalam konflik tersebut secara militer, karena Rusia tengah melakukan operasi militer di Ukraina.
Ditambah lagi, menurut Putin, konflik antara AS dan Iran sama sekali tidak memiliki solusi militer.
Meski Rusia diketahui telah mendukung Iran selama bertahun-tahun, sejak dimulainya babak permusuhan ini, retorika Rusia juga sangat berhati-hati terhadap Israel.
Baca juga: Detik-detik AS Serang Iran: Berawal dari Missouri, Libatkan Pesawat Bomber Siluman B-2
Karena lebih dari satu setengah juta orang berbahasa Rusia dari bekas Uni Soviet dan Rusia tinggal di Israel saat ini. Putin bahkan menyebut Israel sebagai negara yang hampir berbahasa Rusia.
Sementara itu, mantan presiden Rusia dan wakil ketua Dewan Keamanan saat ini, Dmitry Medvedev, mengatakan Amerika tidak mencapai banyak hal dengan serangannya terhadap Iran.
Ia juga mengatakan bahwa Trump, yang datang sebagai presiden pembawa damai, kini telah memulai babak baru perang bagi Amerika Serikat.
Baca juga: Trump Desak Iran untuk Berdamai, Apa Maksudnya?
Kronologi AS serang Iran
Diketahui, AS dan Iran sedang dalam perundingan nuklir saat Israel melakukan serangan mendadak terhadap Iran yang kemudian memulai konflik ini.
Pada Kamis (19/6/2025) lalu, Trump mengatakan akan memberi Iran waktu dua minggu untuk melakukan negosiasi substansial sebelum menyerang.
Tetapi ternyata jangka waktu itu jauh lebih singkat dan pada Sabtu (21/6/2025) AS melancarkan serangan bom ke Iran tepatnya di Fordo, Natanz dan Isfahan.
Baca juga: AS Serang Iran, Apa yang Perlu Diketahui?
Dilansir dari laman Kompas.com, Minggu (22/6/2025), bom Amerika itu disebut GBU-57 Massive Ordnance Penetrator (MOP) yang dilepaskan dari pesawat siluman B-2.
Bom itu berbobot 13.000 kilogram dan mampu menembus sekitar 18 m beton atau 61 m tanah sebelum meledak, menurut para ahli.
Merespons hal tersebut, Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) menyatakan perang setelah AS melancarkan serangan udara terhadap tiga fasilitas nuklir utama Iran.
Baca juga: Apa yang Terjadi jika Iran Menutup Selat Hormuz?
Pernyataan tegas dari IRGC pada Minggu (22/6/2025) ini menandai eskalasi besar dari konflik Iran dan Israel menuju perang besar-besaran di Timur Tengah.
Pemerintah Israel langsung menaikkan status siaga ke tingkat tertinggi. Kementerian Pertahanan Israel mengumumkan pembatalan seluruh kegiatan pendidikan, acara publik, dan aktivitas kerja non-esensial.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.