KOMPAS.com - Tiga tahun setelah menjadi negara pertama di Asia yang melegalkan ganja, Thailand kini mulai memperketat aturan penggunaannya.
Mulai Kamis (26/6/2025), ganja hanya boleh dibeli dengan resep dokter dan penggunaannya dibatasi untuk kepentingan medis maupun kesehatan.
Menteri Kesehatan Thailand, Somsak Thepsutin menyatakan keinginannya untuk mengembalikan status ganja sebagai narkotika.
Langkah ini menjadi perubahan besar dari kebijakan sebelumnya yang cenderung longgar hingga memicu maraknya toko dan kafe ganja, terutama pada kawasan wisata di Thailand.
“Perlu dipahami dengan jelas, ganja hanya diperbolehkan untuk keperluan medis,” kata Somsak.
Baca juga: Hong Kong Tarik Permen Jelly Haribo karena Terkontaminasi Ganja
Harus menyertakan surat dokter jika ingin membeli ganja
Dikutip dari CNN, Sabtu (28/6/2025), Kementerian Kesehatan Thailand mengeluarkan aturan baru untuk memperkuat pengawasan terhadap peredaran ganja.
Toko-toko yang sudah memiliki izin kini hanya boleh melayani pembeli yang membawa resep dari dokter.
Melalui aturan tersebut, para penjual juga wajib mencatat setiap transaksi yang masuk ataupun keluar, dan siap menjalani pemeriksaan rutin dari pihak berwenang.
Aturan juga diperluas hingga ke tingkat produsen. Pengawasan ketat juga diberlakukan terhadap petani dan pelaku usaha ganja.
Iklan komersial produk ganja kini resmi dilarang. Penjualan lewat mesin otomatis dan platform daring juga tidak lagi diizinkan.
Baca juga: Polisi Ungkap Peran 5 Tersangka Baru dalam Kasus Ladang Ganja Semeru
Setidaknya, ada lebih dari 18.000 toko ganja berlisensi yang harus menyesuaikan diri dengan aturan baru ini.
Jika melanggar, pelaku usaha terancam hukuman penjara maksimal satu tahun atau denda sebesar 20.000 baht atau sekitar Rp 10 juta.
Larangan iklan ini diperkirakan akan mengubah wajah kawasan wisata populer di Thailand, seperti Khao San Road di Bangkok dan Pattaya.
Sebelumnya, toko dan kafe ganja mudah ditemukan dengan dekorasi mencolok seperti papan neon dan balon berbentuk daun ganja.
Kini, wisatawan maupun warga lokal yang ingin membeli ganja harus menyertakan surat keterangan dari dokter, baik dari Thailand maupun dari negara asalnya.
Ganja hanya boleh digunakan untuk mengobati kondisi tertentu seperti mual akibat kemoterapi, epilepsi yang sulit diatasi, atau nyeri akibat gangguan saraf.
“Kami menyambut wisatawan yang ingin menikmati budaya dan keindahan alam Thailand, bukan untuk mencari hiburan lewat ganja," ujar Somsak.
Baca juga: 5 Fakta Temuan Ladang Ganja dari Drone di Bromo
Aturan penggunaan ganja semakin longgar sejak 2022
Thailand sudah melegalkan ganja untuk keperluan medis sejak 2018. Namun, aturan tersebut semakin longgar pada 2022 ketika ganja tak lagi dianggap sebagai barang ilegal untuk ditanam, diperdagangkan, dan digunakan dalam pengobatan.
Awalnya, pemerintah berniat mengatur industri ganja secara ketat. Sayangnya, rencana itu tak kunjung terwujud sehingga terjadi kekosongan hukum yang membuka ruang bagi penggunaan ganja secara bebas.
Toko ganja mulai bermunculan di berbagai kota. Tak hanya apotek, bisnis bertema ganja juga tumbuh pesat, mulai dari kafe ganja, spa berbasis rami, hingga tempat perawatan kecantikan.
Festival-festival ganja digelar di kota besar seperti Bangkok dan Chiang Mai. Salah satu festival yang berlangsung di Bangkok bahkan pernah menghadirkan petinju legendaris Mike Tyson untuk mempromosikan produk permen ganja berbentuk sarung tinju dan telinga.
Somsak mengatakan, pendapatan dari industri ganja mungkin akan turun di awal. Namun, menurutnya, langkah ini penting untuk mencegah dampak sosial akibat penggunaan ganja yang tidak terkontrol.
Baca juga: Bukan Hanya Ganja, 7 Tanaman Ini Juga Bisa Memengaruhi Pikiran atau Menyebabkan Halusinasi
Sementara itu, kelompok yang mendukung pengawasan ketat menilai, industri ini sudah tumbuh liar.
Mereka menyoroti risiko kesehatan, meningkatnya penggunaan ganja di kalangan anak-anak, serta keluhan soal bau ganja dari wisatawan yang merokok sembarangan.
Di Phuket, pemerintah daerah mengusulkan zona terbatas untuk menjual dan membeli ganja agar peredarannya bisa lebih terkendali.
“Saat ini penyalahgunaan ganja makin meningkat dan sudah menjadi persoalan sosial. Anak-anak ikut terdampak, belum lagi keluhan dari warga soal bau menyengat,” kata Somsak.
Masalah lain yang muncul adalah meningkatnya penyelundupan. Sejak ganja dilegalkan, kasus penyelundupan keluar negeri meningkat tajam.
Dari Oktober 2024 hingga Maret 2025, terdapat lebih dari 800 pelaku penyelundupan ganja yang ditangkap. Pemerintah Inggris bahkan mencatat, lebih dari sembilan ton ganja disita dalam periode tersebut.
Somsak menegaskan, pemerintah tidak menutup industri ganja, tetapi ingin memastikan penggunaannya sesuai tujuan medis.
“Kami tidak menutup toko-toko ganja. Tapi kami ingin memastikan semuanya berjalan sesuai aturan kesehatan,” ujarnya.
Baca juga: Tikus Berpesta 200.000 Kg Ganja di Kantor Polisi Houston, Texas, Jadi Beringas
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.