RIO DE JANEIRO, KOMPAS.com - Negara-negara anggota BRICS tengah serius mengembangkan proyek untuk menciptakan sistem pembayaran lintas negara yang independen dari dominasi dollar Amerika Serikat (AS).
Hal ini diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, dalam sesi outreach KTT BRICS ke-17 yang digelar di Brasil pada Minggu (6/7/2025) malam waktu setempat.
Menurut Lavrov, proyek sistem pembayaran non-dollar ini merupakan kelanjutan dari kesepakatan yang dicapai dalam KTT BRICS 2024 di Kazan, Rusia.
Baca juga: Seskab Teddy Sebut Indonesia Masuk BRICS Inisiasi Tahun Pertama Presiden Prabowo
Fokus utamanya adalah membangun infrastruktur penyelesaian dan deposit independen, memperkuat kapasitas reasuransi, serta meningkatkan efektivitas zona ekonomi khusus.
"Kami sedang bekerja untuk menciptakan Cross-Border Payment Initiative, infrastruktur penyelesaian dan penyimpanan yang independen, serta penggunaan mata uang alternatif sebagai bagian dari mekanisme Contingent Reserve Arrangement," ujar Lavrov, sebagaimana dilansir Kantor berita Rusia TASS, Senin (7/7/2025).
Langkah ini mencerminkan keinginan kuat BRICS untuk melepaskan ketergantungan pada sistem keuangan global yang selama ini didominasi Barat.
Lavrov menegaskan, ada semakin banyak negara di kawasan Global South dan Timur yang mendorong terbentuknya mekanisme pembangunan baru yang lebih berdaulat dan inklusif.
“BRICS kini menjadi penggerak utama transformasi global. Negara-negara BRICS menyumbang lebih dari 40 persen PDB dunia berdasarkan paritas daya beli. Jika digabung dengan mitra-mitra BRICS, angkanya mencapai 45 persen atau sekitar 93 triliun dollar AS,” kata dia.
“BRICS juga mewakili lebih dari 20 persen perdagangan dunia dan hampir setengah dari populasi global,” imbuhnya.
Lavrov juga menyebut peran organisasi internasional lain yang semakin penting, seperti Uni Afrika, ASEAN, CELAC, Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO), dan Uni Ekonomi Eurasia (EAEU).
Menurutnya, kerja sama antar-blok ini penting untuk menciptakan tatanan dunia multipolar yang lebih adil dan seimbang.
Sebagai informasi, KTT BRICS ke-17 yang berlangsung di Brasil tahun ini mengangkat sejumlah isu strategis, mulai dari kesehatan, perdagangan, investasi, keuangan, perubahan iklim, tata kelola kecerdasan buatan (AI), hingga penguatan perdamaian dan keamanan global.
Baca juga: Hadiri KTT BRICS 2025, Seskab Teddy: Prabowo Yakin Perkuat Posisi RI di Kancah Global
Indonesia berpeluang terlibatSementara itu, Indonesia sempat dinyatakan berpeluang terlibat dalam sistem pembayaran selain dollar yang dikembangkan Perkumpulan BRICS. Namun, sejumlah pihak pada Maret lalu menganggap masih perlu memastikan pengembangan sistem tersebut di tengah dominasi penggunaan dollar AS untuk pembayaran dan cadangan devisa.
Sebagaimana dilansir Kompas.id pada Sabtu (29/3/2025), bergabungnya Indonesia sebagai anggota penuh ke-10 BRICS pada 6 Januari 2025 dan New Development Bank, membuka jalan untuk masuk ke ekosistem keuangan yang dikembangkan perhimpunan yang mengambil inisial Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan itu.
Salah satunya, ekosistem pembayaran digital yang sementara ini dinamai BRICS Pay, yang dikembangkan sejak Maret 2024 untuk memfasilitasi transaksi lintas batas bagi negara-negara yang tergabung dalam BRICS.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani pada Jumat (28/3/2025) menyampaikan, pelaku usaha pada prinsipnya mendukung upaya diversifikasi sistem pembayaran nasional dengan mata uang asing selain dollar AS.
”Termasuk dengan mekanisme BRICS Pay yang sedang dikembangkan,” katanya kepada Kompas.id.
Tetapi, ia menilai, penerapan BRICS Pay masih membutuhkan mekanisme yang panjang, khususnya untuk membuktikan parameter kepercayaan, keamanan, dan efisiensi mekanisme pembayaran yang ditawarkan.
Shinta berpendapat, dalam jangka menengah, BRICS Pay belum bisa menyaingi mekanisme Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT) untuk mentransfer uang, khususnya dalam mata uang dollar AS, yang sudah lama dipakai pelaku usaha.
”Yang jelas, kami menantikan perkembangan yang ada dan mendukung upaya pengembangan mekanisme alternatif tersebut,” ungkapnya.
Apabila BRICS Pay bisa diimplementasikan, Apindo menilai hal itu berpotensi menciptakan resiliensi ekonomi makro nasional yang lebih baik. Terutama dari sisi moneter terkait kebutuhan terhadap dollar AS, stabilitas nilai tukar rupiah, hingga efisiensi transaksi dalam mata uang asing.
Artikel dari Kompas.id berjudul "Indonesia Berpeluang Masuk ke Sistem Pembayaran Non-dollar Buatan BRICS" dapat dibaca selengkapnya di sini
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.