Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sulit Cari Kerja, Ini Kisah Pengangguran Sarjana di Indonesia dan China

Baca di App
Lihat Foto
Freepik
Ilustrasi pengangguran.
|
Editor: Intan Maharani

KOMPAS.com - Sejumlah negara seperti Indonesia dan China tengah menghadapi krisis ketenagakerjaan. 

Di Indonesia sendiri, terdapat lebih dari 1 juta sarjana yang menganggur. Hal ini pun mengundang komentar anggota Komisi X DPR, Nurhadi bahwa sistem pendidikan Indonesia gagal memberikan kesempatan kerja. 

Salah satu kisah yang sempat disorot adalah beberapa sarjana terpaksa mendaftarkan diri sebagai petugas PPSU (Penanganan Prasarana dan Sarana Umum) di Jakarta. 

Baca juga: Menteri Karding Sarankan Cari Kerja di Luar Negeri untuk Atasi Angka Pengangguran, Bagaimana Caranya?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sementara itu, di China, pengangguran tinggi juga mengarah pada solusi tak biasa.

Beberapa di antara mereka menjadi cucu penuh waktu yang dibayar, sedangkan lulusan universitas ternama justru terpaksa bekerja sebagai kurir makanan. 

Krisis ketenagakerjaan ini menunjukkan bagaimana sarjana di berbagai negara terpaksa menghadapi kenyataan yang jauh dari ekspektasi pendidikan mereka.

Fenomena ini mencerminkan kekosongan peluang kerja yang sesuai dengan pendidikan tinggi yang mereka miliki.

Lantas, bagaimana kisah sarjana di Indonesia dan China menghadapi krisis pekerjaan? 

1 juta sarjana di Indonesia menganggur 

Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, mengungkapkan keprihatinannya atas angka pengangguran yang tinggi di kalangan sarjana Indonesia, yang sudah mencapai lebih dari satu juta orang. 

Menurutnya, ini adalah kegagalan sistemik yang bertolak belakang dengan potensi besar bonus demografi Indonesia. 

"Lebih dari 1 juta sarjana menganggur? Ini ironi besar di tengah bonus demografi yang katanya menjadi peluang untuk Indonesia Emas," ujar Nurhadi, dikutip dari Kompas.com, Selasa (8/7/2025). 

Meskipun anggaran pendidikan negara mencapai triliunan rupiah, hasilnya tidak sebanding dengan kesempatan kerja yang terbuka bagi para lulusan universitas.

Baca juga: Tingkat Pengangguran Indonesia Nomor 1 di ASEAN

Kisah sarjana Indonesia rela masuk got demi pekerjaan

Seiring dengan itu, beberapa sarjana di Jakarta seperti Musarotun (29), memilih untuk bekerja sebagai petugas PPSU, meskipun memiliki gelar sarjana akuntansi. 

Perempuan sebelumnya adalah ibu rumah tangga itu mengungkapkan, ia terpaksa memilih pekerjaan tersebut karena peluang di dunia kerja sangat terbatas. 

"Sebelumnya saya ibu rumah tangga, ngurus-ngurus rumah. Daftar PPSU harapannya untuk kemajuan ekonomi keluarga," paparnya, dikutip dari Kompas.com, Senin (7/7/2025). 

Gaji yang diterima memang tidak besar, tetapi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. 

Dari situasi ini, pekerjaan informal pun menjadi pilihan bagi mereka yang kesulitan mendapat pekerjaan sesuai dengan pendidikan.

Solusi sarjana pengangguran di China 

Fenomena serupa terjadi di China, di mana pengangguran di kalangan anak muda semakin tinggi, mencapai 15,8 persen pada April 2025. 

Seiring dengan kesulitan mencari pekerjaan yang sesuai, beberapa anak muda memilih untuk menjadi "cucu penuh waktu". 

Mereka merawat kakek-nenek mereka, memberikan dukungan emosional, serta mengurus keperluan harian lansia. 

Salah seorang perempuan berusia 26 tahun mengungkapkan bahwa merawat kakeknya memberikan kehidupan yang lebih baik daripada mencari pekerjaan yang tidak pasti. 

"Jika kamu merawatku dengan baik dan membantuku hidup beberapa tahun lagi, itu lebih baik daripada apa pun yang dapat kamu lakukan di luar sana," kata sang kakek, dikutip dari Kompas.com, Senin (7/7/2025). 

Baca juga: Terlalu Banyak Pejabat dan Pengangguran...

Di sisi lain, fenomena yang lebih unik muncul di China, yaitu kisah Ding Yuanzhao, lulusan Universitas Oxford yang kini bekerja sebagai kurir makanan di Singapura. 

Meskipun memiliki gelar tinggi dari universitas-universitas ternama, Ding mengaku kesulitan mencari pekerjaan sesuai dengan pendidikannya. 

"Ini adalah pekerjaan yang stabil. Saya bisa menghidupi keluarga saya dengan penghasilan ini. Jika Anda bekerja keras, Anda bisa mendapatkan penghidupan yang layak. Ini bukan pekerjaan yang buruk," ujar Ding, dilansir dari Kompas.com, Selasa (8/7/2025). 

Meski berpendidikan tinggi, kenyataan pasar tenaga kerja yang tidak dapat menampungnya memaksanya untuk menerima pekerjaan yang lebih sederhana.

(Sumber: Kompas.com/Muhammad Isa Bustomi, Tria Sutrisna, Alinda Hardiantoro, Aditya Priyatna Darmawan| Editor: Muhammad Isa Bustomi, Robertus Belarminus, Irawan Sapto Adhi) 

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi