KOMPAS.com - Beberapa dari Anda mungkin pernah mendengar kisah Muhammad Kusrin, si perakit TV dari barang bekas yang sempat dipenjara karena masalah SNI.
Kisahnya sempat menuai simpati publik. Pria yang hanya menamatkan pendidikan sekolah dasar (SD) itu dianggap menjadi korban dari kekakuan regulasi saat mencoba berkreasi membikin TV dari barang bekas.
Kusrin sendiri mulai merakit TV karena coba-coba. Cerita bermula pada 2009. Saat itu, warga Karanganyar, Jawa Tengah (Jateng) itu masih menggantungkan hidup sebagai tukang bangunan.
Baca juga: Sulit Cari Kerja, Ini Kisah Pengangguran Sarjana di Indonesia dan China
Saat mendapat pekerjaan di Jakarta, ia tertarik membeli sebuah radio rusak seharga Rp 80.000. Ia perbaiki sendiri, lalu berhasil menjualnya kembali seharga Rp 200.000.
“Uang itu, saya beliin pesawat FM jarak jauh untuk komunikasi dengan temen tukang servis. Lalu saya belajar sama mereka,” ujar Kusrin pada Selasa (16/1/2016), dikutip dari Kompas.com. Kusrin saat itu berusia 36 tahun.
Dari komunitas tukang servis elektronik itulah Kusrin mulai mendalami dunia perakitan alat elektronik, termasuk televisi. Selama sekitar empat tahun, ia bersama teman-temannya membuka jasa servis.
“Terus ada teman nunjukin bikin TV ternyata dari tabung komputer bekas. Waktu itu belum sempurna, cuma diambil tabungnya, untuk lainnya masih pake alat TV,” kenangnya.
Dari situ ide bisnis pun muncul. Dengan modal yang dikumpulkan selama menjadi teknisi, pada 2011 Kusrin mulai serius merakit televisi dari barang-barang bekas.
“Bukan dari pinjaman. Dulu saya kerja jadi teknisi 4 tahun,” tegasnya.
Awal merintis, ia dibantu tiga orang karyawan dan mampu merakit 30 hingga 40 unit TV tabung berukuran 15–17 inci per hari.
Harga jualnya berkisar antara Rp 300.000 hingga Rp 400.000. Bisnisnya berkembang pesat. Pada 2015, ia sudah memiliki 32 karyawan dan bisa memproduksi hingga 150 unit TV setiap hari.
“Teknisi rata-rata berpendidikan SMA dan dapat pendapatan setara UKM Karanganyar,” ujar Kusrin.
Namun nasib berkata lain. Pada Maret 2015, usaha Kusrin digerebek oleh pihak kepolisian karena produknya belum memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI).
Berdasarkan Undang-Undang No 3/2014 tentang Perindustrian dan peraturan turunannya, bisnisnya dianggap melanggar hukum.
Pengadilan menjatuhkan vonis enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun serta denda Rp 2,5 juta subsider dua bulan kurungan.
Baca juga: Kisah Karyawan yang Dipecat Setelah Donorkan Ginjal untuk Bosnya
Tidak hanya itu, sebanyak 118 unit TV rakitan hasil karyanya dimusnahkan oleh Kejaksaan Negeri Karanganyar.
“Modal yang saya kumpulkan 4 tahun habis dalam 5 menit. Kenyataannya begitu,” keluh Kusrin di hadapan Menteri Perindustrian Saleh Husin pada Selasa (19/1/2016).
“Tapi saya akan tetap lanjut bagaimanapun caranya. Yang sekarang saya perjuangkan itu adalah bagaimana agar karyawan-karyawan saya tetap bisa punya pekerjaan,” lanjutnya.
Menteri Perindustrian saat itu, Saleh Husin, turut menyerahkan langsung Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI (SPPT-SNI) kepada Kusrin dan berharap kejadian serupa tidak terjadi lagi.
Ia kala itu mendorong agar pemerintah daerah lebih proaktif dalam mendeteksi dan mendukung kreativitas masyarakat.
Bangkit lagi
Setelah sempat menjadi sorotan publik, Kusrin kembali merintis usahanya dari awal. Usai vonis, ia sempat berhenti total, tapi tak tinggal diam.
Ia mulai lagi perlahan-lahan, tapi dengan lebih dulu memastikan proses legalitas SNI terpenuhi.
“Dimulai lagi dari nol, dan ini sambil menunggu izin SNI keluar, baru diurus. Dulunya semua izin sudah ada, hanya tidak ada izin SNI-nya,” kata Kusrin kepada wartawan di rumahnya di Dusun Wonosari, Jatikuwung, Gondangrejo, Karanganyar, Rabu (13/1/2016), dikutip dari Kompas.com.
Kusrin mengaku sama sekali tidak mengetahui bahwa produknya wajib memiliki sertifikasi SNI. Ia pun tidak pernah bermaksud untuk melanggar aturan.
“Setelah kasus itu, semua berhenti total, tidak produksi, terus anak istri mereka kan juga butuh makan. Jadi kita mulai lagi dari nol,” tuturnya.
Setelah itu, Kusrin berhasil memproduksi TV lagi dengan dibanderol seharga paling mahal Rp 800.000 dan dipasarkan terutama di wilayah Solo dan Yogyakarta.
Ia juga mulai mengemas produk-produknya dengan lebih profesional, lengkap dengan kardus dan label merek, layaknya TV buatan pabrik.
Baca juga: Kisah Lulusan Universitas Oxford asal China yang Kini Bekerja Jadi Kurir Makanan
Sempat dipanggil ke Istana oleh Presiden Jokowi
Presiden Joko Widodo sempat mengundang Muhammad Kusrin ke Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin (25/1/2016). Dalam pertemuan itu, Presiden didampingi Menteri Perindustrian Saleh Husin.
Kusrin yang saat itu telah menerima SPPT-SNI, menunjukkan langsung produk TV rakitannya kepada Jokowi. Inovasi miliknya di bawah bendera IKM UD Haris Elektronika telah lolos uji di Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T).
“SNI ini untuk tiga merek TV saya, Veloz, Zener, dan Maxreen. Semua sama, yang membedakan hanya warna untuk memberikan pilihan bagi konsumen,” jelas Kusrin kala itu.
Pengusaha kecil tersebut setelahnya kembali memproduksi hingga 150 unit TV per hari, dengan harga jual Rp 400.000 hingga Rp 500.000. Produknya dipasarkan dari wilayah Karesidenan Solo hingga ke Yogyakarta.
“Saya senang, sudah plong dan lega, apalagi mengurus sertifikat SNI ini mudah dan murah. Sekarang saya dapat fokus kembali bekerja,” ujar Kusrin, dikutip dari Kompas.com.
Penerapan SNI dalam industri sendiri merupakan amanat dari Undang-Undang No 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
(Sumber: Kompas.com/M Wismabrata/Ramanda Jahansyahtono/Erwin Edhi Prasetya)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.