Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Kontan Sebut Ekonomi Indonesia Makin Lesu, Apa Dampaknya bagi Masyarakat?

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/MACIEJ MATLAK
Ilustrasi BSU. Bantuan Subsidi Upah. BSU 2025. Cara cek penerima BSU 2025. Cek BSU 2025. Cek BSU di Pospay. Cek BSU di BPJS Ketenagakerjaan. BSU Kemnaker 2025. Survei Kontan Sebut Ekonomi Semakin Lesu, Apa Dampaknya bagi Masyarakat?
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Survei Kontan mengungkap bahwa Indeks Keyakinan CEO Indonesia atau Indonesia CEO Confidence Index (ICCI) pada kuartal III (Juli, Agustus, September) turun dalam lima kuartal berturut-turut sejak kuartal ketiga 2024 lalu.

Optimisme puluhan chief executive officer (CEO) korporasi di Indonesia juga kembali menyusut.

Survei ketiga 2025, ICCI kuartal III-2025 berada di level 3,01, posisi terburuk sejak pandemi Covid-19.

Survei ini dilakukan kepada puluhan CEO dari berbagai sektor industri selama Juni 2025. Hasil survei menunjukkan sikap CEO masih optimis, tetapi keyakinan para petinggi perusahaan mulai menyusut.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hal ini disebabkan karena perang dagang sejak April 2025 dan konflik Iran-Israel yang menyebabkan tensi geopolitik Timur Tengah yang makin panas.

Di sisi lain, daya beli masyarakat juga turun dibanding kuartal kedua 2025.

Lantas, apa dampak perekonomian Indonesia yang semakin lesu bagi pelaku industri dan masyarakat sebagai konsumen?

Baca juga: Daya Beli Menurun, Bisnis Jenis Apa yang Dapat Bertahan? ini Penjelasan Pakar

Dampak ekonomi Indonesia yang semakin lesu

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan, survei Kontan menunjukkan bahwa saat ini bukan hanya konsumen yang menghadapi tekanan daya beli, tetapi juga sisi permintaan yang melemah.

"Dari sisi permintaan melemah bahkan dari sisi pasokan atau dari sisi perusahaan itu banyak yang melakukan penundaan ekspansi," kata dia, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (9/7/2025).

Bhima mengatakan, jika situasi seperti ini terus terjadi, dia khawatir ekspansi akan menurun, pembelian bahan baku juga menurun.

Hal itu akan berdampak pada rekrutmen tenaga kerja yang ikut menurun yang mengakibatkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, baik di sisi pemasok bahan baku maupun di sektor industri pengolahan.

Dalam situasi perekonomian seperti ini, diperlukan peran nyata dari pemerintah.

"Ini harus direspons oleh pemerintah karena kalau situasi terus memburuk maka penerimaan pajak semakin turun," jelas Bhima.

"Kemudian dari sisi pemerintah juga harus mengeluarkan belanja perlindungan sosial lebih besar," imbuhnya.

Dalam waktu dekat, Bhima juga menyarankan supaya pemerintah bergegas untuk mengidentifikasi sektor usaha, khususnya padat karya yang terdampak oleh pelemahan daya beli dan imbas tarif Trump.

"(Perusahaan) tekstil, pakaian jadi, alas kaki, kemudian produk makanan, produk terkait dengan elektronik itu yang harus mendapatkan keuntungan dari sisi insentif perpajakan," jelasnya.

Di sisi lain, efisiensi belanja pemerintah juga perlu dikurangi sehingga terdapat uang belanja dari pemerintah yang mengalir ke ekonomi lokal. Dengan begitu, daya beli akan mulai pulih dan permintaan di dunia usaha juga membaik.

Perekonomian yang diprediksi semakin lesu itu juga berdampak pada penurunan daya saing. Padahal, saat ini Indonesia sedang menikmati bonus demografi.

Baca juga: Anak Muda, Jebakan Ekonomi, dan Survival Mode

Apa yang harus dilakukan masyarakat?

Melihat situasi perekonomian yang semakin sulit dan dampak yang ditimbulkan, Bhima menyarankan supaya masyarakat lebih selektif dalam membeli sebuah barang.

Pastikan barang yang dibeli adalah barang-barang yang termasuk kebutuhan primer.

"Jadi, barang-barang sekunder, barang-barang tersier itu harus dilihat dulu sesuai dengan kebutuhan. Harus ada prioritas dan jangan sampai hanya untuk membeli barang-barang yang sifatnya sekunder maupun tersier," jelasnya.

Kemudian, Bhima juga menyarankan agar masyarakat tidak mengambil cicilan pinjaman dengan bunga yang terlalu tinggi.

Pasalnya, hal itu bisa mempersulit debitur jika kondisi ekonomi semakin memburuk dan pendapatan melemah.

Terakhir, Bhima mengimbau kepada masyarakat untuk mulai menyisihkan sebagian pendapatannya untuk dana darurat.

"Dalam kondisi sekarang 30 sampai 35 persen dari pendapatan harus langsung masuk ke rekening terpisah sebagai dana darurat." kata dia.

Uang tersebut akan diperlukan apabila terjadi gelombang PHK sembari mencari pekerjaan baru.

Selain itu, masyarakat juga disarankan untuk tidak bergantung pada satu pekerjaan saja.

"Cari pekerjaan sampingan sebanyak-banyaknya. Tidak bisa mengandalkan pekerjaan utama," kata dia,

"Jadi untuk saat ini situasinya semakin berat maka harus mendorong untuk mencari pekerjaan-pekerjaan tambahan, penghasilan tambahan. Itu sebagai salah satu cara bertahan," tandasnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi