KOMPAS.com - Tim Kedokteran Forensik Brasil melalui Institut Medis Hukum Rio de Janeiro (IML) mengungkap hasil otopsi Juliana Marins, turis asal Brasil yang meninggal setelah jatuh di Gunung Rinjani pada Sabtu (21/6/2025).
Laporan ini dirilis oleh TV Globo dan menunjukkan bahwa kondisi pengawetan jenazah Juliana menghambat para ahli untuk menentukan waktu kematiannya.
Tidak hanya waktu kematian, hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa pembalseman yang dilakukan di Indonesia sebelum jenazah dibawa ke Brasil disebut menyulitkan para ahli untuk menilai tanda-tanda klinis, seperti dehidrasi, tanda-tanda kekerasan seksual, juga hipotermia.
Sebagai informasi, jenazah Juliana ditemukan empat hari setelah jatuh di lereng Gunung Rinjani, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Juliana ditemukan di kedalaman 600 meter, lebih jauh dari titik pertama jatuhnya, yakni di kedalaman 200 meter.
Lantas, apa hasil otopsi tim kedokteran forensik Brasil?
Baca juga: Kata Media Asing soal Hasil Otopsi Juliana Marins, Soroti Penyebab Kematiannya
Hasil otopsi Juliana di Brasil
Laporan IML Rio de Janeiro mengungkap bahwa Juliana meninggal dunia karena mengalami pendarahan internal akibat cedera traumatis.
Perempuan berusia 26 tahun itu juga mengalami patah tulang serius di bagian panggul, dada, dan kepala akibat benturan keras.
Hasil otopsi juga menunjukkan bahwa kondisi mata jenazah kering serta mengalami kerusakan otot.
Meski demikian, petugas forensik tidak dapat menentukan apakah fatkor lingkungan, seperti hipotermia, disorientasi, atau kelelahan berperan dalam kematian Juliana.
Bukti yang diperoleh tim forensik menunjukkan bahwa luka-luka yang dialami Juliana berdampak fatal dalam jangka pendek.
Namun, ada kemungkinan pula dia mengalami cedera fisik dan psikologis dalam waktu singkat serta stres endokrin, metabolisme, dan imunologis sebelum meninggal.
Meski waktu kematian sempat sulit ditentukan, petugas forensik memperkirakan bahwa Juliana mungkin hanya mampu bertahan hidup 15 menit setelah mengalami benturan keras.
Hasil otopsi juga tidak mendeteksi adanya tanda-tanda kekerasan fisik atau seksual, meski terdapat luka lecet di tubuhnya.
Luka lecet ini mengindikasikan bahwa Juliana terjatuh beberapa kali hingga terperosok ke dalam jurang sedalam 600 meter.
Menurut G1, tes genetik pelengkap masih berlangsung.
Secara keseluruhan, hasil otopsi tim forensik Brasil atas jenazah Juliana tidak jauh berbeda dengan hasil otopsi yang dilakukan di Indonesia.
Baca juga: Hasil Otopsi Juliana Marins, Dokter: Diperkirakan Hanya Bertahan 20 Menit Usai Terluka
Hasil otopsi forensik Indonesia
Sebelumnya, jenazah Juliana sudah diotopsi di Indonesia pada Jumat, 27 Juni 2025.
Dokter forensik RSUD Bali Mandara yang menangani jenazah korban, dr. Ida Bagus Putu Alit, DMF. Sp.F mengatakan bahwa korban mengalami luka-luka pada seluruh tubuhnya.
Luka lecet itu tampak geser yang mengindikasikan bahwa korban memang tergesek benda-benda tumpul.
Selain itu, Ida juga mengatakan bahwa hasil otopsi menunjukkan bahwa Juliana mengalami patah tulang yang menyebabkan kerusakan organ dan pendarahan.
“Kemudian kita juga menemukan adanya patah-patah tulang. Terutama di daerah dada, bagian belakang, juga tulang punggung dan paha,” kata Alit, dikutip dari Kompas.com (27/6/2025).
Berdasarkan hasil otopsi tersebut, disimpulkan bahwa Juliana meninggal karena benturan tumpul yang menyebabkan terjadinya kerusakan organ-organ dalam dan pendarahan.
Pendarahan paling banyak terjadi di area dada dan perut. Tidak ada pula organ seplin yang mengkerut atau menunjukkan bahwa pendarahan lambat.
Hal itu menunjukkan bahwa waktu kematian terjadi dalam jangka waktu yang sangat singkat dari luka saat terjadi.
Diperkirakan, waktu kematian Juliana maksimal adalah 20 menit setelah terjatuh.
“Jadi karena dimasukkan dalam freezer kalau yang kita temukan di sini kematiannya terjadi antara 12 sampai 24 jam, itu berdasarkan dari tanda-tanda lebam mayat dan juga kaku mayatnya,” kata dia.
Luka yang paling banyak ditemukan di tubuh korban adalah luka lecet geser yang menunjukkan bahwa korban tergesek benda-benda tumpul saat terjatuh.
Sama dengan hasil otopsi tim forensik Brasil, dr Alit juga tidak dapat memeriksa dugaan hipotermia.
Hal itu karena jenazah Juliana sudah dalam kondisi lama sehingga tim forensik tidak bisa memeriksa cairan pada bola matanya.
Meskipun begitu, jika dilihat dari luka dan pendarahan yang dialaminya, dugaan hipotermia disingkirkan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.