SINGAPURA, KOMPAS.com - Singapura akan meluncurkan Bantuan Penyesuaian Bisnis (Business Adaptation Grant) baru pada Oktober 2025 untuk membantu perusahaan-perusahaan yang memenuhi syarat menyesuaikan diri dengan lanskap tarif yang terus berubah.
Pengumuman tersebut disampaikan oleh Wakil Perdana Menteri (PM) sekaligus Menteri Perdagangan dan Perindustrian Singapura Gan Kim Yong pada Kamis (10/7/2025).
Dikatakan bahwa bantuan itu akan tersedia untuk jangka waktu terbatas selama dua tahun.
Baca juga: Tolak Ditekan Tarif Trump, Indonesia Lanjutkan Diskusi dengan AS
"Bantuan akan mendukung perusahaan-perusahaan yang melakukan ekspor ke luar negeri atau beroperasi di pasar luar negeri dan terdampak oleh kebijakan tarif," jelasnya, dikutip dari Xinhua.
Bantuan di antaranya dapat dipakai untuk membiayai layanan seperti konsultasi perjanjian perdagangan bebas dan kepatuhan perdagangan, panduan hukum dan kontraktual, serta optimalisasi rantai pasokan dan diversifikasi pasar.
"Perusahaan-perusahaan yang memiliki operasional manufaktur, baik di luar maupun di dalam negeri Singapura, juga dapat menerima bantuan untuk biaya rekonfigurasi, termasuk biaya logistik dan penyimpanan inventaris," jelas Wakil PM Singapura.
Inisiatif tersebut ia umumkan dalam konferensi pers terkait perkembangan terbaru dari Satuan Tugas Ketahanan Ekonomi Singapura (Singapore Economic Resilience Taskforce).
Itu adalah badan yang dibentuk pada April untuk membantu bisnis dan para pekerja menghadapi ketidakpastian yang bermunculan akibat kebijakan tarif Amerika Serikat (AS).
Langkah-langkah tambahan meliputi perluasan akses terhadap layanan bimbingan karier dan dukungan pendanaan sementara yang ditingkatkan untuk sertifikasi dasar di bidang sumber daya manusia.
Baca juga:
- 3 Permintaan AS agar Tarif Impor Indonesia Dihapus, Apa Saja?
- Tarif Pasang Listrik Baru PLN untuk Meteran Token Daya 450 dan 900 Watt
- Dampak Trump Tetapkan Tarif Impor 32 Persen bagi Indonesia Menurut Ekonom
Gan, yang juga menjabat sebagai chairman satuan tugas itu, memperingatkan bahwa putaran terbaru tarif AS di bawah pemerintahan Donald Trump akan memperpanjang ketidakpastian global dan tantangan bagi perekonomian di seluruh dunia.
"Hal itu pada akhirnya semakin menghambat arus perdagangan dan membebani pertumbuhan ekonomi," ucapnya.