KOMPAS.com - Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, menetapkan 17 Oktober diperingati sebagai Hari Kebudayaan Nasional.
Penetapan ini disebut sebagai momentum untuk memperkuat posisi kebudayaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hari Kebudayaan Nasional setiap 17 Oktober ditetapkan Menteri Kebudayaan Fadli Zon melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Kebudayaan Nomor 162/M/2025.
Surat tersebut diketahui telah ditandatangani pada 7 Juli 2025 dan mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Meski begitu, Hari Kebudayaan Nasional tidak akan termasuk dalam hari libur nasional.
Baca juga: Suara Kritik untuk Fadli Zon soal Klaim Pemerkosaan Massal Mei 1998 Tidak Ada, Makin Meluas
17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional
Dikutip dari Kompas.id, Minggu (13/7/2025), dalam SK tersebut, Fadli menetapkan bahwa tanggal 17 Oktober diperingati sebagai Hari Kebudayaan, yang tidak termasuk hari libur.
”Menetapkan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan. Hari Kebudayaan bukan merupakan hari libur. Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan,” tulis Fadli dalam SK tersebut.
Maestro Seni Ketoprak di Sleman, DI Yogyakarta yang juga menjadi salah satu pengusul Hari Kebudayaan Nasional, Nano Asmorodono, juga mengonfirmasi kebenaran SK tersebut.
”Betul, saya sudah terima surat dari Kementerian (Kebudayaan),” kata Nano.
Nano Asmorodono termasuk salah satu pihak yang mengajukan usulan penetapan Hari Kebudayaan Nasional dan tergabung dalam kelompok bernama Tim Garuda Sembilan Yogyakarta.
Baca juga: Fadli Zon Sebut Tak Ada Kasus Pemerkosaan Massal Mei 1998, Data Publik Membantah
Selain dirinya, tim ini juga terdiri dari sejumlah tokoh budaya dan pemerhati seni di DI Yogyakarta, seperti Achmad Charis Zubair dari Dewan Kebudayaan, Rahadi Saptata Abra yang dikenal sebagai pemerhati keris, serta Bimo Wiwohatmo, maestro dalam seni pembuatan keris.
Anggota lainnya mencakup berbagai pelaku dan pengamat seni budaya, antara lain Isti Sri Rahayu, seorang koreografer; Arya Ariyanto, pemerhati seni sekaligus Direktur Bakpia Jogkem; Yani Saptohoedojo, yang fokus pada seni rupa; Yati Pesek, seniman tradisional terkemuka; dan Oni Wantara, pemerhati kebudayaan.
Menurut Nano, usulan ini datang tidak hanya dari Yogyakarta, tetapi juga dari sejumlah seniman di beberapa daerah lain.
Proses penetapan Hari Kebudayaan Nasional dilakukan melalui berbagai diskusi, baik formal maupun informal dengan kajian akademik.
Nano menyebut bahwa gagasan mengenai Hari Kebudayaan sudah mulai diusulkan sejak bertahun-tahun yang lalu.
Tim Garuda Sembilan Yogyakarta sendiri telah dua kali melakukan pertemuan dengan Fadli Zon ketika ia melakukan kunjungan kerja ke Yogyakarta.
"Ada yang sudah belasan tahun mengusulkan. Nah kami, tim Garuda Sembilan ini belum ada setahun mengusulkan pas menterinya Pak Fadli Zon karena ini pas kita punya Menteri Kebudayaan kami kejarlah, dulu kan tidak ada," ucapnya.
Baca juga: Fadli Zon Bantah Ada Pemerkosaan Massal Mei 1998, Bagaimana Data yang Diketahui Sejauh Ini?
Apa alasan pemilihan tanggal 17 Oktober?
Penetapan ini mengundang kontroversi, banyak warganet yang menghubungkannya dengan hari kelahiran Presiden Indonesia Prabowo Subianto pada 17 Oktober 1951.
Dikutip dari Kompas.id, Nano menegaskan, tanggal 17 Oktober dipilih berlandaskan pada peristiwa Presiden RI pertama Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Natsir menetapkan Bhinneka Tunggal Ika sebagai slogan bangsa pada tahun 1951.
Tim tersebut menilai peristiwa ini sebagai tonggak politik yang bersejarah bagi nilai-nilai kebudayaan bagi bangsa Indonesia hingga saat ini.
”Ada beberapa usulan tentang tanggal, ada 9 Mei, 18 Juli 1918, banyak usulan tentang tanggal itu. Nah, kami kaji dan ketemulah tanggal 17 Oktober karena itu pas dengan politik kebudayaan Bung Karno,” ungkapnya.
Pernyataan ini sekaligus membantah anggapan warganet bahwa 17 Oktober dipilih karena sengaja disesuaikan dengan hari kelahiran Prabowo.
”Saya malah enggak tahu, enggak ada tendensi apa-apa dengan Pak Prabowo. Terus terang saja, wong saya enggak memilih Prabowo, kok, dan hampir 80 persen pengusul ini tidak memilih Prabowo. Kami hanya pelaku budaya, siapa pun pemegang kebijakan saya hanya ingin ada hari kebudayaan,” tutur Nano.
Penetapan ini berlandaskan pada berbagai aturan, antara lain UU No 39/2008 tentang Kementerian Negara, UU No 11/2010 tentang Cagar Budaya, UU No 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, Peraturan Pemerintah (PP) No 87/2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU.
Selain itu, penetapan tersebut juga berlandaskan PP No 1/2022 tentang Register Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya, hingga Peraturan Presiden No 26/1989 tentang Pengesahan Konvensi tentang Proteksi dan Promosi Keanekaragaman Ekspresi Budaya.
Sejumlah pemimpin Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, seperti Lalu Hadrian Irfani dan Maria Yohana Esti Wijayati, mengaku belum mengetahui ihwal penetapan Hari Kebudayaan Nasional yang diputuskan Fadli Zon ini.
Untuk itu, mereka berencana memanggil Fadli Zon untuk mengklarifikasi putusan ini.
”Kami belum ada penjelasan lebih lanjut. Coba nanti kami akan perjelas dulu ke Kemenbud,” kata Lalu pada Minggu (13/7/2025).
Baca juga: Profil Leli dan Fadli, Pembawa Bendera Merah Putih di Pembukaan Paralimpiade Paris 2024
Artikel ini telah tayang di Kompas.id dengan judul “Hari Kebudayaan Nasional Ditetapkan Tiap 17 Oktober, Diklaim Tak Terkait HUT Prabowo”.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.