Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lahan di Indonesia Dikuasai Segelintir Orang, Ekonom Dorong Audit hingga Reforma Agraria

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/ADHYASTA DIRGANTARA
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid saat ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Minggu (13/7/2025).
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika

KOMPAS.com – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Nusron Wahid mengungkapkan bahwa 48 persen dari 55,9 juta hektar lahan bersertifikat di Indonesia dikuasai oleh 60 keluarga saja. 

Dikutip dari Kompas.com, Minggu (13/7/2025) Nusron mengatakan, hal tersebut diketahui dengan melacak kepemilikan dari perusahaan-perusahaan yang tercatat menguasai lahan-lahan tersebut. 

"48 persen dari 55,9 juta hektar itu hanya dikuasai oleh 60 keluarga di Indonesia. Yang kalau dipetakan PT-nya, PT-nya bisa berupa macam-macam, tapi kalau dilacak siapa beneficial ownership-nya, itu hanya 60 keluarga," ujar Nusron di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Minggu (13/7/2025). 

Nusron menilai temuan tersebut merupakan sebuah masalah yang menyebabkan terjadinya kemiskinan struktural.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Inilah problem di Indonesia kenapa terjadi kemiskinan struktural. Kenapa? Karena ada kebijakan yang tidak berpihak. Ada tanah kutip, kalau kami boleh menyimpulkan, ada 'kesalahan kebijakan pada masa lampau'," kata Nusron. 

Baca juga: Trump Ingin Indonesia Bangun Pabrik di AS, Ekonom: Jangan Semua Kemauan Dituruti

Penguasaan dan ketimpangan lahan bukan hal yang baru

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menjelaskan bahwa masalah penguasaan lahan dan ketimpangan bukanlah hal yang baru terjadi di Indonesia.

“Masalah penguasaan lahan ketimpangan lahan itu bukan angka yang mengagetkan karena dari dulu gini rasio lahan itu memang lebih tinggi dari gini rasio ketimpangan,” jelas Bhima ketika dihubungi Kompas.com pada Senin (14/7/2025).

Bhima menyebut perbandingan Gini Rasio lahan dengan Gini Rasio ketimpangan mencapai masing-masing 0,7 dan 0,29. Dari situ, iamengartikan bahwa adanya masalah tersebut menjadikan ketimpangan lahan menjadi masalah struktural.

Masalah struktural seolah dibiarkan terlalu lama dan tidak punya intervensi yang efektif untuk bisa mengurai ketimpangan lahan.

Akibat dari adanya ketimpangan lahan tersebut membuat masyarakat miskin susah untuk bisa meningkatkan pendapatannya dari sektor pertanian.

"Hal ini pun memicu terjadinya migrasi masyarakat desa ke perkotaan karena lahan-lahan yang ada di desa dikuasai oleh segelintir orang," kata Bhima.

Penguasaan lahan tersebut mencakup perkebunan skala besar hingga perizinan tambang.

Baca juga: Job Fair Dipadati Pencari Kerja, Ekonom Soroti Ketimpangan dan Peran Pemerintah

Pencabutan izin hingga reforma agraria

Bhima mengungkapkan hal-hal yang harus dilakukan untuk mengurangi ketimpangan kepemilikan lahan yang berpotensi mengakibatkan kesenjangan ekonomi. Berikut hal-hal yang harus dilakukan.

1. Lakukan audit dan pencabutan izin

Bhima menjelaskan langkah pertama yang seharusnya dilakukan adalah dengan mengaudit dan mencabut perizinan.

“Memulai dari melakukan audit dan pencabutan izin pengolahan lahan, terutama untuk perkebunan skala besar dan pertambangan yang memicu terjadinya ketimpangan,” jelas Bhima.

Bhima mengharuskan adanya evaluasi total serta audit terhadap pengolahan lahan. Ia juga menyarankan untuk mengembalikan lahan yang berkonflik dengan masyarakat.

“Dikembalikan lagi lahan-lahan tadi terutama yang berkonflik di masyarakat,” ujarnya.

Baca juga: Daya Saing Indonesia Turun ke Peringkat 40, Ekonom Ungkap Penyebabnya

2. Reforma agraria yang tak sekedar sertifikasi lahan

Bhima menyarankan untuk membuat reforma agraria yang tidak hanya sekedar sertifikasi lahan. 

Menurutnya, selama ini, reforma agraria cenderung terjebak pada program sertifikasi lahan semata. 

“Padahal, yang ditunggu para petani adalah redistribusi kepemilikan atas lahan-lahan besar yang dikuasai segelintir perusahaan, agar sebagian besar bisa benar-benar dimiliki oleh petani, bukan sekadar dikelola,” kata Bhima.

Selain itu, reforma agraria juga harus terkait dengan reclaiming lahan.

"Lahan-lahan pertanian yang diduduki oleh perusahaan itu harus kembali lagi menjadi milik petani. Dengan itu ketimpangan lahan bisa dikurangi," ungkap Bhima. 

Baca juga: Ekonom UGM Ungkap Cara Menyikapi Pinjol yang Benar dan Aman

3. Regulasi pajak yang efektif

Bhima menyebut bahwa regulasi perpajakan yang efektif dapat menurunkan spekulasi mengapa lahan hanya dikuasai oleh segelintir orang.

Ia menyebut investasi tanah yang tidak terkendali membuat orang yang memiliki lahan serta memperjualbelikannya akan semakin untung.

Sementara itu, orang-orang yang miskin makin susah untuk mengakses lahan, terutama untuk pertanian. 

“Selama ini belum ada kebijakan yang progresif untuk mengatur spekulasi lahan,” pungkas Bhima.

Baca juga: Benarkah Bisnis Menengah Atas Lebih Bisa Bertahan daripada Menengah Bawah? Ini Kata Ekonom

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi