KOMPAS.com - Dongeng masa kecil kerap menjadi bagian tak terlupakan dalam tumbuh kembang seseorang.
Cerita-cerita seperti Beauty and the Beast atau Putri Salju bukan hanya menghibur, tetapi juga menanamkan nilai moral tentang kebaikan, keberanian, dan cinta tanpa syarat.
Kebanyakan anak tumbuh dengan membayangkan dunia penuh keajaiban, pangeran tampan, dan akhir bahagia.
Tak heran, dongeng sering menjadi pengantar tidur favorit yang memicu imajinasi dan harapan akan kehidupan yang penuh keindahan.
Namun, di balik cerita indah Beauty and the Beast, ternyata terselip kisah yang cukup menyakitkan.
Dongeng ini awalnya ditulis sebagai alegori atas kehidupan perempuan yang dipaksa menikah dengan pria asing demi kepentingan keluarga.
Dalam versi aslinya, si “beast” tak hanya digambarkan buruk rupa, tetapi juga menjalani hidup yang menyakitkan dari pihak keluarga kerajaan.
Baca juga: 5 Desa Ini Seperti Negeri Dongeng di Dunia Nyata
Lalu, seperti apa kisah asli dari dongeng Beauty and The Beast?
Diangkat dari kisah nyata yang terjadi pada 1537
Dongeng Beauty and The Beast atau La Belle et la Bete ditulis oleh Gabrielle-Suzanne Barbot de Villeneuve yang terbit pada 1740.
Ia menuliskan kisah ini dengan beberapa polesan halus agar lebih nyaman dibaca oleh anak-anak.
Sebagaimana dilansir BBC (18/3/2017), dongeng La Belle et la Bete ditulis karena terinspirasi dari cerita nyata Petrus Gonzalvus dan Catherine, seorang pelayan istana Perancis.
Awalnya, ada seorang anak laki-laki bernama Petrus Gonzalvus yang lahir di Pulau Canary Tenerife, Spanyol, pada 1537.
Ia mengalami kondisi langka yakni hipertrikosis, kelainan yang membuat rambut tumbuh lebat di seluruh tubuh.
Dengan kondisi tersebut, Petrus dijuluki sebagai "manusia berbulu" atau "manusia liar".
Saat masih kanak-kanak, ia diperlakukan layaknya makhluk aneh.
Baca juga: Ala dan Dunia Monster, Dongeng Fantasi dari Podcast Dongeng Pilihan Orangtua
Petrus ditangkap, dikurung dalam sangkar besi, dan diberi makan daging mentah serta pakan ternak.
Pada 1547, Petrus dikirim sebagai hadiah penobatan Raja Henry II dari Perancis.
Beruntung, Raja Henry II tidak memperlakukannya sebagai tontonan.
Justru, raja melihat potensi dalam diri Gonzalvus dan memberinya pendidikan. Petrus belajar sopan santun istana dan menguasai tiga bahasa.
Ia belajar membaca dan menulis, dan perlahan mendapat tempat di lingkungan istana.
Dikutip dari Tirana Post (10/2/2023), menurut jurnal Revista de Historia Canaria tahun 2021, dokumen-dokumen yang baru ditemukan menunjukkan bahwa Petrus perlahan diterima di kalangan istana.
Meskipun status sosialnya meningkat, banyak kalangan tetap memandangnya sebagai sosok yang berbeda dan berada di bawah manusia pada umumnya.
Pada usia 20-an, ia sudah menjadi pelayan di meja kerajaan.
Petrus kemudian mempelajari hukum, menjadi narator bagi Raja Muda Charles IX, dan sejak 1582 tercatat mengajar yurisprudensi di Universitas Sorbonne, Perancis.
Namun setelah Raja Henry wafat, akibat adu tombak pada 10 Juli 1559, sang ratu Catherine de’ Medici yang kemudian menjaid penguasa dan memutuskan untuk melakukan eksperimennya sendiri.
Ia penasaran apa yang terjadi jika "si buruk rupa" menikahi seorang wanita cantik.
Memenuhi keingintahuannya, ia mencarikan seorang istri untuk Petrus.
Tak lama, seorang gadis muda, anak dari saudagar Perancis bernama Catherine Raphael pun menjadi calon istri Petrus.
Baca juga: Nostalgia Bersama Majalah Bobo Edisi 50 Tahun di Podcast Dongeng Pilihan Orangtua
Bertemu dan menikah dengan Catherine
Dalam perjodohan ini, Catherine sebelumnya sama sekali belum mengetahui seperti apa wajah dan watak dari calon suaminya.
Konon, Catherine juga merupakan seorang pelayan istana.
Petrus dan Catherine bertemu pertama kalinya saat pernikahan mereka pada 1970.
Terkait fisik Petrus, Catherine tidak begitu mempermasalahkan. Ia tetap menerima dan mencintainya.
Mereka menjalani pernikahan panjang, hidup bersama, hingga dikaruniai tujuh anak. Empat di antaranya mewarisi hipertrikosis.
Berbeda dengan akhir bahagia versi Disney, Petrus tetap dianggap makhluk aneh.
Setelah menjadi perhatian istana Perancis, ia dan keluarganya dikirim ke berbagai wilayah Eropa untuk "dipamerkan" ke keluarga bangsawan lain.
Dalam buku Wonderful Furry Girls: The Gonzalez Sisters and Their Worlds mencatat bahwa anak-anak Petrus bahkan diperlakukan seperti hewan peliharaan.
Di masa tua, Petrus dan istrinya menetap di Italia. Namun, akhir hidupnya menyisakan keprihatinan.
Dokumenter berjudul Smithsonian Channel The Real Beauty and the Beast menyebut tidak adanya catatan kematian Petrus kemungkinan karena ia tidak diakui sebagai manusia utuh, sehingga tak layak mendapatkan pemakaman Kristen resmi.
Baca juga: Majalah Bobo Terbitkan Edisi Koleksi 50 Tahun Cerpen dan Dongeng, Ini Cara Belinya
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.