Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satria Kumbara Ingin Pulang, Berapa Prakiraan Gaji Berperang untuk Lembaga Asing?

Baca di App
Lihat Foto
Tangkapan layar akun TikTok @zstorm689
Satria Arta Kumbara, mantan prajurit Marinir TNI Angkatan Laut, membuat publik tersentak setelah menyatakan keinginannya untuk kembali ke Indonesia. Saat ini, ia masih berada di garis depan medan perang Ukraina sebagai tentara bayaran yang bergabung dengan pasukan Rusia.
|
Editor: Irawan Sapto Adhi

KOMPAS.com - Mantan prajurit Marinir TNI AL, Satria Arta Kumbara, kembali menjadi bahan pembicaraan publik setelah sebuah video berisi permintaannya untuk dipulangkan ke Indonesia beredar luas di media sosial.

Sebelumnya, nama Satria Kumbara sempat viral lantaran tampil dalam sejumlah video yang memperlihatkan dirinya mengenakan seragam militer Rusia.

Ia disebut-sebut bergabung sebagai prajurit di negara tersebut dan menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia.

Baca juga: Eks Marinir Satria Kumbara Pilih Jadi Tentara Bayaran Rusia lalu Menyesal, Kenapa?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namun, kini Satria Kumbara dikabarkan menghadapi pencabutan status kewarganegaraan Indonesia oleh otoritas Rusia sehingga ia meminta untuk dapat kembali ke Tanah Air.

Melalui akun TikTok @zstorm689 pada Minggu (20/7/2025), Satria menyampaikan pesan terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dan Menteri Luar Negeri Sugiono.

Dalam pesannya, Satria memohon maaf atas ketidaktahuannya yang menyebabkan pencabutan status kewarganegaraan Indonesia akibat kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia.

Pangamat sempat beranggapan bahwa motif finansial diperkirakan menjadi penyebab utama mantan marinir Indonesia bergabung dengan dinas militer asing, situasi yang bisa mengancam keamanan nasional.

Pengamat militer sekaligus pendiri Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi berpendapat motif ekonomi menjadi salah satu faktor utama yang mendorong prajurit Indonesia bergabung ke dinas ketentaraan asing.

Fahmi mengatakan "kesenjangan gaji" di kalangan tentara bisa jadi mendorong mereka keluar dari TNI.

Merujuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2024, gaji pokok tentara berpangkat sersan dua seperti Satriya Kumbara berkisar antara Rp 2.272.100 hingga Rp3.733.700.

Selain itu, Fahmi menilai, ada fenomena di lingkungan militer ketika prajurit bintara dan tamtama memilih keluar TNI saat berusia produktif demi mencari peluang penghidupan lebih baik.

"Ketika mereka masih cukup sehat, cukup produktif begitu, mereka sudah bisa beraktivitas untuk meningkatkan kesehatan dengan aktivitas-aktivitas bisnis di luar TNI," ujar Fahmi pada 15 Mei lalu, dikutip dari BBC News Indonesia.

Meski begitu, Fahmi tak menampik faktor lain yang bisa saja memicu mereka ingin ikut berperang di luar negeri, seperti keinginan untuk mempraktikan keterampilan yang dipunyai.

Baca juga: Rusia Bereaksi Usai Trump Ancam Bom Moskwa, Jubir Kremlin Tak Bisa Membantah

Perkiraan gaji berperang untuk lembaga asing

Menurut Fahmi, besaran upah tentara bayaran (mercenary) sangat bergantung pada sejumlah faktor, termasuk negara penempatan, jenis konflik dan risiko, spesialisasi prajurit, dan durasi penugasan.

Fahmi mencatat bahwa mereka yang bergabung dengan perusahaan militer swasta, seperti Wagner Group (Rusia) atau Blackwater/Academi (Amerika Serikat) dapat memperoleh ribuan dollar AS per bulan, tergantung peran yang diambil.

Berdasarkan catatan ISESS tahun 2015, kompensasi rata-rata personel di dua perusahaan itu berkisar:

  • 5.000–10.000 dollar AS per bulan (sekitar Rp82 juta–Rp164 juta).

Dalam konflik dengan intensitas tinggi, angka tersebut dapat melonjak:

  • 15.000–20.000 dollar AS per bulan (sekitar Rp246 juta–Rp329 juta), terutama bagi spesialis tempur dan pelatih.

Dengan perhitungan kurs saat ini, kata Fahmi, total pendapatan bisa jadi lebih besar dari estimasi lama tersebut. 

“Ketika mereka terlibat dalam perang, gaji mereka bisa naik dua kali lipat dibanding saat berada dalam posisi standby force (pasukan siaga)," tambahnya.

Tidak semua yang terjun ke zona konflik masuk kategori kontrak penuh. Ada pula peran yang disebut “sukarelawan asing” dengan insentif jauh lebih rendah, sekitar 1.000–3.000 dollar AS per bulan (sekitar Rp16 juta–Rp49 juta).

Namun paket ini seringkali tanpa kontrak resmi, asuransi, atau jaminan keselamatan yang memadai.

Baca juga: Rusia Sebut BRICS Serius Kembangkan Sistem Pembayaran Non-dollar, Indonesia Berpeluang Terlibat?

Realitanya tidak selalu menjanjikan

Meski iming-iming kesejahteraan terdengar menggiurkan, Fahmi mengingatkan bahwa realitas di lapangan tidak selalu seindah brosur rekrutmen.

“Banyak tentara bayaran yang terlantar, tidak dibayar, atau bahkan tewas tanpa identitas dan status kewarganegaraan yang jelas,” ujarnya.

Keterlambatan honor, pemotongan sepihak, hilangnya akses medis, hingga keluarga yang kesulitan menuntut hak adalah risiko nyata yang kerap luput dari sorotan publik.

Kasus Satriya Kumbara, eks marinir Indonesia yang aktif membagikan kegiatannya bersama militer Rusia di media sosial, menyoroti isu ini.

Satriya Kumbara telah diberhentikan tidak hormat dari TNI AL dan kewarganegaraannya bisa hilang karena bergabung dengan dinas militer asing tanpa izin presiden.

Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menyatakan hal ini sesuai aturan perundang-undangan. Namun Satriya sempat merespons pencabutan kewarganegaraannya dengan kritik terhadap pemerintah.

"Yang sibuk maling duit rakyat dilindungin. Yang rakyat nyari duit di luar (negeri) dengan passion dan skill sendiri diributin," kata Satriya dalam video pendek yang diunggah lembaga Indonesia Strategic dan Defense Studies (ISDS), Kamis (16/05).

Kisah Satriya ini memunculkan pertanyaan tentang rekrutmen warga negara Indonesia ke militer asing dan implikasinya bagi keamanan Indonesia.

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi