KOMPAS.com - Media sosial diramaikan dengan informasi bahwa 58 persen masyarakat kelas menengah di Indonesia bisa saja jatuh miskin secara mendadak.
Dalam sebuah unggahan di Instagram, pengguna akun @pandem*** menyebutkan, 58 persen kelas menengah di Indonesia ternyata rapuh finansial dan terjebak ilusi mapan.
"58 persen kelas menengah RI itu rapuh finansial dan terjebak ilusi mapan, bisa tiba-tiba jatuh miskin dalam semalam," tulis akun tersebut pada Selasa (22/7/2025).
Dalam unggahannya, akun itu menyebutkan, banyak orang melihat masyarakat kelas menengah sebagai simbol stabilitas.
Jika kalangan menengah sekali jatuh karena sakit, PHK, atau gagal bayar cicilan, mereka bisa langsung kembali ke garis kemiskinan.
Mereka tak lagi dapat bantuan sosial, tapi juga belum cukup kuat menanggung risiko sendiri.
Lantas, benarkah banyak golongan kelas menengah ternyata rapuh finansial?
Baca juga: Jeritan Warga di Tengah Situasi Ekonomi Negara yang Lesu...
Kelas menengah, penyangga ekonomi yang rentan guncangan
Ekonom Universitas Diponegoro (Undip), Wahyu Widodo menilai, kelompok kelas menengah di Indonesia merupakan segmen yang kompleks dan tidak bisa disamaratakan.
Di satu sisi, mereka sering dijadikan indikator keberhasilan ekonomi nasional.
Namun, di sisi lain, mereka justru tergolong kelompok yang rentan, baik terhadap guncangan ekonomi eksternal maupun karena gaya hidup.
“Jadi meskipun disebut sebagai tulang punggung ekonomi, posisi mereka tidak selalu aman,” ujar Wahyu kepada Kompas.com, Selasa (22/7/2025).
Baca juga: Ratusan Ribu Buruh Mogok Kerja di India, Tolak Reformasi Ekonomi Pemerintah
Mengutip klasifikasi Bank Dunia, Wahyu menjelaskan, kelas menengah Indonesia didefinisikan sebagai individu dengan pengeluaran per kapita antara Rp 1,2 juta hingga Rp 6 juta per bulan.
Ada juga versi lain yang menyebut kelas menengah memiliki pengeluaran 3,5 hingga 17 kali lipat dari garis kemiskinan yang ditetapkan Badan Pusat Statistik (BPS).
Artinya, posisi kelas menengah pun bersifat dinamis, mengikuti naik turunnya garis kemiskinan yang menjadi tolok ukur resmi.
“Kalau kita pakai patokan Rp 1,2 juta per bulan per orang, pengeluaran segitu jelas bukan angka yang kuat. Dari sini saja bisa terlihat bagaimana rapuhnya kelas menengah kita,” kata Wahyu.
Baca juga: Jual Cangkang Telur, Warganet Hasilkan Rp 3,6 Juta per Bulan di Tengah Ekonomi Lesu
Mayoritas kelas menengah justru dekat garis bawah
Dari total kelompok kelas menengah yang ada, mereka bisa saja masuk kelompok atas atau justru mendekati batas bawah dari rentang pengeluaran tersebut.
“Bisa diduga, lebih banyak yang mendekati angka bawah. Kalau memang begitu, daya tahan mereka terhadap krisis pasti lemah,” tambahnya.
Wahyu menegaskan, bila sebagian besar kelas menengah berada di kisaran atas, misalnya Rp 6 juta per kapita per bulan maka kemungkinan besar mereka akan lebih siap menghadapi tekanan ekonomi.
Namun kenyataannya, kondisi itu belum banyak terjadi.
“Kelas menengah yang kuat bisa jadi buffer ekonomi yang tangguh. Tapi kalau mayoritasnya justru kelas menengah rapuh, maka situasi bisa berbalik menjadi beban sosial saat krisis,” tutupnya.
Baca juga: Survei Kontan Sebut Ekonomi Indonesia Makin Lesu, Apa Dampaknya bagi Masyarakat?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.