KOMPAS.com - Proyek de-extinction dari perusahaan Colossal Biosciences untuk menghidupkan kembali burung moa mengundang perdebatan besar.
Moa sendiri adalah burung raksasa yang ukurannya melampaui tinggi manusia dan telah punah sekitar 600 tahun lalu.
Colossal Biosciences berkolaborasi dengan pembuat film Sir Peter Jackson dan mitra dari kelompok Maori untuk memulai proyek ini.
Mereka bertujuan untuk membawa kembali spesies moa dari pulau selatan New Zealand yang tingginya mencapai 3,6 meter.
Baca juga: Ilmuwan Hidupkan Kembali Serigala Direwolf yang Punah 12.500 Tahun Lalu
Sebelumnya, perusahaan bioteknologi asal Texas ini berhasil mengumumkan rencananya menghidupkan kembali dire wolf (serigala purba).
Para ilmuwan menilai bahwa penghidupan kembali moa akan jauh lebih sulit dibandingkan dengan proyek serigala purba yang telah diumumkan sebelumnya.
Lantas, apa yang membuat moa lebih kompleks untuk dibangkitkan kembali? Bagaimana tanggapan ilmuwan lain?
Apa yang membuat moa sulit dihidupkan kembali?
Ahli biologi dan genetika yang juga direktur Otago Palaeogenetics Lab, Nic Rawlence, menjelaskan bahwa moa sudah tertinggal jauh dalam sejarah evolusi.
Sehingga menghidupkannya kembali akan jauh lebih sulit dibandingkan dengan serigala purba.
“Jika kita melihat perbedaan evolusioner, moa memiliki lebih banyak tantangan untuk dibangkitkan kembali,” kata Rawlence, dikutip dari Live Science, Jumat (18/7/2025).
Moa memiliki kerabat terdekat yang masih hidup, yaitu tinamou dari Amerika Selatan.
Namun, perbedaan ukuran yang mencolok antara moa raksasa dan tinamou yang lebih kecil menambah kesulitan dalam mencoba mengembalikan moa ke dunia nyata.
Selain itu, emu Australia, yang lebih mirip secara fisik, juga menunjukkan perbedaan besar dalam ukuran tubuh, mencapai rata-rata tinggi 1,75 meter.
Baca juga: Pria India yang Dinyatakan Meninggal Hidup Kembali gara-gara Ambulans Lewati Polisi Tidur
Moa dan emu terpisah dalam sejarah evolusi sekitar 65 juta tahun yang lalu, yang membuat upaya modifikasi genetik semakin sulit.
“Moa dan emu mengalami kehilangan kemampuan terbang melalui evolusi konvergen, di mana kedua spesies berkembang dengan cara yang sangat berbeda,” jelas Rawlence.
Hal ini menjadi tantangan besar dalam upaya modifikasi genetik yang dapat menghasilkan penghidupan kembali moa.
Meskipun tantangan ilmiah sangat besar, Colossal Biosciences tetap berambisi untuk melanjutkan proyek ini.
Perusahaan tersebut berencana untuk memanfaatkan teknik rekayasa genetik pada spesies terkait seperti emu untuk menghasilkan spesimen yang memiliki ciri-ciri fisik moa.
Mereka juga bekerja sama dengan Ng?i Tahu Research Centre, yang merupakan kolaborasi antara suku Maori dan University of Canterbury untuk memastikan bahwa pengetahuan tradisional juga diterapkan dalam upaya ini.
Mengapa proyek ini menuai kritikan?
Namun, kritik tidak hanya datang dari ilmuwan seperti Rawlence, tetapi juga dari beberapa kelompok masyarakat Maori yang menolak proyek ini karena alasan etis dan budaya.
Anggota International Union for Conservation of Nature Aroha Te Pareake Mead berpendapat, proyek ini hanya bertumpu pada egosentrisme daripada upaya konservasi.
"De-extinction adalah janji palsu yang lebih didorong oleh egosentrisme ketimbang upaya konservasi yang nyata," ujarnya, dikutip dari The Guardian, Jumat (11/7/2025).
Perusahaan yang juga didukung dana dari Sir Peter Jackson ini membanggakan klaim bahwa proyek tersebut tidak hanya akan menghidupkan kembali moa.
Mereka juga percaya bahwa upaya ini akan memberikan manfaat besar dalam konservasi dan pemulihan keanekaragaman hayati yang hilang akibat kepunahan spesies besar.
"Dengan membawa kembali spesies seperti moa, kita bisa mengisi kekosongan ekologis yang terjadi akibat kepunahan mereka," kata Prof. Andrew Pask, yang bekerja di proyek moa untuk Colossal.
Baca juga: Terancam Punah, Ini 4 Fakta Pesut Mahakam
Namun, sejumlah ilmuwan berpendapat bahwa proyek ini hanya akan menciptakan spesies hibrida yang tidak akan dapat bertahan di ekosistem modern.
"Ini bukan tentang menghidupkan kembali spesies yang hilang, tetapi menciptakan sesuatu yang baru," kata Dr. Tori Herridge, ahli biologi evolusi dari University of Sheffield.
Herridge menilai bahwa meskipun secara genetik mungkin menyerupai moa, perilaku dan ekosistemnya akan sangat berbeda.
Dengan begitu banyak tantangan ilmiah, etis, dan ekologis yang perlu dihadapi, proyek de-extinction moa ini menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.
Meskipun Colossal Biosciences terus melanjutkan ambisi mereka untuk menghidupkan kembali spesies punah seperti moa dan serigala purba, para ahli menegaskan bahwa upaya ini bukanlah solusi untuk mengatasi krisis keanekaragaman hayati global yang sedang terjadi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.