KOMPAS.com – Kecerdasan buatan (AI) berhasil mengungkap lebih dari 86.000 gempa bumi tersembunyi di bawah Taman Nasional Yellowstone, Amerika Serikat.
Temuan ini datang dari hasil riset gabungan para ilmuwan internasional yang dipublikasikan pada Juli 2025.
Para peneliti menggunakan data seismik selama 15 tahun terakhir untuk menelusuri jejak aktivitas bawah tanah Yellowstone.
Yellowstone dikenal sebagai taman nasional tertua dan salah satu supervolcano terbesar di dunia.
Menurut Indeks Ledakan Gunung Berapi, supervolcano adalah sebutan untuk jenis gunung berapi yang pusatnya mampu memicu gempa hingga berkekuatan magnitudo (M) 8.
Meskipun Yellowstone bukan satu-satunya supervolcano, gunung berapi ini mendapat banyak perhatian berkat ukuran dan lokasinya.
Lantas, apa yang terjadi jika supervolcano Yellowstone meletus?
Baca juga: Virus Raksasa Berusia 1,5 Miliar Tahun Ditemukan di Yellowstone, Ungkap Asal-usul Kehidupan di Bumi
Gempa tersembunyi terungkap oleh AI
Dikutip dari Scitechdaily, Senin (22/7/2025), Penelitian tersebut dilakukan oleh tim dari Universitas Western Ontario (Kanada) yang bekerja sama dengan Universidad Industrial de Santander (Kolombia) dan US Geological Survey.
Penelitian tersebut dipimpin oleh profesor teknik dari Universitas Western Ontario, Bing Li. Tim peneliti mempublikasikannya di jurnal Science Advances pada Kamis (18/7/2025).
Dengan bantuan pembelajaran mesin (machine learning), tim peneliti berhasil mendeteksi gempa bumi sepuluh kali lebih banyak dibanding metode manual yang selama ini digunakan.
Sebanyak 86.276 gempa tercatat antara tahun 2008 hingga 2022.
“Kalau kita harus melakukannya dengan cara lama, skalabilitasnya tidak memadai,” kata Bing Li.
Sebagian besar gempa yang terdeteksi merupakan bagian dari kelompok gempa kecil (seismic swarm) yang menyebar dalam waktu singkat di area terbatas.
Uniknya, gempa-gempa ini terjadi di sepanjang sesar yang belum matang dan kasar, berbeda dari sesar-sesar besar yang umum ditemukan di wilayah seperti California Selatan.
Baca juga: Bisakah Gunung Api yang Sudah Mati Aktif Lagi? Ini Kata Ilmuwan
Kaldera supervolcano Yellowstone
Yellowstone sendiri merupakan kaldera supervolcano yang membentang di Wyoming, Idaho, dan Montana.
Kaldera adalah cekungan besar yang terbentuk akibat runtuhnya ruang magma setelah letusan besar, berbeda dari kawah vulkanik biasa yang terbentuk akibat ledakan.
Penelitian terbaru juga menunjukkan bahwa pola gempa di Yellowstone mengikuti pola fraktal. Pertama kali divisualisasikan oleh Benoit Mandelbrot pada tahun 1980, pola fraktal dapat terlihat pada garis pantai, kepingan salju, brokoli, dan bahkan percabangan pembuluh darah.
Para peneliti menduga gempa-gempa yang ditemukan itu dipicu oleh campuran air bawah tanah dan semburan fluida panas dari dapur magma.
Dengan penemuan tersebut, para ilmuwan kini dapat memahami lebih baik bagaimana satu gempa dapat memicu gempa lain, serta berpotensi mengembangkan energi panas bumi secara aman di masa depan.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: 61 Orang Tewas Usai Pesawat Garuda Tabrak Gunung, Diduga Salah Arah
Apa yang terjadi jika Yellowstone meletus?
Meski penemuan ini mengejutkan, masyarakat tak perlu panik.
Dikutip dari Greenmatters, Senin (14/7/2025), menurut United States Geological Survey (USGS), kemungkinan letusan Yellowstone dalam waktu dekat sangat kecil, bahkan diperkirakan baru terjadi ratusan ribu tahun lagi.
Namun, jika Yellowstone benar-benar meletus, dampaknya diprediksi akan terasa di seluruh dunia.
Wilayah sekitar seperti Wyoming, Idaho, dan Montana akan terdampak langsung oleh aliran piroklastik, yakni campuran gas panas, batu apung, dan lava yang mematikan.
Aliran tersebut bergerak cepat menuruni lereng gunung dan menghancurkan apa saja yang melewatinya.
Sementara itu, daerah yang lebih jauh akan terkena hujan abu vulkanik yang dapat menghancurkan tanaman, menutup jalan, dan melumpuhkan infrastruktur.
Selain itu, abu vulkanik tersebut juga berisiko mematikan jika terhirup dalam jumlah besar.
Baca juga: Pemuda China Kabur ke Gunung Karena Patah Hati, Picu Pencarian Besar-besaran
Menurut BBC, abu bahkan bisa mencapai Eropa dalam 3–4 hari kemudian, disusul penurunan suhu global sekitar 10 derajat dalam waktu dua hingga tiga minggu.
Para ilmuwan memperkirakan dampak iklim tersebut dapat berlangsung hingga 10 tahun akibat musim hujan yang terganggu.
Meski Yellowstone memiliki potensi dahsyat, para ahli mengatakan tidak ada indikasi letusan dalam waktu dekat.
Bahkan, penelitian terbaru menunjukkan bahwa reservoir magma di bawah Yellowstone terpecah menjadi empat ruang, dan beberapa di antaranya mulai mendingin dan mengeras.
Dengan bantuan teknologi AI dan pemetaan kegempaan yang lebih akurat, para ilmuwan dapat memantau aktivitas Yellowstone serta menyiapkan mitigasi risiko yang lebih baik jika skenario terburuk terjadi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.