KOMPAS.com - Sebuah studi baru mengungkap kenyataan yang cukup mengkhawatirkan tentang daratan-daratan di Bumi alami pengeringan dalam skala besar yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Berdasarkan analisis data dari satelit GRACE dan GRACE-FO selama lebih dari dua dekade, para peneliti dari Arizona State University mencatat bahwa sejak tahun 2002, sejumlah besar wilayah daratan terus kehilangan cadangan air tawar secara signifikan.
Proses ini bukan sekadar kekeringan musiman, melainkan pergeseran struktural dalam keseimbangan air global akibat perubahan iklim, penyedotan air tanah berlebihan, dan periode kekeringan yang semakin panjang.
Laporan yang dipublikasikan di Science Advances, Jumat (25/7/2025), menyebut bahwa setiap tahun, wilayah kering meluas hingga 831.600 kilometer persegi.
Luas ini setara dengan dua kali luas negara bagian California. Lantas sejauh mana air tawar di dunia semakin berkurang dan mengering?
Baca juga: Asal Usul Minyak Bumi, Benarkah dari Bangkai Dinosaurus?
Air tanah menipis sedangkan permukaan laut naik
Hasil studi menunjukkan ketidakseimbangan yang mencolok antara air tanah dengan air laut.
Daerah yang kehilangan air tawar meluas jauh lebih cepat dibandingkan wilayah yang bertambah basah.
Sejak 2014, kejadian kekeringan ekstrem meningkat drastis, mencapai tambahan 2,5 juta kilometer persegi per tahun di kawasan non-glasiasi.
Sebagian besar pengeringan ini terkait dengan fenomena iklim seperti El Nino yang semakin intens.
Sekitar 6 miliar orang di 101 negara kini hidup di wilayah yang mengalami penyusutan cadangan air tawar.
Ironisnya, daerah-daerah yang menghadapi lonjakan populasi justru menjadi yang paling parah terdampak.
Air tanah menyumbang 68 persen dari kehilangan total air daratan, menjadikannya penyebab utama kenaikan permukaan laut dibandingkan mencairnya es Greenland.
"Ini mungkin peringatan paling serius tentang dampak krisis iklim terhadap air tawar kita," kata Jay Famiglietti, pakar air dari Arizona State University.
Baca juga: Bumi Berputar Lebih Cepat, Apa Dampaknya Bagi Kehidupan Manusia?
Sabuk pengeringan mengancam stabilitas regional
Dilansir dari Earth, Minggu (27/7/2025), penelitian ini mengidentifikasi empat zona utama di Belahan Bumi Utara yang menjadi pusat pengeringan.
Di Kanada Utara dan Alaska, penyimpanan air menurun hingga minus 0,86 sentimeter per tahun, sementara Rusia Utara menyusul dengan penurunan minus 0,4 sentimeter.
Kawasan Amerika Utara bagian barat daya dan Amerika Tengah kehilangan air sebesar minus 0,76 sentimeter per tahun, mempengaruhi kota-kota besar seperti Los Angeles, Las Vegas, dan Mexico City.
Namun, kawasan paling terdampak adalah Cekungan Gangga-Brahmaputra dan wilayah di sekitar Laut Kaspia dan Aral, yang kehilangan air hingga minus 2,9 sentimeter per tahun.
Titik-titik krisis ini telah berkembang dan menyatu menjadi sabuk kekeringan raksasa di seluruh benua.
Baca juga: Ramai soal Bumi Jadi Gelap karena Gerhana Matahari 2 Agustus, Ini Kata BRIN
Air tawar bisa saja habis sebelum ada penggantinya
Tren ini bukan bersifat sementara. Lebih dari 62 persen wilayah yang mengering menunjukkan pola berkelanjutan selama 22 tahun terakhir.
Sementara itu, area yang cenderung membasah hanya mengalami peningkatan yang lemah dan fluktuatif.
Di banyak wilayah seperti Cekungan Sungai Indus, Dataran Cina Utara, dan Lembah Tengah California, kehilangan air mencapai 10 persen dari total pasokan tahunannya.
Setengah dari akuifer utama dunia kini berada di ambang kelangkaan permanen.
"Air tanah dan gletser dalam itu seperti dana darurat kuno," ujar penulis utama studi, Hrishikesh A. Chandanpurkar.
“Alih-alih digunakan hanya saat krisis, kita justru mengurasnya setiap hari, dan hampir tak berupaya menggantinya kembali,” tambahnya.
Baca juga: Gerhana Matahari Total 2 Agustus 2027 Sebabkan Bumi Gelap Selama 6 Menit, Ini Penjelasan BRIN
Ilmuwan usulkan kebijakan air tanah berkelanjutan
Para ilmuwan mendesak perlunya kebijakan air tanah baru yang berkelanjutan secara global.
Mengurangi eksploitasi, mempercepat program pengisian ulang, dan melindungi cadangan akuifer menjadi langkah krusial untuk menghindari bencana air berskala planet.
Penemuan ini akan menjadi pijakan penting bagi laporan Bank Dunia berikutnya tentang krisis air dunia.
Laporan tersebut diharapkan membawa solusi praktis bagi pemerintah di seluruh dunia.
Pesannya sangat jelas, benua-benua di Bumi semakin mengering. Air tawar menghilang lebih cepat daripada kemampuan alam untuk menggantinya.
Baca juga: Manusia Selamat dari Radiasi Berbahaya Saat Medan Magnet Bumi Runtuh 41.000 Tahun Lalu
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.