KOMPAS.com - Jurist Tan telah ditetapkan sebagai salah satu tersangka kasus korupsi pengadaan Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Namun, penyidik Kejaksaan Agung masih belum bisa memeriksa eeks Staf Khusus Mendikbudristek Nadiem Makarim tersebut karena keberadaannya yang tidak diketahui.
Baca juga: Kronologi Dugaan Korupsi Pengadaan Chromebook, Seret Nama Nadiem Makarim
Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri Singapura menanggapi dugaan bahwa Jurist Tan berada di negara tersebut.
Lantas, bagaimana langkah Kejagung untuk mendapatkan keterangan dari mantan stafsus Mendikbudristek tersebut?
Kejagung proses status DPO untuk Jurist Tan
Sebelumnya, Jurist Tan telah ditetapkan menjadi salah satu dari empat tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook oleh Kemendikbudristek.
Hingga kini, Kejagung belum berhasil memeriksa Tan secara langsung.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, menyebut bahwa Jurist Tan telah mangkir dari pemanggilan penyidik sebanyak tiga kali.
Adapun panggilan dari penyidik yang diabaikan yakni pada 18, 21, dan 25 Juli 2025.
"Pemanggilan ketiga, Jumat tanggal 25 Juli 2025 (tidak memenuhi pemanggilan)," kata Anang, dikutip dari Kompas.com, Selasa (29/7/2025).
Saat ini, Kejagung telah memproses status Jurist Tan untuk masuk ke daftar pencarian orang (DPO) karena tidak kunjung memenuhi panggilan penyidik.
Baca juga: 4 Tersangka Korupsi Chromebook Ditetapkan, Apa Saja Perannya?
Tanggapan Singapura terkait keberadaan Jurist Tan
Sementara keberadaan Jurist Tan masih dicari, muncul spekulasi bahwa mantan stafsus Nadiem itu berada di Singapura.
Menanggapi kabar tersebut, Kementerian Luar Negeri Singapura menegaskan bahwa Tan tidak tercatat masuk ke wilayah mereka.
"Menurut catatan imigrasi kami, Jurist Tan tidak berada di Singapura. Kami telah menyampaikan informasi ini kepada pihak Indonesia,” tulis juru bicara Kementerian Luar Negeri Singapura dalam pernyataan resmi pada Senin (28/7/2025).
Dengan belum diketahuinya lokasi Jurist Tan, Kejaksaan Agung memprosesnya untuk masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).
Proses ini dilakukan setelah status tersangka ditetapkan, tetapi yang bersangkutan tidak kooperatif.
Dugaan korupsi pengadaan Chromebook
Kasus korupsi ini bermula dari proyek pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) senilai Rp 9,3 triliun pada 2020–2022.
Proyek tersebut melibatkan pengadaan 1,2 juta unit laptop Chromebook yang akan dibagikan ke satuan pendidikan di seluruh Indonesia, termasuk wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).
Empat tersangka yang terlibat adalah Jurist Tan, eks konsultan teknologi Ibrahim Arief, eks Dirjen PAUD-Dikdasmen Mulyatsyahda, dan eks Direktur SD Sri Wahyuningsih.
Dalam prosesnya, keempat tersangka diduga menyusun petunjuk pelaksanaan yang mengarahkan pada satu merek dan sistem operasi tertentu, yakni Chrome OS.
Padahal berdasarkan kajian internal Kemendikbudristek, laptop berbasis Chrome OS memiliki kelemahan. Laptop jenis ini tidak cocok digunakan secara optimal di berbagai wilayah terutama daerah 3T.
Baca juga: Nadiem Makarim di Pusaran 3 Kasus Korupsi: Chromebook, Kuota Gratis, dan Google Cloud
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, menyatakan bahwa Jurist Tan diduga melobi ketiga tersangka lain untuk memilih produk Chromebook.
Namun, ia tidak memiliki kewenangan formal dalam pengadaan barang dan jasa.
Qohar menjelaskan, Kemendikbudristek membeli sekitar 1,2 juta unit laptop Chromebook yang seluruhnya diwajibkan menggunakan sistem operasi Chrome OS, sesuai instruksi langsung dari Menteri Nadiem Anwar Makarim.
Kemendikbudirstek selama 2020 hingga 2022 melaksanakan program pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dengan total anggaran mencapai Rp 9,3 triliun.
Dana tersebut berasal dari APBN Satuan Pendidikan Kemendikbudristek serta Dana Alokasi Khusus (DAK).
Laptop yang telah didistribusikan ternyata tidak dapat digunakan secara optimal.
"(Laptop) tidak dapat digunakan secara optimal karena Chrome OS sulit digunakan, khususnya bagi guru dan siswa pelajar," ujar Qohar.
Kejagung memperkirakan nilai kerugian negara dari proyek ini mencapai Rp 1,98 triliun.
Dengan status DPO yang tengah diproses dan lokasi keberadaan Jurist Tan belum diketahui, penyidikan kasus ini masih terus berjalan di tengah sorotan publik.
(Sumber: Kompas.com/Shela Octavia | Editor: Nawir Arsyad Akbar)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.