Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tips Hemat Ongkos Transportasi di Jabodetabek Menurut Financial Planner

Baca di App
Lihat Foto
Hanifah Salsabila
Penumpang KRL di Stasiun Manggarai. Warga Jabodetabek ungkap besarnya ongkos yang harus keluarkan mereka untuk pulang-pergi bekerja.
|
Editor: Irawan Sapto Adhi

KOMPAS.com - Biaya transportasi harian di kawasan Jabodetabek makin dirasa membebani masyarakat, terutama bagi mereka yang berpenghasilan tak jauh dari Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). 

Dikutip dari Kompas.com, Selasa (5/8/2025), banyak warga harus merogoh kocek ratusan ribu rupiah hingga lebih dari Rp 1 juta per bulan hanya untuk ongkos pergi-pulang ke kantor.

Fabian (30), warga Bogor yang bekerja di Jakarta, menghabiskan sekitar Rp 46.000 per hari untuk parkir, KRL, dan ojek online.

Sementara itu, Intan (29), warga Depok, harus mengeluarkan sekitar Rp 83.000 per hari untuk LRT dan ojol ke kantornya di Jakarta. Dalam sebulan, ongkosnya bisa tembus Rp 1,6 juta.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penggunaan kendaraan pribadi pun juga sama. Jemmy (30), yang naik motor dari Depok ke kantor, tetap menghabiskan sekitar Rp 650.000–700.000 per bulan untuk bensin dan parkir, belum termasuk biaya tak terduga seperti servis atau ban bocor.

Melihat fenomena tersebut, adakah tips untuk mengatur pengeluaran ongkos transportasi agar lebih hemat?

Baca juga: Ragam Acara HUT ke-80 RI oleh Pemerintah, Ada Kuliner Gratis hingga Diskon Transportasi

Tantangan wilayah megapolitan, jarak rumah dan tempat kerja yang jauh

Financial Planner Andy Nugroho mengungkapkan bahwa wilayah megapolitan memang menjadi tantangan karena jarak kantor dan tempat tinggal para pekerja biasanya terbilang sangat jauh.

"Ketika memilih untuk tinggal dan bekerja di wilayah megapolitan seperti Jabodetabek, salah satu tantangannya adalah jarak antara tempat tinggal dan lokasi kerja," kata Andy ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (6/8/2025).

Lokasi yang berjauhan tentu menimbulkan konsekuensi biaya transportasi yang sangat tinggi.

Sementara itu, Andy memahami bahwa para pekerja cenderung sulit untuk mencari hunian dekat dengan tempat kerja yang harganya terjangkau atau mungkin tidak senyaman rumah di pinggiran kota. 

"Maka kita harus memilih akan mengorbankan yang mana, uang transport atau membayar lebih mahal untuk hunian," jelasnya.

Baca juga: Kapal Cepat Banyuwangi-Denpasar vs Moda Transportasi Lain, Mana yang Lebih Ekonomis?

Ongkos transport pada "first and last mile"

Andy mengungkapkan kendala umum yang dialami pekerja adalah first and last mile.

Istilah first and last mile merujuk pada perjalanan awal dari rumah ke moda transportasi utama dan perjalanan akhir dari moda transportasi utama ke tempat tujuan.

"Maka ketika mereka berusaha berhemat di transportasi utamanya dengan naik KRL ataupun LRT, untuk first and last mile-nya juga harus diperhatikan," ungkap Andy.

Andy menjelaskan, khusus untuk first and last mile, ia menyarankan untuk menaiki kendaraan umum seperti angkot atau feeder Transjakarta untuk perjalanan menuju stasiun.

Ketika sampai di stasiun tujuan, untuk perjalanan menuju tempat kerja, Andy menyarankan pekerja menaiki kendaraan umum yang ongkosnya lebih murah seperti Transjakarta atau angkot.

Menurutnya, hal itu lebih murah jika dibandingkan dengan memanfaatkan ojek online.

"Lebih murah dibandingkan ojek online meskipun konsekuensinya waktu tempuhnya lebih lama juga," jelas Andy.

Baca juga: Siasat Pemprov Jakarta Tingkatkan Penggunaan Transportasi Publik...

Gunakan motor bekas atau motor listrik

Andy mengungkapkan alternatif lain, yakni menggunakan motor pribadi di stasiun keberangkatan dan stasiun tujuan.

"Bila ingin memangkas waktu tempuh, bisa dengan naik motor pribadi sampai stasiun, dilanjut dengan KRL sampai stasiun terdekat. Lalu dari stasiun menuju tempat kerja mereka sudah menyiapkan motor pribadi kedua," jelasnya.

Menurutnya, alternatif ini bisa dipilih dengan pertimbangan dibandingkan dengan ongkos ojol yang mencapai Rp 40.000 sehari atau Rp 880.000 untuk 22 hari kerja.

"Dengan nominal sebesar itu, bisa digunakan untuk mencicil motor second atau bahkan baru, yang nantinya diparkir di stasiun terdekat dengan tempat kerja," jelasnya.

Lebih lanjut, Andy menyarankan jika ingin lebih irit dapat dengan membeli sepeda motor bekas dengan harga yang murah meriah.

Opsi lain adalah menggunakan motor listrik yang biaya pajaknya juga lebih murah.

"Bila ingin yang lebih irit bisa dengan motor bekas yang murah meriah, atau bahkan bisa pilih sepeda atau motor listrik yang pajaknya murah sehingga biaya yang ditanggung lebih pada ongkos parkirnya," ungkapnya.

Baca juga: Pemerintah Thailand Gratiskan Transportasi Umum untuk Kurangi Polusi Udara

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi