KOMPAS.com - Fenomena langka tengah terjadi di Raqqa, Suriah, tepatnya di sepanjang tepian Sungai Eufrat yang airnya terus menyusut akibat musim kering berkepanjangan.
Sungai Eufrat yang mengering memperlihatkan dasar yang selama ini tersembunyi, gundukan tanah berkilau yang dianggap warga sekitar sebagai emas.
Fenomena Sungai Eufrat mengering dan disebut memiliki kandungan emas itu langsung memicu gelombang antusiasme di tengah warga desa.
Dalam waktu singkat, pemandangan di bantaran sungai berubah drastis menjadi "demam emas".
Baca juga: Fenomena Langka, Ikan Salmon Chinook Bermigrasi ke Sungai McCloud Setelah Hampir 1 Abad
Banyak warga dari berbagai penjuru desa berdatangan dengan sekop, ember, dan alat seadanya.
Mereka menggali dengan keyakinan bahwa kilauan di dasar sungai itu adalah emas mentah.
Yang awalnya hanya rasa penasaran, dengan cepat menjelma menjadi penggalian liar yang berlangsung tanpa kendali.
Namun, benarkah yang ada di dasar Sungai Eufrat adalah logam mulia?
Baca juga: Detoksifikasi agar Bahagia, Menjauhi Bayangan Narcisus di Sungai Digital (Bagian II-Habis)
Kandungan mineral di Sungai Eufrat bukan emas tapi pirit
Menurut laporan Jfeed, Selasa (5/8/2025), penyusutan aliran Sungai Eufrat membawa dampak yang tak terduga di Desa al-Bukhamid, dekat Raqqa, Suriah.
Di tengah kondisi sungai yang mengering, warga mendapati kilauan menyerupai emas di sepanjang tepian.
Temuan ini segera menyebar dari mulut ke mulut, mendorong sejumlah pemuda lokal datang ke lokasi dengan sekop, berharap menemukan logam mulia.
Namun setelah digali dan diamati, material tersebut diketahui sebagai pirit.
Pirit merupakan mineral berwarna keemasan yang kerap disalahartikan sebagai emas.
Pirit merupakan senyawa berbasis sulfur yang banyak digunakan dalam industri, misalnya untuk produksi asam sulfat atau sebagai konduktor listrik.
Baca juga: Detoksifikasi agar Bahagia, Menjauhi Bayangan Narcisus di Sungai Digital (Bagian I)
Meski bukan emas, mineral ini tetap menambah catatan geologis di wilayah tersebut, di tengah situasi kekeringan yang masih berlangsung.
Suriah tengah menghadapi kekeringan terburuk dalam beberapa dekade, yang melumpuhkan sektor pertanian, mengancam ketahanan pangan, dan memaksa warga pedesaan mengungsi.
Krisis ini paling parah terjadi di sepanjang Sungai Eufrat, yang permukaan airnya menyentuh titik terendah dalam sejarah akibat kombinasi perubahan iklim, pembangunan bendungan di hulu Turki, dan rusaknya infrastruktur irigasi.
Curah hujan selama 2021–2023 pun tercatat sebagai yang terendah dalam 35 tahun terakhir.
Baca juga: Laporkan Kasus Bocah Hilang dengan Masuk ke Sungai, Jurnalis Ini Tak Sengaja Injak Mayat Korban
Tanah mengilap belum tentu emas
Sementara itu, insinyur geologi Khaled al-Shammari mengingatkan agar masyarakat tidak terburu-buru menarik kesimpulan.
Ia menjelaskan bahwa memang benar Sungai Eufrat melintasi kawasan yang kaya mineral, tetapi penampakan tanah mengilap saja tidak menjamin keberadaan emas.
“Hanya melalui analisis geologi menyeluruh kita bisa memastikan apakah ada kandungan logam mulia atau tidak,” tegasnya, dikutip dari Shafaq.com, Jumat (1/8/2025).
Sungai Eufrat sendiri merupakan sungai historis yang telah menopang kehidupan pertanian, perdagangan, dan peradaban sejak Zaman Mesopotamia.
Baca juga: Kisah Doug Tompkins Beli 809.000 Hektar Hutan dan Sungai di Chile demi Selamatkan Bumi
Namun dalam beberapa dekade terakhir, Eufrat mengalami tekanan serius akibat pembangunan bendungan di hulu, sengketa hak air lintas negara, dan perubahan iklim yang memicu kekeringan ekstrem.
Apakah benar ada harta yang terkubur di balik lumpur Eufrat yang mengering, masih menjadi tanda tanya besar.
Namun bagi warga yang menggali dengan tangan dan harapan, setiap sekop yang menghujam tanah adalah cermin dari harapan hidup di tengah ketidakpastian, entah karena dorongan ekonomi, keyakinan agama, atau keduanya sekaligus.
Baca juga: Ilmuwan Temukan Sungai Purba Berusia 34 Juta Tahun yang Terkubur Es Antartika
Demam emas di sepanjang Sungai Eufrat
Di bantaran Sungai Eufrat, tenda-tenda darurat mulai berdiri, menandai wilayah‘tambang buatan yang kini tersebar sepanjang aliran sungai.
Tidak ada struktur resmi, tidak ada izin, dan tak satu pun lembaga pemerintah yang turun tangan mengawasi.
Namun euforia terus membesar, menciptakan suasana yang mengingatkan pada era demam emas di masa lalu.
Efek domino pun tak terhindarkan. Harga alat gali bekas melonjak di pasar lokal, sementara para perantara dan pedagang informal bermunculan di desa-desa terdekat, menawarkan jasa atau membeli hasil temuan para penambang.
Aktivitas ini memicu munculnya ekonomi mikro dadakan yang menggeliat di tengah krisis, tetapi juga menyimpan risiko yang tak sedikit.
Baca juga: Air Jadi Senjata, India Pakai Sungai Indus untuk Tekan Pakistan?
Sungai Eufrat mengering dikaitkan dengan tanda kiamat
Meski belum ada bukti ilmiah yang pasti, semangat warga tak surut. Sebagian warga mengaitkan fenomena ini dengan keyakinan spiritual.
Hadis Nabi Muhammad tentang terungkapnya "gunung emas di Sungai Eufrat menjelang hari kiamat" kembali ramai diperbincangkan di media sosial dan di tengah obrolan warga.
Ulama Sunni, Asaad al-Hamdani, dalam pernyataannya kepada Shafaq News membenarkan keaslian hadis tersebut.
Namun ia juga mengimbau agar masyarakat tidak serta-merta menghubungkan peristiwa alam ini dengan tanda-tanda kiamat.
“Perlu pendekatan ilmiah dan pemahaman konteks yang mendalam sebelum menafsirkan narasi semacam itu,” ujarnya.
Baca juga: Ada Sungai Mendidih di Amazon, Membunuh Apapun yang Tercebur ke Dalamnya
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.