Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semai Harapan: Jalan Sunyi Anak Muda Pilih Kerja di Negeri Orang (I)

Baca di App
Lihat Foto
(DOK. NICO)
Nicolaus Ade Prasetya mengisi summercamp di Youth Center di Kota Kirchhellen, Bottrop, Jerman
|
Editor: Irawan Sapto Adhi

KOMPAS.com – Malam itu, Februari 2024, Nicolaus Ade (33) duduk lama di ruang tamu rumah mungil yang cicilannya baru berjalan lima tahun. Di sebelahnya, motor kesayangan terparkir, penuh kenangan saat meliput sebagai jurnalis media digital Solo dan Bandung.

Namun bukan kenangan yang membebani pikiran pria yang akrab disapa Nico tersebut, melainkan keputusan besar, menjual rumah dan motornya. Bukan demi investasi, apalagi usaha sampingan.

Ia butuh dana besar untuk berangkat ke Jerman setelah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dari perusahaan media secara mendadak pada akhir Januari 2024 saat gelombang efisiensi media menerpa.

Baca juga: Tren Baru di China, Sewa Kantor untuk Tutupi Status Pengangguran, Berapa Tarifnya?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jadi wartawan itu mimpi masa kuliah. Tapi setelah di-PHK, saya harus realistis," ujar Nico kepada Kompas.com, Sabtu (12/7/2025).

PHK bukan hanya dialami Nico. Data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, sejak Januari hingga Oktober 2024, terdapat 59.796 pekerja terkena PHK, termasuk 6.800 orang hanya di bulan Oktober.

Seperti ribuan lainnya, Nico sempat merasa gamang. Puluhan lamaran kerja ia kirimkan ke berbagai platform media daring, namun nihil hasil. Industri media sedang tiarap, lowongan kerja makin sempit.

Lulusan Sastra Indonesia dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ini kemudian teringat akan program kerja sukarela atau volunteer di Jerman yang pernah dibahas dalam forum alumni kampus.

Ia mulai mencari tahu lebih jauh, mempelajari jalur legal tanpa agen, hingga kursus bahasa dan bolak-balik Solo–Jakarta mengurus visa. Semua ia lakukan sendiri, sambil menguras tabungan.

"Biaya berangkat lewat agen bisa selisih hampir Rp 10 juta. Karena itu saya nekat jalan sendiri saja," ujarnya.

Dari situlah, dia memutuskan untuk menjual harta bendanya, termasuk rumah dan motor kesayangannya untuk modal ke Jerman.

Baca juga: Sulit Cari Kerja, Ini Kisah Pengangguran Sarjana di Indonesia dan China

Bekerja sebagai relawan, hidup dengan cukup

Pada Juni 2024, Nico akhirnya mendarat di Kota Kirchhellen, Bottrop, Jerman. Ia bekerja sebagai volunteer di sebuah youth center atau pusat kegiatan remaja lokal.

"Kerjaannya bikin program summer camp, kadang ngajar musik juga. Saya kebetulan bisa main beberapa alat musik," tuturnya.

Sebagai relawan, Nico mendapat fasilitas berupa tempat tinggal di asrama, makan tiga kali sehari, dan uang saku sebesar 400 euro per bulan (sekitar Rp 7,6 juta).

"Belum bisa menabung, sih, tapi cukup untuk kebutuhan harian, jalan-jalan, dan kirim sedikit buat orang tua. Yang penting mental waras dan happy (senang)," katanya sambil tersenyum.

Keputusan Nico meninggalkan Indonesia bukan hanya soal gaji atau gaya hidup Eropa. Ia juga merespons realitas keras di daerah asalnya.

Tidak hanya Nico, dua pemuda asal Klaten, Bagus Adhitya dan Bastiyar juga memilih meninggalkan kota kelahirannya untuk bekerja di luar negeri.

Bagus mengikuti program magang di Jepang atau disebut Tokutei Ginou. Ia bekerja di Isuzu dalam masa kontrak satu tahun.

Sementara, Bastiyar mencoba hijrah ke Malaysia, meski ternyata ia tidak lolos bekerja dan akhirnya kembali ke Indonesia setelah satu bulan di sana.

Baca juga: Menteri Karding Sarankan Cari Kerja di Luar Negeri untuk Atasi Angka Pengangguran, Bagaimana Caranya?

Keputusan Nico, Bagus, dan Bastiyar bekerja di luar negeri membuktikan bahwa ketersediaan lapangan pekerjaan di Klaten belum sebanding dengan jumlah angkatan kerja.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Klaten per November 2024 sebesar 3,97 persen. Namun di balik angka yang tampak rendah itu, tersembunyi krisis tak kasat mata, lulusan sarjana justru paling sulit mendapat kerja.

Pada 2022, pengangguran lulusan sarjana di Klaten tercatat 3,98 persen. Angka ini naik drastis menjadi 8,72 persen pada 2023. Dengan kata lain, hampir 1 dari 10 lulusan perguruan tinggi di Klaten menganggur.

Ironisnya, jumlah penduduk bekerja di Klaten justru naik dari 596.660 orang (2021) menjadi 655.510 orang (2023). Artinya, lowongan kerja memang ada, tetapi bukan untuk mereka yang punya ijazah S1.

Lapangan kerja ada, tapi bukan untuk sarjana

Data struktur ketenagakerjaan Klaten dari Sakernas 2021 mengungkap bahwa 47,6 persen tenaga kerja terserap di sektor jasa, dan 35,4 persen di industri pengolahan. Sementara sektor pertanian menyerap sisanya, sekitar 17 persen.

Sebagian besar pekerjaan di sektor tersebut membutuhkan tenaga kerja terampil atau berpendidikan menengah, bukan lulusan perguruan tinggi. Inilah yang disebut ketimpangan antara kualifikasi pendidikan dan kebutuhan pasar kerja.

"Kalau menunggu kerja yang sesuai ijazah, bisa jadi malah mandek. Makanya saya pilih ambil kesempatan di luar negeri. Bukan pelarian, tapi pilihan logis," ujar Nico.

Baca juga: Menteri Karding Sarankan Cari Kerja di Luar Negeri untuk Atasi Angka Pengangguran, Bagaimana Caranya?

Dari youth center di Jerman, Nico belajar bahwa karier bisa dibangun ulang, meski dari nol. Ia juga sedang menabung pengalaman dan jejaring, berharap suatu hari bisa kembali dan berkontribusi lewat pendidikan atau sosial budaya.

"Kalau dulu saya pikir kerja harus sesuai jurusan, sekarang saya lebih realistis. Yang penting tetap berkembang dan punya arah," ujarnya.

Satu tahun di Jerman sebagai volunteer, kini Nico melanjutkan kariernya lewat program Ausbildung, sebuah program bekerja sekaligus menimba ilmu. Ia diterima sebagai tenaga teknis di perusahaan interior dengan pendapatan 80 euro per hari atau sekitar Rp 1.530.000,.

Gaji di dalam negeri tak cukup untuk penuhi kebutuhan

Faktor ekonomi menjadi alasan utama anak muda Klaten nekat merantau hingga ke luar negeri untuk bekerja.

Menurut Bhi Anggoro, Pengantar Kerja Ahli dari Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Klaten, besarnya gaji yang ditawarkan di luar negeri sering kali menjadi daya tarik kuat, terutama bagi mereka yang sudah berkeluarga atau memiliki banyak tanggungan.

Saat ini, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Klaten sebesar Rp 2.389.872,78. Anggoro menyebut angka tersebut mungkin belum cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar sebagian warga.

“Buat sebagian orang, gaji sesuai UMK mungkin belum cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok, apalagi kalau sudah berkeluarga. Jadi wajar kalau banyak yang memilih bekerja ke luar negeri demi penghasilan lebih besar," ujar Anggoro saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (24/7/2025).

Baca juga: Tingkat Pengangguran Indonesia Nomor 1 di ASEAN

Ia mengakui bahwa minat tinggi ini juga dipengaruhi oleh keinginan untuk cepat bekerja, tanpa harus menunggu lama seperti dalam sistem rekrutmen di dalam negeri. Namun, ia menekankan pentingnya memilih jalur resmi agar terhindar dari penipuan atau perdagangan orang.

"Yang penting itu prosedur resminya. Jangan sampai tergiur iming-iming cepat kerja tapi tidak tahu legalitasnya. Kami siap dampingi di Disnaker, mulai dari cek PT, pelatihan bahasa asing, sampai pengurusan visa dan dokumen lainnya," ucap Anggoro.

Menurutnya, banyak calon pekerja migran yang terhambat karena kurang informasi soal lowongan yang benar-benar tersedia. Kadang, kata dia, ada LPK atau PT yang terafiliasi tapi belum tentu buka perekrutan saat itu juga. (Bersambung)

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: BPS
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi