KOMPAS.com - Ketika melihat foto-foto lama dari belasan bahkan puluhan tahun lalu, sering kita mendapati wajah orang-orang dalam foto itu yang tak memancarkan senyum.
Foto cetak sederhana dengan latar kuno sering kali menampilkan orang-orang di zaman tersebut memiliki ekspresi datar.
Banyak dari mereka tidak menampilkan senyum, bahkan tampak serius dan kaku.
Berbeda dengan foto zaman sekarang, yang bebas dan lepas mulai dari ekspresi hingga pose, seringnya ditingkahi wajah senang dan bahagia.
Lantas, mengapa orang-orang zaman dahulu selalu berpose serius saat difoto? Apa alasannya?
Baca juga: Untuk Kali Pertama, Kamera Menangkap Keberadaan Suku Terasing Hutan Amazon
Alasan orang zaman dulu tampak serius saat difoto
Dikutip dari Time, Senin (28/11/16), berikut alasan-alasan orang zaman dahulu selalu tampak serius saat difoto:
1. Permasalahan gigiSalah satu alasan mengapa orang jarang tersenyum di foto-foto lama mungkin karena masalah gigi.
Mungkin sebagian orang menganggap bahwa kondisi gigi yang buruk bukanlah penyebab utama, karena pada masa itu gigi rusak dianggap hal yang biasa dan tidak terlalu dipermasalahkan.
Namun, Direktur Galeri Potret Nasional di Canberra, Australia, Angus Trumble mengatakan, meski gigi jelek sudah umum terjadi, bukan berarti orang merasa nyaman menunjukkannya.
Ia menjelaskan bahwa kesehatan gigi yang mulai ditangani secara lebih profesional turut mendorong orang untuk mulai tersenyum dalam difoto.
"Kalau orang punya gigi yang buruk, hal itu bisa membuat mereka enggan membuka mulut saat berada di depan orang lain," ujarnya.
Baca juga: Penampakan Anjing di Puncak Piramida Giza Mesir Terekam Kamera
2. Waktu pemotretan yang lamaAlasan lain kenapa orang-orang di foto kuno jarang tersenyum adalah karena dulu proses memotret memakan waktu lama.
Di masa awal fotografi, kamera butuh beberapa detik hingga beberapa menit untuk mengambil satu gambar saja. Karena itu, orang memilih pose yang nyaman dan tidak bergerak, seperti wajah datar atau serius.
Namun, seorang kurator teknologi dari Museum George Eastman, Todd Gustavson mengatakan, alasan tersebut sering dibesar-besarkan.
Ia menjelaskan bahwa sejak tahun 1850-an, sebenarnya sudah ada teknologi yang memungkinkan pengambilan foto dalam waktu yang lebih singkat, hanya beberapa detik saja.
Artinya, bisa saja orang-orang tersenyum sebentar saat difoto, namun memang kebiasaan untuk tersenyum di dalam foto belum umum saat itu.
Baca juga: Jambret di CFD Jakarta Tertangkap Kamera Fotografer, Polisi Kantongi Identitas Pelaku
3. Dianggap tidak pantas dan tak sesuai norma saat ituEkspresi wajah dalam foto-foto awal juga banyak dipengaruhi oleh tradisi seni lukis.
Dalam dunia lukisan, senyum lebar sering dikaitkan dengan hal-hal negatif, seperti kegilaan, kebisingan, perilaku tidak sopan, atau bahkan perilaku mabuk.
Menurut Trumble, senyum lebar dianggap tidak pantas karena berhubungan dengan berbagai perilaku yang tidak sesuai dengan norma kesopanan pada masa itu.
Karena itulah, pose yang tenang dan formal lebih sering dipilih, terutama di studio foto yang melayani kalangan atas.
Selain itu, potret foto pada masa itu dianggap sangat berharga, bahkan bisa jadi satu-satunya foto yang dimiliki seseorang sepanjang hidupnya, sehingga orang cenderung ingin tampil sebaik dan sesopan mungkin.
Baca juga: Alasan Suara Kamera Ponsel di Jepang Tidak Bisa Dimatikan
4. Peran iklan dan budaya populerPerubahan besar terjadi ketika fotografi mulai menjangkau masyarakat luas lewat kamera Kodak.
Peneliti budaya dan komunikasi, Christina Kotchemidova menjelaskan, bahwa iklan Kodak berperan penting dalam mendorong kebiasaan tersenyum saat difoto.
Slogan seperti You press the button we do the rest, membuat kamera terasa seperti mudah diakses dan mendorong suasana santai dalam pemotretan.
Produk dipasarkan sebagai alat untuk mengabadikan momen bahagia, sehingga senyum perlahan menjadi ekspresi dalam foto.
“Isyarat komersial yang menyatakan bahwa tersenyum adalah hal yang seharusnya dilakukan dalam sebuah foto sangat efektif dalam memengaruhi orang,” kata Kotchemidova.
Baca juga: Alasan Suara Kamera Ponsel di Jepang Tidak Bisa Dimatikan
Tidak tersenyum bukan berarti tidak bahagia
Padahal pakar mengatakan, meski ekspresi yang ditampilkan cenderung datar atau serius, bukan berarti orang-orang zaman dahulu jauh dari bahagia.
Ratu Victoria dan Presiden Abraham Lincoln, misalnya, dikenal memiliki selera humor yang tinggi.
“Manusia dalam sejarah telah tersenyum, tertawa, dan berperilaku kurang lebih sama seperti yang mereka lakukan saat ini, secara alami dan spontan, di ranah pribadi. Yang berbeda itu saat tampil dan presentasi di depan publik," ujar Trumble.
Baca juga: Bukan Hanya Kamera, Sensor Cahaya Ponsel Juga Berpotensi Memata-matai Pengguna
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.