KOMPAS.com - Belakangan, polemik royalti musik tengah menjadi perhatian banyak orang.
Bukan hanya soal para musisi meminta haknya, pembayaran royalti dari pelaku usaha pun menjadi fokus baru masyarakat.
Pembahasan tentang royalti musik untuk kafe dan restoran bermula dari kasus Mie Gacoan Bali yang dituntut hingga Rp 2,2 miliar oleh Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI).
Saat Gacoan dan SELMI sudah menemukan titik damai, berbagai kabar muncul di media sosial termasuk tentang struk berisi tagihan royalti musik yang dibebankan pada pelanggan.
Baca juga: Selain Musik Klasik, Jenis Lagu Apa Lagi yang Bebas Royalti? Ini Kata Pengamat
Struk tersebut rupanya diunggah oleh seorang pengguna internet sebagai ilustrasi pembayaran royalti musik kafe dan restoran jika dikenakan pada konsumen.
Namun, editan itu disebarkan ulang dengan narasi yang berkembang seolah dibuat untuk memperkeruh situasi terkait polemik royalti musik.
Karena sempat menggegerkan pengguna internet dan muncul kesalahpahaman terkait foto editan struk itu, musisi Kunto Aji pun turut memberikan komentar.
Lantas, bagaimana komentar Kunto Aji terkait kabar royalti musik di kafe dan restoran? Bagaimana perhitungan yang sesungguhnya?
Kunto Aji bandingkan royalti kafe-restoran dengan biaya parkir
Melalui akun X pribadinya, Kunto Aji melakukan quote terhadap postingan yang mengungkap bahwa struk dengan royalti musik dan lagu itu merupakan editan.
Menurutnya, pembuat editan tersebut telah membuat publik semakin resah.
Selain itu, Aji mengatakan bahwa pelanggan tidak mungkin membayar royalti musik kafe dan restoran lebih mahal daripada biaya parkir.
"Yang ngedit dicari aja ini, bikin rusuh. Gak mungkin banget sampe segini. Kalopun pengusaha mau bebanin ke konsumen, ga sampe lebih mahal dari parkir," tulisnya, dikutip dari akun X @KuntoAjiW, Minggu (10/8/2025).
Kemudian, pelantun "Pilu Membiru" itu memberikan perhitungan berdasarkan apa ketetapan pemerintah.
Untuk diketahui, pemilik usaha kafe dan restoran dibebani sebesar Rp 120.000 per kursi selama tahun.
"Itungan ngawang aja. Per kursi 120.000 setahun. 10.000 sebulan. Sehari 333 per kursi," ujar Aji.
"Itu juga kalo dibebanin ke 1 konsumen, kalo yang duduk sehari ada 30, cuma bayar 10 perak, buat sekali duduk dengerin lagu. Bukan per lagu ya," sambungnya.
Baca juga: Beberapa Musisi Gratiskan Lagu untuk Diputar di Kafe, LMKN: Gratis Bukan Berarti Bebas Royalti
Besaran tarif royalti musik kafe dan restoran
Menurut penjelasan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), perhitungan tarif royalti telah diatur dalam Keputusan LMKN nomor 20160512RKBD/LMKN-Pleno/Tarif Royalti/2016.
Peraturan itu telah disahkan Menteri Hukum dan HAM RI pada 12 Mei 2016 dan mencakup untuk kepentingan restoran, kafe, pub, bar, bistro, klab malam, dan diskotek.
Jika mengacu pada aturan tersebut, maka besaran tarif royalti musik dan lagu untuk jasa kuliner yakni:
- Rp 60.000 per kursi setiap tahunnya untuk royalti pencipta lagu
- Rp 60.000 per kursi setiap tahunnya untuk royalti hak terkait.
Sementara bagi pub, bar, hingga bistro menggunakan skema berbeda. Tarif royalti untuk badan usaha jenis ini dihitung per meter persegi.
Untuk masing-masing kategori royalti, badan usaha pub, bar, dan bistro membayar Rp 180.000 per meter per segi dalam satu tahun.
Kemudian untuk diskotek dan klab malam, dikenakan Rp 250.000 per meter persegi dalam satu tahun.
Baca juga: Perjalanan Kasus Mie Gacoan dan SELMI, Kini Sepakat Bayar Royalti Musik Rp 2,2 Miliar
Perhitungan royalti berdasarkan okupansi
Selain pada jumlah kursi, LMKN juga menerapkan bahwa besaran royalti juga dipengaruhi oleh keterisian atau okupansi harian jasa kuliner.
Komisioner LMKN, Yessy Kurniawan menjelaskan bahwa untuk menentukan besaran royalti maka pelaku usaha harus mengisi formulirnya.
"Misalnya begini. Hari pertama dari 100 kursi, hanya 10 yang terisi. Hari kedua, 30 kursi yang terisi. Nah, ini biasanya sudah tercatat oleh manajemen kafe. Ini yang akan kita tanyakan," papar Yessy.
Dengan formulir tersebut, LMKN bukannya menghitung asal-asalan melainkan berdasarkan laporan dari kafe.
"Tingkat hunian itu yang tahu cuma pemilik kafenya. Kami hanya memberikan form untuk diisi. Jangan sampai kesannya kami hitung asal-asalan dan jadi terlihat rakus, padahal tidak," ujarnya.
(Sumber: Kompas.com/Nur Jamal Shaid)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.