KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Prof Sunny Ummul Firdaus mengatakan, demo Pati hari ini menjadi pelajaran penting bahwa kebijakan publik tidak hanya diukur dari legalitas kewenangan, tetapi juga dari legitimasi di mata rakyat.
Hal tersebut dikatakan Sunny merespons unjuk rasa besar-besaran di Pati, Jawa Tengah buntut keputusan Bupati Pati Sudewo menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250 persen, meski akhirnya dibatalkan.
Sudewo juga sempat menantang masyarakat supaya melakukan aksi protes. Ia mengaku, tidak gentar walau didemo 50.000 orang.
“Kenaikan PBB hingga 250 persen yang diputuskan Bupati Pati, Sudewo, secara hukum mungkin sah berdasarkan kewenangan yang diatur dalam Pasal 65 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) yang menyebutkan bahwa kepala daerah memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD,” jelas Sunny kepada Kompas.com, Rabu (13/8/2025).
“Namun, respons publik yang masif menunjukkan bahwa legitimasi politik dan sosial adalah dimensi yang sama pentingnya dalam menjalankan kekuasaan,” tambahnya.
Baca juga: Rakyat Murka, Bisakah Bupati Pati Sudewo Dilengserkan?
Kenaikan PBB tidak boleh melebihi PBB-P2
Sunny menjelaskan, dalam hukum tata negara, bupati adalah kepala daerah di tingkat kabupaten sekaligus wakil pemerintah pusat di daerah.
Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, khususnya Pasal 78 ayat (1), memberi kewenangan kepada kabupaten/kota untuk menetapkan tarif PBB-P2 dengan peraturan daerah selama tidak melebihi batas maksimum yang diatur undang-undang.
“Secara normatif, kebijakan Bupati Pati berada dalam lingkup tugas pokok sebagai kepala daerah untuk mengelola penerimaan daerah dan membiayai pembangunan,” jelas Sunny.
“Namun, persoalannya tidak berhenti pada apakah ia berwenang, tetapi juga bagaimana ia menggunakan kewenangan itu,” tambahnya.
Baca juga: Tuntut Bupati Sudewo Lengser, Demo Pati Diwarnai Tembakan Gas AIr Mata
Kepala daerah perlu komunikasi publik yang transparan
Sunny menyampaikan, kebijakan publik yang menyentuh langsung kehidupan rakyat, apalagi menyangkut pajak, memerlukan proses deliberatif dan komunikasi publik yang transparan.
Pasal 354 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 menegaskan bahwa kepala daerah wajib memberikan informasi penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.
Prinsip ini sejalan dengan asas partisipasi masyarakat yang diatur dalam Pasal 354 ayat (3) yang menyebutkan bahwa penyampaian informasi bertujuan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan daerah.
“Ketiadaan konsultasi publik yang memadai berpotensi melemahkan legitimasi, bahkan ketika kewenangan formalnya tidak dipersoalkan,” jelas Sunny.
“Dalam kasus Pati, kekecewaan publik memuncak bukan hanya karena besaran kenaikan PBB, tetapi karena warga merasa kebijakan itu muncul sepihak dan tanpa mempertimbangkan daya bayar masyarakat,” tambahnya.
Baca juga: Apa Itu PBB-P2 yang Kenaikannya Picu Demonstrasi Besar di Pati?
Pelajaran dari polemik Bupati Pati Sudewo
Sunny mengatakan, ada tiga hal penting yang dapat dipelajari penyelenggara pemerintahan daerah terkait demo di Pati hari ini.
Pertama, kewenangan tanpa legitimasi hanya akan melahirkan penolakan, meskipun secara hukum keputusan tersebut sah.
Dalam perspektif hukum tata negara, kewenangan kepala daerah bersumber dari konstitusi dan undang-undang, namun legitimasi berasal dari penerimaan dan persetujuan masyarakat.
Ketika kebijakan publik, seperti kenaikan PBB di Pati, ditetapkan tanpa melibatkan aspirasi warga, yang muncul bukanlah rasa kepemilikan, melainkan kecurigaan dan resistensi.
“Inilah mengapa asas consent of the governed menjadi prinsip fundamental dalam demokrasi modern, kekuasaan yang diakui rakyat akan lebih mudah dijalankan dan dipertahankan,” kata Sunny.
Baca juga: Profil Sudewo, Bupati Pati yang Akan Didemo Besar-besaran karena Naikkan PBB 250 Persen
Kedua, partisipasi publik tidak boleh dipandang sekadar sebagai formalitas administratif.
Dalam Pasal 354 UU Nomor 23 Tahun 2014, keterlibatan masyarakat dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah diposisikan sebagai instrumen untuk meningkatkan kualitas keputusan.
Proses partisipatif bukan hanya forum mendengar pendapat, tetapi juga ruang untuk membangun kepercayaan.
“Apabila proses ini diabaikan, pemerintah daerah kehilangan kesempatan untuk memperoleh masukan yang bisa memperkaya kebijakan sekaligus meminimalkan konflik,” imbuh Sunny.
“Dengan kata lain, partisipasi adalah investasi sosial bagi keberhasilan implementasi kebijakan,” sambung eks Dekan FISIP UNS tersebut.
Baca juga: Duduk Perkara Bupati Pati Dianggap Menantang Warganya Demo, Kini Minta Maaf
Ketiga, etika pemerintahan merupakan pilar yang memastikan kewenangan digunakan secara bijak, proporsional, dan berorientasi pada kepentingan rakyat.
Hukum memang mengatur batas minimum perilaku pejabat publik, tetapi etika menentukan standar moral yang lebih tinggi dalam pelayanan publik.
Kepala daerah tidak cukup sekadar mematuhi hukum; ia harus mampu menunjukkan empati, komunikasi yang baik, dan kepekaan terhadap dinamika sosial.
Dalam konteks Bupati Pati, kesediaan untuk mencabut kebijakan dan meminta maaf patut diapresiasi sebagai bentuk pemulihan etika, meskipun idealnya sikap empati itu hadir sebelum kebijakan memicu gejolak.
Dalam konteks hukum tata negara, kepala daerah tidak hanya menjadi pelaksana urusan pemerintahan, tetapi juga simbol representasi rakyat di daerahnya.
Oleh karena itu, setiap kebijakan yang diambil harus menjaga keseimbangan antara kewenangan yang diberikan undang-undang dan legitimasi yang diberikan rakyat.
Baca juga: Fakta Demo Pati Hari Ini, Tuntutan Aksi hingga Sosok Bupati Sudewo
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.