KOMPAS.com - Di era ketika hampir semua informasi diakses lewat ponsel pintar, sebagian orang masih memilih jalan berbeda untuk menambah pengetahuan.
Di Desa Kedondong Satu, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta, taman bacaan masyarakat (TBM) bernama Pustaka Merdesa hadir menjadi ruang alternatif bagi warga untuk mencari informasi melalui buku.
Keberadaan TBM ini menjadi oase di tengah derasnya arus teknologi yang membuat buku sering kali dilupakan.
Menariknya, pengunjung Pustaka Merdesa bukan hanya orang dewasa, tapi justru didominasi anak-anak dan remaja.
Mereka datang untuk membaca, berdiskusi, sekaligus menemukan pengalaman belajar di luar ruang kelas.
Baca juga: Hilang Selama 82 Tahun, Buku Perpustakaan Ini Akhirnya Kembali dengan Kisah Misterius
Awal mula dibangunnya Pustaka Merdesa
Pemimpin TBM Pustaka Merdesa, Atiek Mariati, menuturkan bahwa ia mendirikan taman bacaan ini bersama sang suami, yang juga sama-sama gemar membaca buku.
Nama "Merdesa" diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang berarti layak, patut, sopan, tertib, sejahtera, dan beradab.
Atiek menyampaikan, tujuan mereka mendirikan Pustaka Merdesa yakni untuk menyediakan akses pengetahuan yang merata bagi semua kalangan.
Jika menceritakan sejarah TBM, Atiek harus flashback, mengingat kembali memori puluhan tahun silam.
"Berangkat dari kegemaran kami sekeluarga membaca dan mengoleksi buku sejak tahun 1990 dan pengalaman berpindah-pindah tempat tinggal, sehingga setiap kali harus mengemas dan menata kembali koleksi buku-buku kami, membuat hubungan psikologis kami dengan buku makin kuat," ujar Atiek kepada Kompas.com, Sabtu (16/8/2025).
Atiek menceritakan, saat dirinya bersama keluarga menetap di desa, terpikir untuk memanfaatkan koleksi buku mereka agar bisa diakses oleh masyarakat sekitar, terutama anak-anak.
Baca juga: Kumbang Invasi Perpustakaan Tertua di Hongaria, Harta Intelektual Abad Pertengahan Terancam
Berkat dukungan dari keluarga, pada 2017, perpustakaan pribadi yang dinamai Pustaka Merdesa resmi dibuka untuk umum.
"Kami mengawali dengan mengajak masyarakat dan anak-anak sekitar tempat tinggal kami untuk melihat koleksi buku kami," kata Atiek.
"Kami juga mempersilakan mereka untuk membaca dan meminjam buku-buku kami," sambungnya.
Setelah beberapa hari berdiri, Atiek tidak menyangka anak-anak sekitar menyambut baik dan sangat aktif datang ke taman bacaan Pustaka Merdesa.
Melihat antusiasme tersebut, maka ia makin bersemangat dan termotivasi untuk menambah kegiatan TBM Pustaka Merdesa.
"Kami membuat acara rutin bersama, seperti mendongeng, geguritan, menggambar, dan menulis buku antologi dongeng anak," kata Atiek.
Selain itu, anak-anak juga belajar pengenalan dan berdialog dengan berbagai narasumber dari berbagai profesi.
"Anak-anak menyanyikan lagu anak, membuat komik, menonton film bersama, menggunakan gadget secara sehat," sambungnya.
Baca juga: ITB Luruskan Kabar Tutup Layanan Perpustakaan Imbas Efisiensi Anggaran
Selain itu, Atiek juga membekali anak-anak dengan tips menghindari cyber bullying atau perundungan di dunia maya.
Dalam kegiatan rutin meminjam buku, anak-anak diajarkan untuk mencatat sendiri buku yang dipinjam dan sudah dikembalikannya.
Atiek menginisiasi perilaku ini sebagai upaya melatih kejujuran dan tanggung jawab sejak dini.
"Kecintaan dan kebanggaan anak-anak terhadap negeri Indonesia dirayakan melalui buku-buku serta semangat belajar bersama, berkarya bersama, agar tumbuh empati, dan saling menghargai," kata Atiek.
Baca juga: Jam Buka Perpustakaan Nasional Usai Anggaran Dipotong, Berlaku mulai 10 Februari 2025
Fasilitas lengkap di Pustaka Merdesa
Atiek bersama keluarganya terus mengupayakan untuk melengkapi Pustaka Merdesa agar terasa nyaman dan membuat pengunjungnya betah serta mau datang kembali.
Ia menjelaskan, meski Pustaka Merdesa berdiri di atas bangunan sederhana, namun di dalamnya sudah pernah terselenggara berbagai aktivitas positif seperti diskusi buku, seminar, workshop, dan berbagai pertemuan masyarakat.
Di Pustaka Merdeka, buku-buku sastra, budaya, sejarah, biografi, keterampilan umum, kuliner, psikologi, dan kesehatan tersedia dan bebas untuk dibaca.
Tak hanya itu, jika masyarakat ingin bacaan yang menghibur, ada juga novel, teenlit, komik, ensiklopedia umum, dongeng lokal, ensiklopedia anak, cerita rakyat bergambar, dan juga buku pengetahuan umum, yang semuanya tersusun rapi di rak.
Koleksi buku di TBM Pustaka Merdesa tidak hanya berasal dari koleksi pribadi. Ada beberapa buku yang merupakan pemberian dari teman dan kerabat yang kerap berkunjung.
"Buku-buku tersebut 80 persen adalah milik pribadi atau koleksi keluarga kami, dan 20 persen pemberian dari teman," kata Atiek.
Ia juga menambahkan, hingga saat ini Pustaka Merdesa belum pernah menerima bantuan buku maupun dana, baik dari instansi pemerintah maupun swasta.
Baca juga: 7 Perpustakaan Tertua di Dunia yang Berusia Ribuan Tahun
Literasi ekologis agar peduli pada Bumi
TBM ini dikenal aktif mengusung literasi ekologis sekaligus ruang edukasi kreatif untuk masyarakat sekitar.
"Pada pertengahan 2020, Pustaka Merdesa menyisihkan sebagian ruangnya untuk dijadikan Omah Eco Enzyme," kata Atiek.
Ruang ini digunakan masyarakat belajar mengolah sisa bahan organik, seperti kulit buah dan sayur yang tidak dipakai, menjadi cairan multi manfaat bernama eco enzyme.
Edukasi hidup sehat minim sampah ini disampaikan dalam bentuk sosialisasi, demi membantu setiap individu agar dapat menyelesaikan persoalan sampah organik di rumahnya masing-masing.
Baca juga: 7 Perpustakaan Tertua di Dunia yang Berusia Ribuan Tahun
"Sosialisasi Eco Enzyme ini merupakan bentuk edukasi bagaimana kita berkontribusi merawat alam agar alam tetap bisa memberikan daya dukung untuk kehidupan semua makhluk hidup," kata Atiek.
Kegiatan ini dilakukan bersama teman-teman relawan Eco Enzyme Kulonprogo.
"Kami bergerak memberikan pelayanan edukasi ke kelompok-kelompok masyarakat, seperti Kelompok Wanita Tani, Gapoktan, PKK, dan Dasawisma," lanjut dia.
Tidak hanya di ranah organisasi, edukasi juga diberikan pada kantor-kantor dinas, sekolah, pesantren, dan masyarakat umum.
Seluruh rangkaian kegiatan tersebut, mendukung Pustaka Merdesa dalam mengembangkan "Literasi Ekologis", yaitu sebuah gerakan membaca, menulis, dan diskusi tentang buku-buku terkait lingkungan hidup atau alam.
Menurut Atiek, kegiatan ini dilakukan agar masyarakat tidak kehilangan kepekaan terhadap alam di tengah perubahan iklim, kerusakan sumber daya alam, dan berkurangnya keanekaragaman hayati.
"Kami percaya melalui literasi, kesadaran lingkungan bisa dibangun," tutup Atiek.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.